Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203200 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahadi Rihatmadja
"Sepengetahuan penulis, belum ada data koinfeksi VHS-2 dan T. pailidum pada individu yang terinfeksi HIV di Indonesia. Mengingat tingginya transmisi HIV melalui rute heteroseksual di Indonesia maka kiranya perlu dilakukan penelitian mengenai prevalensi kedua 1MS tersebut. Data yang diperoleh diharapkan dapat berguna bagi program pencegahan transmisi HIV di Indonesia. Diagnosis infeksi kedua IMS pada penelitian ini akan dinyatakan dengan kepositivan pemeriksaan serologik antibodi terhadap VHS-2 serta RPR dan TPHA.
Penelitian ini akan dilakukan di Poliklinik Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo - Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kelompok ini dibentuk sejak ,kasus AIDS ditemukan pertama kali di Indonesia tahun 1986. Pokdisus AIDS mengerjakan berbagai aktivitas yang terkait dengan pengendalian HIVIAIDS, termasuk pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan, Iayanan telepon hotline khusus AIDS, konseling dan pemeriksaan laboratorium, akses ke fasilitas diagnostik dan pengobatan, dan juga berfungsi sebagai pusat rujukan. Dalam kegiatannya tersebut Pokdisus AIDS telah membantu Iebih dari 1000 orang penderita infeksi HIVIAIDS memperoleh ()bat antivirus sejak tahun 1999. Dalam dua tahun terakhir, Pokdisus AIDS menangani kira-kira 700-800 kasus infeksi HIV baru. Selain kegiatan medis, Pokdisus AIDS juga melakukan berbagai penelitian pada populasi penderita HIVIAIDS khususnya di Jakarta. Dari penelitian yang pemah dilakukan, dapat dikemukakan di sini bahwa herpes simpleks merupakan salah satu infeksi oportunistik yang sering dijumpai, dan infeksi HIV di kalangan IDU amat tinggi, hingga mencapai 80%.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
5
1. Berapakah proporsi kepositivan pemeriksaan antibodi (IgG) terhadap VHS-2 pada pasien HIV/AIDS yang berobat di Pokdisus AIDS RSCM/FKUI?
2. Berapakah proporsi kepositivan pemeriksaan serologik terhadap Treponema pallidum (RPR dan TPHA) pada pasien HIVIAIDS yang berobat di Pokdisus AIDS RSCM/FKUI?
3. Faktor sosiodemografi dan perilaku seksual apakah yang berhubungan dengan kepositivan pemeriksaan IgG VHS-2, RPR dan TPHA pada pasien HIVIAIDS yang berobat di Pokdisus AIDS RSCM/FKUI?
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harknett, Philippa
London: Thorsons , 1994
616.951 8 HAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Recurrent intraoral herpes infection (RIH) is one of the recurrent herpes simplex virus type-1 infections (HSV-1). It presents as single or clustered painful ulcers occur mainly on the keratinized mucosa, with the size of one to five millimeter. The Onset of RIH is considered to be associated with various endogenous and exogenous triggers. Therefore, it is important to recognize each individual triggers to prevent and to minimize and the infection for recurring. This report will describe three cases of RIH associated with emotional and physical stress. All patients have experienced continous recurrence of the disease for almost a year. Symptoms included painful multiple minute ulcers on oral mucosa initiated with fever. Serology investigation on antibody against HSV-1 confirmed a reactive elevation in these patients. Treatment consisted of acyclovir per oral 1000 mg daily per oral, counseling on stress condition and intake of nutritional
supplementation. Nevertheless, stress conditions were difficult to overcome, therefore long-term medications were recommended to prevent recurrence episodes. One patient was taken a long-term acyclovir therapy and the other two patients were taken long-term acyclovir therapy with Phyllanthusniruri (Meniran) supplementation. Follow-ups on three cases showed the benefit of taking Phyllanthusniruri (Meniran) supplementation as reduction in RIH symptoms, shorten healing time and prolonged recurrence interval. "
[Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Journal of Dentistry Indonesia], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaili Lisma Febriyani
"[ABSTRAK
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) diketahui prevalensi herpes
di negara-negara berkembang lebih tinggi dibandingkan dengan di negara maju.
Virus herpes dapat ditemukan dimana saja dan salah satu ciri penting adalah
kemampuannya yang dapat menimbulkan infeksi akut dan kronik pada waktuwaktu
tertentu. Akibat infeksi tersebut memungkinkan terjadi komplikasi yang
lebih berat. Virus herpes terdiri atas genome DNA tertutup inti yang mengandung
protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Dengan mempelajari ekspresi gen
(sekuen DNA/protein) dan didukung oleh kemajuan di bidang bioinformatika,
dapat ditemukan sub-sub bagian penting dan kelompok gen. Virus-virus ini dapat
dikelompokkan dengan menganalisa sekuens protein dari virus herpes dengan
menggunakan algoritma Tribe Markov Clustering (Tribe-MCL). Tribe-MCL
merupakan metode clustering efisien berdasarkan teori rantai Markov chain,
untuk mengelompokkan barisan keluarga protein. Data sekuens protein virus
herpes diperoleh di GenBank yang dapat diakses pada situs National Center for
Biotechnology Information (NCBI), kemudian disejajarkan menggunakan
program BLASTp. Hasil pengelompokan sekuen protein virus herpes
menggunakan algoritma Tribe-MCL dengan program R diperoleh enam
kelompok . Semua kelompok menunjukkan jenis protein yang sama, dalam hal
ini jenis protein yang digunakan adalah glikoprotein B, M, dan H pada delapan
jenis virus herpes yang terjangkit pada manusia.

ABSTRACT
Based on World Health Organization (WHO) data, the prevalence of herpes in
developing countries is higher than in developed countries. The herpes virus can
be found anywhere and one of the important characteristics is its ability to cause
acute and chronic infection at certain times. Due to infections enables more
severe complications occur. The herpes virus is composed of DNA containing
protein and wrapped by glycoproteins. By studying the expression of genes
(sequences of DNA / protein) and is supported by advances in bioinformatics, can
be found an important sub-sections and groups of genes. These viruses can be
classified by analyzing the sequence of the protein-sequence of the herpes virus
using algorithm Tribe Markov Clustering (Tribe-MCL). Tribe-MCL is an efficient
clustering method based on the theory of Markov chains, to classify sequences of
protein families. Herpes virus protein sequence data obtained in GenBank which
can be accessed on the website National Center for Biotechnology Information
(NCBI), then aligned using BLASTp program. The results of clustering protein
sequences herpes virus using algorithms (Tribe-MCL) with a program of R
obtained six cluster. All clusters showed the same type of protein, in this case the
type of protein used is a glycoprotein B, F, and H in eight types of herpes virus
that infected humans, Based on World Health Organization (WHO) data, the prevalence of herpes in
developing countries is higher than in developed countries. The herpes virus can
be found anywhere and one of the important characteristics is its ability to cause
acute and chronic infection at certain times. Due to infections enables more
severe complications occur. The herpes virus is composed of DNA containing
protein and wrapped by glycoproteins. By studying the expression of genes
(sequences of DNA / protein) and is supported by advances in bioinformatics, can
be found an important sub-sections and groups of genes. These viruses can be
classified by analyzing the sequence of the protein-sequence of the herpes virus
using algorithm Tribe Markov Clustering (Tribe-MCL). Tribe-MCL is an efficient
clustering method based on the theory of Markov chains, to classify sequences of
protein families. Herpes virus protein sequence data obtained in GenBank which
can be accessed on the website National Center for Biotechnology Information
(NCBI), then aligned using BLASTp program. The results of clustering protein
sequences herpes virus using algorithms (Tribe-MCL) with a program of R
obtained six cluster. All clusters showed the same type of protein, in this case the
type of protein used is a glycoprotein B, F, and H in eight types of herpes virus
that infected humans]"
2015
T43669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
616.522 INF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dwinanda Aidina Fitrani
"Latar belakang: Infeksi virus Epstein-Barr (EBV) dapat menjadi infeksi oportunistik pada anak dengan HIV. Gejala infeksi EBV sulit dibedakan dengan infeksi HIV dan bersifat laten. Infeksi EBV laten dapat reaktivasi mulai dari gangguan limfoproliferatif hingga terjadinya keganasan. Di Indonesia belum ada data mengenai infeksi EBV pada anak dengan HIV.
Tujuan: Mengetahui proporsi, karakteristik dan faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya infeksi EBV pada anak dengan HIV di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Metode: Penelitian potong lintang untuk melihat karakteristik infeksi EBV pada anak dengan HIV dan faktor-faktor yang berhubungan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, periode bulan September 2020 hingga Februari 2021. Sampel darah diambil untuk dilakukan pemeriksaan PCR EBV kualitatif (whole blood), darah perifer lengkap, kadar CD4 dan viral load HIV.
Hasil: Total subyek 83 anak dengan HIV. Proporsi subyek terinfeksi EBV sebesar 28,9%, dengan rerata usia 9,58 tahun. Limfadenopati merupakan gejala terbanyak, meskipun tidak dapat dibedakan dengan infeksi lain. Dua anak mengalami keganasan akibat EBV yaitu Limfoma Non Hodgkin dan leiomiosarkoma. Sebanyak 75% subyek terinfeksi EBV yang berusia di bawah 12 tahun mengalami anemia (rerata Hb 10,68 ± 2,86 g/dL), dapat disebabkan infeksi EBV atau penyebab lain. Hasil analisis bivariat menunjukkan kadar viral load HIV > 1000 kopi/mL berhubungan dengan terjadinya infeksi EBV pada subyek (OR 2,69 (1,015-7,141); P = 0,043).
Simpulan: Proporsi anak dengan HIV yang terinfeksi EBV di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta adalah 28,9%, dengan kadar viral load HIV > 1000 kopi/mL berhubungan dengan terjadinya infeksi EBV pada anak dengan HIV.

Background: Epstein-Barr virus (EBV) infection can be an opportunistic infection in HIV-infected children. EBV infection is difficult to be differentiated from HIV infection, and it can be latent. Latent EBV infection can reactivate into lymphoproliferative disorders and malignancy. There is no data on EBV infection in HIV-infected children in Indonesia.
Objective: To identify the proportion, manifestations and factors associated with EBV infection in HIV-infected children in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Hospital Jakarta.
Methods: Cross-sectional study to examine the manifestations of EBV infection in HIV-infected children and it’s associated factors in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Hospital Jakarta, during September 2020 to February 2021. Blood samples were taken to examine qualitative EBV PCR (whole blood), complete blood count, CD4 levels and HIV viral load.
Results: Total subjects were 83 HIV-infected children. The proportion of children infected with EBV was 28.9%, with mean age 9.58 years. Lymphadenopathy was the most common symptoms, although it was difficult to differentiate from other infections. Two children have malignancy due to EBV, namely Non-Hodgkin's lymphoma and leiomyosarcoma. Total 75% of EBV-infected subjects under 12 years of age were anemic (mean Hb 10.68 ± 2.86 g/dL), could be due to EBV infection or other causes. Bivariate analysis showed HIV viral load levels > 1000 copies/mL were associated with EBV infection in subjects (OR 2.69 (1.015-7.141); P = 0.043).
Conclusion: The proportion of EBV infection in HIV-infected children in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Hospital Jakarta is 28.9%, with HIV viral load levels > 1000 copies/mL were associated with the EBV infection in HIV-infected children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pingsari Bratadjaja
"Latar belakang dan tujuan : Pengobatan yang tepat untuk menghilangkan nyeri secara permanen pada Neuralgia pasca herpes (NPH) sampai saat ini belum diketahui. Disamping itu di Bagian Kulit RSUPN-CM terapi NPH dengan TENS (Franscutaneolls Electrical Nerve Stimulation) bdum pernah dicoba sampai saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah TENS daplt mengurangi derajat nyeri, jumlah pemakaian obat analgetik dan meningkatkan acctivitas kebidupan sehari-hari. Rancangan : Melihat efek TENS pada NPH dala..'ll hal mengurangi derajat nyeri, jumlah ver.1akaian obat analgetik dan meningkatkan Aktifitas Kehidupan Sehari-hari (AKS). Cara : Penderita NPH yang datang ke IRM - RSUPN-CM dan memenuhi kriteria inklusi, diberikan TENS sebanyak 12 kali, dengan frekuensi 3 kali seminggu selama 20 menit. Elektroda diletakkan di luar area nyeri. Bila mengenai trigeminus, tiap cabang yang terkena masing-masing diberikan selama 20 menit. Perubahan nilai rasa nyeri diukur dengan VAS (Visual Analogue Scale), perubahan jumlah pemakaian obat analgetik dengan dosis obat, perubahan AKS dinilai dengan RAP (Rehabilitation Activities Profile). Masing-masing variabel dinilai sebelum diberikan TENS dan dibandingkan setelah 1 bulan diberikan TENS. Subyek : 14 orang penderita NPH usia antara 4S-80 tahun memenuhi kriteria inklusi. Basil penelitian : Dengan men&,crunakan Wilcoxon matched-paired Signed Rank Test didapatkan - Perbedaan bermakna antara VAS awal dengan VAS 12 (p<0,05) Perbedaan bermakna jumlah pemakaian obat analgetik sebelum dan sesudah TENS (pO,05). Perbedaan bermakna pada emosi terhadap anak sebelum dan sesudah pemberian TENS (p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T58794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rahayu Nur Laila Praptiwi
"Latar Belakang: Cakupan pemberian obat antiretroviral (ARV) yang semakin luas berdampak positif dengan menurunnya angka kematian dan kesakitan pasien HIV/AIDS. Waktu inisiasi pemberian terapi ARV pada pasien HIV juga berhubungan erat dengan penurunan angka kematian dan kesakitan. Tertundanya inisiasi terapi ARV pada pasien HIV menyebabkan angka kematian yang lebih tinggi yaitu 10% dibanding yang tidak tertunda. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tertundanya inisiasi terapi ARV penting untuk diketahui sehingga dapat dilakukan upaya pengendalian terhadap faktor-faktor tersebut sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada pasien HIV.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tertundanya inisiasi terapi ARV pada pasien HIV.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien HIV rawat jalan dewasa di UPT/HIV RSUPNCM yang memulai ARV pertama kali selama periode Januari 2013-Desember 2014. Data klinis dan laboratorium didapatkan dari rekam medis pasien. Tertundanya inisiasi terapi ARV dinyatakan bila pasien belum memulai terapi ARV 10 minggu setelah diagnosis HIV. Faktor-faktor yang diteliti adalah jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, pekerjaan, Indeks Massa Tubuh (IMT), status fungsional, stadium klinis HIV, dan infeksi oportunistik. Uji regresi logistik digunakan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor tersebut dengan tertundanya inisiasi terapi ARV.
Hasil: Terdapat 444 pasien yang memulai terapi ARV pertama kali, 107 pasien (24,1%) yang tertunda inisiasi terapi ARV dan 337 pasien (75,9%) tidak tertunda. Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan 3 variabel yang memiliki kemaknaan statistik yaitu stadium klinis lanjut (p<0,001), status fungsional rendah (p<0,001) dan adanya infeksi oportunistik (p<0,001). Pada analisis multivariat lebih lanjut terdapat dua variabel yang berhubungan dengan tertundanya inisiasi terapi ARV pada pasien HIV yaitu stadium klinis lanjut (OR: 2,92, IK95% 1,53-7,40, p=0,02) dan adanya infeksi oportunistik (OR 1,99, IK95% 1,21-3,29, p=0,01).
Simpulan: Stadium klinis lanjut menurut WHO dan adanya infeksi oportunistik merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan tertundanya inisiasi terapi ARV pada pasien HIV.

Background: Increase access towards antiretroviral therapy (ART) contribute to global decrease of HIV/AIDS-associated morbidity and mortality. Time to initiation of ART in eligible HIV-infected patients is associated with reduction of mortality and morbidity. Delayed initiation of antiretroviral therapy can lead to increase of mortality rate more than 10% compared to early initiation. It is important to identify factors associated with delayed initiation ART among HIV patient in order to control these factors and thus lower the mortality and morbidity in HIV patients.
Objectives: To identify factors associated with delayed initiation of ART in HIV patients.
Methods: This study was a cross sectional study among adult HIV patients in Out-patient Clinic of HIV Integrated Clinic Cipto Mangunkusumo General Hospital who started ARV therapy for the first time (ART-naïve patients) enrolled from January 2013 to December 2014. Clinical and laboratory data were extracted from medical records. Delayed initiation ART was defined as eligible patients didn?t initiate ART within 10 weeks after the diagnosis of HIV infection. Factors identified were gender, education level, employment, marital status, WHO clinical stage, BMI, functional status, and the presence of opportunistic infection. Logistic regression test was used to find factors associated with delayed initiation of ART.
Results: There were 444 subjects in this study, which consisted of 107 patients (24.1%) who delayed initiation of ART and 337 patients (75.9%) who didn?t delayed initiation of ART. Based on the bivariate analysis, there were three variables statistically significance, which were advanced WHO clinical stage (p<0.001), lower functional status (p<0.001) and the presence of opportunistic infection (p<0.001). Further multivariate analysis showed that there were two variables associated with delayed initiation of ART, which were advanced WHO clinical stage (OR: 2.92, 95%CI 1.53-7.40, p=0.02) and the presence of opportunistic infection (OR 1.99, 95%CI 1.21-3.29, p=0.01).
Conclusion: Advanced WHO clinical stage and the presence of opportunistic infections are factors associated with delayed initiation of ART among HIV patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Williams, Greer
New York: Alfred A. Knoff, 1959
576.64 WIL v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Perwira
"Infeksi virus dengue masih merupakan masalah kesehatan dunia saat ini termasuk di Indonesia. Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009 dilaporkan 158.912 kasus dengan jumlah kematian 1.420 orang (CFR 0,89%). Tingginya jumlah rawat inap di rumah sakit ini juga menjadi beban yang cukup besar.
Tujuan: untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi lama rawat inap pada pasien yang terinfeksi virus dengue di RSUP Persahabatan, Jakarta Timur.
Metode: Menggunakan desain potong lintang (cross-sectional).
Hasil: Jumlah kasus infeksi dengue di RSUP Persahabatan tahun 2010 adalah 2168. Didapatkan subjek 450 orang dari total 633 subjek yang tercatat selama 1 Januari - 31 Juni 2010. Berdasarkan hasil analisis multivariat diperoleh 4 variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan lama rawat inap pasien yang terinfeksi virus dengue yaitu lama sakit sebelum masuk RS (p=0.000, OR=0.229, 95% CI 0.134-0.392), penyulit (p=0.003, OR = 2.050, CI 95% : 1.276 ? 3.293),jumlah trombosit (p=0.013, OR=2.585, 95% CI 1.220-5.478) dan jumlah leukosit (p=0.024, OR=1.624, 95% CI 1.065-2.475). Variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan lama rawat inap adalah jumlah trombosit. Dari hasil tersebut disarankan agar klinisi dan akademisi perlu meningkatkan standar pelayanan penyakit yang lebih efektif dan efisien pada pasien yang terinfeksi virus dengue.

Background: Dengue fever remains as health problem in the world, especially in tropic and sub-tropic zone include Indonesia. DKI Jakarta province in 2009 was reported 158.912 cases with mortality rate 1.420 cases (CFR 0,89%). Very high of hospitalization rate in the hospital due to dengue infection increase the burden for the government and community.
Objective: to find out factors affect to the hospitalization days in patients with dengue virus infection in Persahabatan Hospital, East Jakarta
Method: This study was implemented using cross-sectional design.
Result: There was 450 subject from total 633 cases reported during 1 January - 31 June 2010. Based on bivariate analysis there is 4 variable which has significant correlation with hospitalization days in patients with dengue virus infection in Persahabatan Hospital. They are days of sick before hospitalized (p=0.000, OR=0.229, 95% CI 0.134-0.392), complication (p=0.003, OR = 2.050, CI 95% : 1.276 ? 3.293), trombocyte (p=0.013, OR=2.585, 95% CI 1.220-5.478), leucocyte (p=0.024, OR=1.624, 95% CI 1.065-2.475). Dominant variable which has significant correlation with hospitalization days is trombocyte. From those result, suggestion for clinician and academician are to increase services standart to be more effective and efficient for patients with dengue virus infection.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
T28623
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>