Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15474 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Donny Tamtama
"Karena sifatnya yang strategis, sejak awal sektor pertanian telah menjadi perhatian utama dalam negosiasi perdagangan WTO. Perhatian tersebut diberikan karena selama ini disadari sering terjadi dislorsi perdagangan atas produk-produk pertanian sebagai akibat pemberlakuan kuota impor dan pemberian subsidi domestik maupun subsidi ekspor. Agreement on Agriculture (AoA) atau Perjanjian Bidang Pertanian pasca Putaran Uruguay memuat kesepakatan untuk mengurangi hambatan perdagangan pertanian melalui program reformasi jangka panjang secara bertahap (gradual reform), sehingga tercipta suatu sistem perdagangan hasil pertanian yang adil dan berorientasi kepada pasar (a fair and equitable market-oriented agricultural trading system). AoA juga memuat kewajiban semua anggota untuk membuka pasar dan mengurangi berbagai subsidi/bantuan kepada petani/produsen hasil pertanian yang mengganggu perdagangan internasional. Jepang sebagai salah satu negara industri maju dan pendiri WTO telah sejak awal merasa keberatan dengan ketentuan mengenai liberalisasi pertanian. Jepang merasa khawatir dengan dibebaskannya tarif atas produk-produk pertanian impor akan mematikan pertanian mereka. Enam tahun setelah Putaran Uruguay, Jepang masih belum melakukan pengurangan subsidi yang signifikan seperti yang telah disepakati, dan hingga saat ini tingkat tarif Jepang masih merupakan salah satu yang tertinggi diantara negara-negara Organization for Economic cooperation and Development (OECD). Salah satu produk pertanian yang paling diproteksi oleh pemerintah Jepang sejak Iama adalah beras. Kombinasi dari akses pasar yang terbatas, tarif yang tinggi, serta dukungan terhadap petani melalui subsidi dan kontrol produksi menyebabkan konsumen Jepang membayar harga beras jauh lebih mahal dibanding negara lain. Liberalisasi perdagangan diyakini oleh pendukungnya akan memberikan manfaat yang besar bagi perekonomian dunia. Namun Jepang tidak sependapat dengan hal tersebut. Bagi mereka, pertanian mutlak harus dilindungi dan proteksi harus tetap ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan upaya Jepang sebagai salah satu negara industri maju dan negara pendiri WTO dalam mempertahankan proteksi sektor pertaniannya, khususnya beras, dalam menghadapi lekanan WTO berkaitan dengan pelaksanaan liberalisasi pertanian. Untuk itu digunakan beberapa konsep yang relevan, yaitu konsep mengenai liberalisasi perdagangan/pertanian dan konsep yang relevan, yaitu konsep mengenai liberalisasi perdagangan/pertanian dan konsep mengenai proteksi. Tesis ini juga menggunakan konsep politik domestik Jepang Untuk memberikan pemahaman mengenai posisi petani dalam pengambilan kebijakan disektor pertanian. Penelitian yang akan digunakan adalah penelitian eksplanatif yaitu berupaya menjelaskan mengapa jepang tetap mempertahankan proteksi sektor pertanian, khususnya beras, dalam menghadapi tekanan liberalisasi pertanian WTO."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ferry Joko Juliantono
"ABSTRAK
Saat ini, globalisasi dan liberalisasi tidak dapat dilihat hanya sebagai wacana, melainkan sebagai tantangan yang harus dihadapi. Sebagai suatu fenomena ekonomi, globalisasi dan liberalisasi telah mendorong berbagai bentuk perubahan yang mempersatukan perekonomian dunia ke dalam suatu sistem perekonomian global. Suatu sistem di mana arus perdagangan barang dan jasa sebenarnya sudah tidak bisa lagi dibendung oleh batas-batas kekuasaan politik suatu negara. Dalam arus seperti itulah. World Trade Organization (WTO) sebagai suatu badan yang secara khusus menangani perdagangan internasional, memiliki peran sekaligus pengaruh yang penting bagi perubahan dunia khususnya dalam hal perekonomian.

Dalam forum WTO, isu liberalisasi di bidang pertanian menjadi isu yang paling panas di antara isu isu perdagangan lainnya. lsu inilah yang menyebabkan negara-negara anggota WTO terfragmentasi dalam beberapa kubu kekuatan ekonomi. Dalam suasana perundingan yang timpang dan penuh dengan dominasi, negara-negara berkembang kerap menjadi obyek dari negara-negara maju untuk mempraktikkan liberalisasi perdagangan pada level yang cukup jauh. Akan tetapi, khususnya negara-negara maju menjadi elemen yang paling banyak mengingkari komitmen pasar bebas yang ditunjukkan dengan keengganannya membuka pasar domestik, mengurangi subsidi domestik, maupun mencabut subsidi ekspor.

Sebagai salah satu negara anggota dan pendiri WTO, Indonesia telah terikat dengan berbagai macam perjanjian perdagangan liberal sejak lembaga tersebut didirikan. Akan tetapi, landasan yang melatarbelakangi keikutsertaan serta strategi untuk membela kepentingan nasional dalam menghadapi berbagai perundingan WTO kerap tidak dipersiapkan dengan baik. Masalah- masalah seperti perbedaan karakteristik usaha pertanian Indonesia yang umumnya dikelola oleh petani-petani kecil dengan sarana berupa lahan yang sempit dengan karakteristik industri pertanian negara-negara maju hampir tidak pernah menjadi perhatian pemerintah dalam konteks menghadapi perundingan WTO. Akibatnya, diplomasi pemerintah Indonesia dalam forum-forum WTO tidak memiliki nilai tawar yang memadai untuk menghadang kehendak dominatif dari negara-negara maju.

Bertolak dari hal tersebut, tesis ini disusun sebagai upaya untuk mengidentifikasi persoalan-persoalan yang muncul sebagai akibat kegagalan diplomasi Indonesia yang hampir bisa dikatakan tidak membawa manfaat bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Dalam upaya itu, tesis ini juga menjelaskan ragam kepentingan yang kerap saling berbenturan dalam forum WTO, serta mengidentifikasi posisi Indonesia dalam forum-forum WTO, khususnya yang membahas liberalisasi di sektor pertanian. Penelaahan lebih jauh terhadap masalah-masalah tersebut dimaksudkan untuk mengkaji peluang-peluang alternatif sebagai jalan keluar dari permasalahan yang kini membelit Indonesia.

Tesis ini berkesimpulan bahwa fenomer.a kegagalan pasar secara global telah semakin menjadi kenyataan. Ancaman tersebut tidak hanya berlaku di pasar internasional, melainkan juga di pasar dalam negeri. Ketidakseimbangan peranan negara dengan pasar menjadi faktor yang mempertinggi aricaman tersebut. Untuk itu diperlukan upaya-upaya baru guna membangun keseimbangan baru antara negara dengan pasar. Hal inilah yang semestinya menjadi perhatian utama dalam diplomasi luar negeri Indonesia, khususnya dalam forum WTO yang membahas masalah liberalisasi pertanian.

"
2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bossche, Peter van
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010
343.087 BOS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Erwana Firdaous
"Perdagangan regional (RTA) menjadi fenomena umum yang menyebar luas ke seluruh dunia. Gelombang besar inisiatif perdagangan regional terus berlajut sejak awal tahun 1990-an. Banyak negara memilih membuat komitmen di tingkat regional karena lebih mudah dilakukan daripada komitmen bidang yang sama di tingkat multilateral. RTA merupakan bagian dari sistem perdagangan global (multilateral trading sistem), namun dalam kenyataanya persyaratan Pasal XXIV GATT 1994 sering kali diabaikan. Beberapa kelompok regional memiliki persetujuan perdagangan barang, persetujuan perdagangan jasa, persetujuan investasi, dan kerjasama ekonomi, diantaranya adalah ACFTA. Liberalisasi ACFTA akan meningkatkan kinerja perdagangan antara negara anggota, namun karena China jauh lebih siap dengan daya saing lebih tinggi, menyebabkan pertumbuhan kinerja ekspor China akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN. Kementerian Perindustrian pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa liberalisasi ACFTA berdampak buruk terhadap kinerja beberapa industri nasional. Sektor elektronik merupakan salah satu sektor yang mengalami defisit neraca perdagangan paling buruk semenjak liberalisasi ACFTA. Penelitian ini mempergunakan kajian hukum normatif untuk memahami penerapan norma-norma hukum pengaturan RTA dalam kerangka WTO, sedangkan dalam kegiatan menggali dan mengkualifikasi fakta-fakta sebagai dipergunakan kajian empiris. Hasil penelitian ini adalah bahwa Pasal XXIV GATT 1994 memperbolehkan anggota WTO untuk perdagangan bebas dengan lebih cepat diantara anggota-anggota tertentu yang membentuk suatu kelompok. ACFTA bukan merupakan sistem terpisah, namun merupakan bagian dari sistem perdagangan global WTO, keduanya mengejar tujuan yang sama yaitu liberalisasi perdagangan secara substansial yang tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian-perjanjian WTO. Ketidakberhasilan Indonesia memanfaatkan liberalisasi ACFTA untuk meningkatkan kinerja perdagangan, khususnya sektor elektronik, mengakibatkan China akan memperoleh manfaat lebih besar dari liberalisasi ACFTA sebagai akibat daya saing industri mereka yang lebih tinggi. Dengan demikian, industri elektonik di Indonesia harus melakukan serangkaian perbaikan berupa investasi tenaga kerja, fisik dan teknologi untuk meningkatkan daya saing mereka dalam menghadapi produk dari China.

Regional Trade Agreement (RTA) to be a common phenomenon that widespread throughout the world. A surge of regional trade initiatives has continued since the early 1990s. Many countries have chosen to make a commitment at the regional level because it is easier to do than the same field commitments at the multilateral level. RTA is part of the multilateral trading system, but in fact the requirements of Article XXIV of GATT 1994 is often times overlooked. Some regional groups have consent of trade in goods, trade in services agreements, investment agreements, and economic cooperation, including the ACFTA. ACFTA liberalization will improve the performance of trade between member states, but because China is much better prepared with higher competitiveness, led to the growth of China's export performance will be much higher than the ASEAN countries. Ministry of Industry in 2010 revealed that the liberalization ACFTA adversely affect the performance of some of the national industry. The electronics sector is one sector that suffered the worst trade deficit since the liberalization of the ACFTA. The study used a normative legal studies to understand the application of legal norms within the framework of the WTO RTA arrangements, whereas in digging activities and qualify the facts as used empirical study. The result of this is that Article XXIV of GATT 1994 allows WTO members to trade freely with faster among certain members that form a group. ACFTA is not a separate system, but is part of the multilateral trading system the WTO, both pursuing the same goal of trade liberalization substantially subject to the provisions of the WTO agreements. The failure to take advantage of the liberalization of Indonesia in ACFTA to improve trading performance, particularly the electronics sector, China will result in a greater benefit from the liberalization of the ACFTA as a result of their industrial competitiveness higher. Thus, the electronic industry in Indonesia must make a series of improvements in the form of investment of manpower, physical and technology to improve their competitiveness in the face of the product from China.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Fauzan Eko N.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S23729
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mavroidis, Petros C.
St. Paul: MN West, 2013
382.7 MAV l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Cempaka
"Saat ini, globalisasi dan liberalisasi ekonomi tidak dapat dilihat hanya sebagai wacana tetapi kiranya harus dipandang sebagai tantangan besar yang harus dihadapi, ditangani dan dimanfaatkan. Sebagai suatu fenomena ekonomi, globalisasi dan liberalisasi terlihat dalam perubahan dunia yang semula merupakan sekumpulan ekonomi nasional menjadi satu ekonomi dunia dimana produksi menjadi bersifat internasional dan arus keuangan melintasi batas secara bebas. Tentunya fenomena ini semakin mengembangkan ekonomi pasar yang mendasarkan pada orientasi keuntungan dan tidak memperhatikan biaya-biaya sosial dan kemanusiaan yang ditimbulkannya. Terlepas dari hal tersebut, fenomena globalisasi juga memunculkan aktor-aktor baru dalam tatanan internasional, yang memperkuat pengelompokanpengelompokan dalam konsentrasi isu-isu kontemporer, seperti hak asasi manusia, lingkungan hidup, dll.
Berbagai persoalan terkait dengan degradasi lingkungan muncul sebagai keprihatinan global pasca Perang Dingin. Diyakini bahwa masalah lingkungan hidup tidak dapat diselesaikan secara terpisah tanpa mengkaitkannya secara erat dengan masalah sosial dan ekonomi. Dengan dilandasi oleh keyakinan tersebut, telah disepakati suatu paradigma pembangunan baru yang dikenal dengan ?pembangunan berkelanjutan? yang diartikan sebagai: ?pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengganggu kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka?. Paradigma baru tersebut menyepakati suatu pendekatan yang terintegrasi terhadap pembangunan yang memperhatikan tiga pilar pembangunan, yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan hidup.
Bertolak dari hal-hal tersebut diatas, tesis ini disusun sebagai upaya untuk mengidentifikasikan persoalan-persoalan muncul sebagai. akibat persinggungan kepentingan antara entitas-entitas utama dalam fenomena globalisasi, yaitu rezim perdagangan multilateral sebagai ujung tombak liberalisasi perdagangan dan rezim lingkungan hidup, yang merupakan akumulasi kelompok-kelompok kepentingan pelestarian lingkungan hidup. KTT Pembangunan Berkelanjutan menjadi momentum global dalam penegasan kembali komitmen pembangunan berkelanjutan, sebagai hirauan masyarakat global dalam upaya mempertahankan kesinambungan peradaban manusia di muka bumi. Terkait dengan hal tersebut, penulis mencoba mengulas karakteristik kedua rezim, prinsip-prinsip utama yang terkandung didalamnya, serta dinamika interaksi kedua rezim tersebut dalam menanggapi isu-isu spesifik, seperti isu hak atas kekayaan intelektual, kepemilikan keanekaragaman hayati dan sumber daya genetik hak komunal masyarakat tradisional terhadap kekayaan hayati, serta menelaah mekanisme pengelolaan konflik kedua rezim tersebut, dan alternatif-alternatif yang dapat dikembangkan untuk mengatasi timbulnya perbenturan kepentingan antar rezim.
Penulis juga bermaksud mengangkat pentingnya pemanfaatan pendekatan multilateralisme dalam penyelesaian konflik antar rezim. Gagasan utama yang hendak ditegaskan dalam tesis ini yaitu pentingnya multilateralisme sebagai solusi untuk menanggulangi permasalahan global, tanpa adanya pemaksaan nilai-nilai dari satu negara ke negara lainnya. Prinsip multilateralisme yang diatur oleh oleh Piagam PBB dalam pembahasan isu-isu hubungan internasional kontemporer menjadi wahana tepat untuk mengantisipasi "unpredictability" dalam hubungan internasional, mengatasi ketimpangan yang lebih jauh dalam hubungan negara maju dengan negara berkembang, dan kerusakan yang lebih jauh terhadap lingkungan hidup."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masilihati Nur Hidayati
"Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu metode penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat pada perjanjian internasional dan putusan-putusan penyelesaian sengketa dagang WTO. Adapun penelitian yang dilakukan adalah doktrinal dengan optik preskriptif yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. Analisis yang digunakan adalah analisis dengan pendekatan kualitatif. Yang menjadi permasalahan bagaimanakah pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO yang bermanfaat bagi negara-negara berkembang dan bagaimanakah seharusnya pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO dan manfaatnya bagi kepentingan nasional Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO yang bermanfaat bagi negara-negara berkembang dan untuk mengetahui pengaturan khusus yang seharusnya mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO dan manfaatnya bagi kepentingan nasional Indonesia.
Kesimpulan hasil penelitian bahwa terdapat ketentuan khusus yang berlaku mengenai prosedur penyelesaian sengketa yang diterapkan oleh Dispute Settlement Body yang telah disempurnakan dari sistem GATT 1947 dengan disahkannya Understanding On Rules and Procedures Governing The Settlement of Disputes dan merupakan satu paket ketentuan yang wajib ditaati dan diikuti serta dilaksanakan bagi para anggota WTO dan setiap keputusannya wajib diikuti tanpa terkecuali. Namun demikian, disisi yang lain ditengah berbagai kekurangan yang dimiliki dalam DSU, diharapkan negaranegara berkembang khususnya pihak Indonesia mampu mengambil manfaat sesuai dengan kepentingan nasional. Indonesia sendiri telah mengambil manfaat atas keberadaan sistem ini.
Berdasarkan kasus yang menghadapkan Indonesia dalam forum penyelesaian sengketa WTO, diharapkan adanya penyempurnaan pengaturan dalam DSU antara lain waktu yang lebih singkat dalam tiap tahapan dalam sistem penyelesaian sengketa WTO, pengaturan pelaksanaan putusan DSB agar lebih efektif, perlunya pengaturan khusus mengenai mekanisme retaliasi dalam DSU, perlunya pengaturan khusus dalam rangka meningkatkan peran WTO Secretariat dalam membantu menyelesaian sengketa yang menghadapkan antara negara maju dan negara berkembang dan perlunya pengaturan khusus dalam meningkatkan fungsi dan peranan DSB pada setiap tahapan proses penyelesaian sengketa (terutama dalam pelaksanaan rekomendasi DSB yang diberikan).

This study applied normative legal research method, i.e. a method which refers to the legal norms as stated in international treaties and resolution of trade dispute settlement under WTO. The study was also conducted using optical prescriptive doctrinal method aiming to obtain suggestions on what to do to overcome certain related issues. Analysis applied in this study is qualitative approach. The main issue here is on how the special arrangement applied on the settlement of dispute system under WTO may be beneficial to developing countries and what is the ideal special arrangement on settlement of dispute system under WTO for Indonesia, and how it may benefit the interest of Indonesia.
Objective of the study is to understand how the settlement mechanism under WTO can be beneficial for developing countries and in particular, what is the ideal special arrangement on settlement of dispute under WTO for Indonesia, and its benefit to the national interest of Indonesia.
The conclusion of the study shows that there are special arrangements on procedures of settlement of dispute applied by the WTO's Dispute Settlement Body as refinement of the GATT 1947 mechanism, with the ratification of the Understanding On Rules and Procedures Governing The Settlement of Disputes, and this becomes part of requirement packages which must be followed and adhered to by all members of WTO without exception. However, on the other side, with some of identified weakness of DSU, it is expected that developing countries, particularly Indonesia, shall be able to get the benefit of it for our national interest. Indonesia has indeed used the system to support its own interest.
Based on some case studies where Indonesia had to seek settlement in the forum of dispute of WTO, it is expected that there will be refinement of on the DSU mechanism, inter alia, shorter time in each stages of settlement process, arrangement of DSB resolution implementation to make it more effective, special arrangement to prevent retaliation mechanism in DSU, and special arrangement needed to increase the role of WTO Secretariat in the support of dispute settlement case which involve advanced countries versus developing countries and the need to have special arrangement to increase the function and role of DSB on each stages of dispute settlement process (especially in the DSB recommendation to be implemented as provided here).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25966
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>