Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144442 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yosa Yuliarsa
"Studi ini menggambarkan program antikompsi Bank Dunia dalam proyek pembangunan di Indonesia periode 1998-2006 melalui tiga aspek power konstruktivisme, yaitu klasifikasi, penetapan makna, dan penyebaran norma. Data sekunder berupa dokumen Bank Dunia (rilis pers, pidato, dan transkrip mengenai Indonesia periode Januari 1998--September 2006), sementara data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan sejumlah narasumber yang mewakili pemegang andil progran ini, yaitu Bank Dunia, Pemerintah Indonesia, lembaga swadaya masyarakat, dan media massa. Hasil penelitian ini mendukung pendekatan teoritis konstruktivisme. Bank Dunia melalui program antikorupsi berhasil memberdayakan dan melibatkan masyarakat di lokasi proyek, LSM dan media lokal sebagai pemegang andil proyek pembangunan. Melalui pelibatan tersebut, Bank Dunia menggerakkan kekuatan-kekuatan nasional yang secara langsung mempengaruhi penyusunan dan pelaksanaan kebijakan Pemerintah Indonesia dalam proyek pembangunan. Salah satu hasil program ini adalah Indonesia kini menjadi model penerapan program antikorupsi dalam proyek pembangunan Bank Dunia di negara-negara lain."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulham
"Maraknya program-program bernuansa hantu dan alam gaib atau yang lebih dikenal dengan "dunia lain" (supranatural) di sejumlah besar stasiun televisi swasta nasional di tanah air dalam pasca reformasi 1998 lalu, telah menciptakan suatu kondisi yang cukup memprihatinkan bagi dinamika perkembangan media penyiaran Indonesia itu sendiri. Tiada hari tanpa hantu (mistis) di layar kaca pemirsa kita. Demikian kritikan sejumlah kalangan masyarakat di berbagai kesempatan dan diekspos di berbagai media massa, yang memprihatinkan mengapa tontonan semacam ini begitu tumbuh subur. lronisnya, walau pandangan miris terus berkembang, toh program-program bernuansa penampakkan makhluk-makhluk halus dari "dunia lain" itu justru kian bertambah. Makin dihujat, malah makin bertambah-tambah. TransTV sebagai pendatang baru dalam industri televisi swasta pun tak mau ketinggalan memproduksi dan mendistribusikan (praktik komodifikasi) program sejenis, yang disebut dengan Program Dunia Lain, yang saat ini bahkan ditayangkan sebanyak 3 (tiga) kali seminggu: Selasa, Kamis dan Sabtu malam.
Menyikapi kondisi program-program televisi swasta bertemakan nuansa kegaiban ini (yang oleh sebagian kalangan kerap disebut sebagai cerminan tontonan yang berselera rendah, mudah memproduksinya dan murah dalam pembiayaannya), peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang apa yang sesungguhnya menjadi latar belakang televisi swasta kita itu (TransTV) mengkomodifikasinya ke dalam programnya, dan pertimbangan-pertimbangan ekonomi politik seperti apa yang dijadikan landasan.
Merujuk pada hal ini, ke-concern-an tesis ini adalah untuk berusaha "membongkar" dan mengkritisi praktik-praktik komodifikasi dalam perspektif ekonomi-politik komunikasi media, dan mencoba mengungkapkan "motif tersembunyi" di balik argumentasi bahwa program semacam ini yang tengah digandrungi stasiun televisi dan oleh sebagian besar pemirsa kita sebagai refleksi dari selera masyarakat kita. Bukan karena persoalan rating dan iklannya.
Dalam mengkritisi fenomena program bernuansa hantu dan alam gaib (dunia lain) ini, tesis ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dengan paradigma kritis, dan bersifat deskriptif. Sementara metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi literatur (kepustakaan), wawancara mendalam sejumlah narasumber yang berkompeten di TransTV, serta melakukan observasi langsung terhadap tayangan Program Dunia Lain tersebut.
Hasilnya ditemukan bahwa dengan semakin ketatnya persaingan antar industri televisi swasta nasional saat ini (yang notabene hampir seluruhnya mengkomodifikasi program semacam ini, kecuali MTV Indonesia, Global TV dan TVRI, mendorong para pengelola stasiun televisi untuk menciptakan peluang-peluang bisnis tertentu melalui rating dengan menciptakan strategi programming yang disukai pemirsanya. Alibi bahwa media televisi yang merupakan industri bisnis yang luar biasa investasinya, seolah "memaksa" mereka untuk berargumentasi bahwa selama pemirsa dan pengiklan menyukai tayangan bemuansa kegaiban ini, maka selama itu pula mereka akan memproduksi dan menayangkan (mendistribusikan) ke layar kaca pemirsanya.
Bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa membanjirnya iklan (sold out) ke Program Dunia Lain, mendorong manajemen TransTV untuk tens menambah frekuensi penayangannya, dari yang semula sekali kini telah menjadi tiga kali dalam seminggunya. Ironisnya, program yang semula diklaim memiliki ciri khas dengan sentuhan teknologi kamera dan audionya itu, ternyata dalam perjalanannya tak lebih hanya sekedar sebagai bagian dari tekno kapitalis.
Implikasi hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa studi terhadap masalah-masalah isi program televisi bagi pemirsanya, khususnya studi ekonomi-politik yang terkait dengan komodifikasi program-program mistik atau supranatural di stasiun televisi swasta kita, pada dasarnya perlu dikaji lebih lanjut secara kritis dan holistik dengan menyertakan dua entry point lainnya, yakni spasialisasi dan strukturasi.
Apa yang pemah diungkapkan oleh Ishadi SK sebagai kondisi vicious circle (lingkaran tak berujung), dikotomis antara bisnis dan idealisme dalam kehidupan media (di mana dalam derajat tertentu para perencana program karena terlalu mengacu pada rating, terdorong untuk melupakan, mengesampingkan, bahkan cenderung meremehkan idealisme dalam arti tidak mempertimbangkan sisi pengaruh jelek dari program yang ditayangkannya), kini pun menimpa stasiun televisi TransTV yang sekarang dipimpinnya. Komitmen untuk bertanggungjawab sosial seolah sekedar retorika, ada tapi tiada mirip dengan substansi program semacam ini.

The flourishing ghost and supernatural nuance programs or known as "the other world" program in a number of national private television stations after the reformation era 1998, has created a condition which caused a concern for the dynamic development of broadcasting media itself in Indonesia. There is no day without ghost (mystic) in the screen our viewers. The criticism of some people in various occasions is exposed in various mass media. The thing, which caused the concern, is why such views grow abundantly. Ironically, even though such a concern continue to increase, however, the programs that have a nuance of supernatural creatures from "the other world" is even more increasing. The more people condemn it, the more it grows. TransTV as a new corner in the private television industry also produces and distributes similar programs (commodification practices) which is called as Program Dunia Lain, and currently it even casts 3 (three) times a week: on Tuesday, Thursday and Saturday night.
In anticipating the private television programs that have the topics of supernatural world (which is often called by some people as the reflection of the low taste of the viewers which is easy to produce and inexpensive in its financing), researcher encouraged to perform a research regarding what is actually the reason of our private television (TransTV) to commodification such a program and what political and economical considerations that they have in mind.
Referring to this problem, This thesis concern to attempt to "reveal" and criticize the commodification practices in the economical and political perspective of media communication, and attempt to reveal the "hidden motive" behind the argumentation of such program which is preferred by the television stations and most of the viewers reflect the taste of our people. It is not because of the problem of rating and the advertising.
In criticizing the phenomena of ghost-nuances and supernatural programs, this thesis use a qualitative approach, with a critical paradigm, and descriptive in nature. While the data collection method in this research is done through literature study (bibliography), in-depth interview and a number of competent resource person in TransTV, and direct observation towards such casting of the Program Dunia Lain.
The results indicates that with the increasingly severe competition between the current national private television stations (almost all of the stations perform such corn modification, except MTV Indonesia (Global TV) and TVRI), has encouraged the television station managers to create a programming strategy that the viewers like. The reason that the television media is a high investment industry forced them to argument that as long as the viewers and the advertisers like the supernatural nuance casting, they will produce and cast (distribute) it to the screen for the viewers.
The evidence that found out indicates that the increasing advertising (sold out) to the Program Dunia Lain, has encouraged the management of TransTV to continue to increase its casting frequency from once into three times a week. Ironically, the program, which claims that it has a special characteristic with a high tech camera touch and its audio, it turned that it is only a part of the capitalistic technology.
The implication of this research indicates that the study towards the content of television programs on the viewers is needed. Especially the political economy study related to commodification of mystic or supernatural program in our private television stations, basically must be further studied critically and in an holistic manner, by including two other entry points, namely spatialization and structuration.
What has been said by Ishadi SK as a vicious circle condition, a dichotomy between business and idealism in the media aspect (in which to some extent the program planners is very much oriented to the rating, which caused them to overlook and set aside, even tend to undervalue the idealism, in the sense they do not consider the negative impacts of the casting of the programs), now it is taking place at the TransTV television station which is now under his supervision. The commitment for social responsibility is only lip service, it is there but doesn't exist which is similar to such kind of programs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14076
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Khairani Ningtyas
"Kritik yang diarahkan kepada preskripsi kebijakan berbasis neoliberalisme pasca krisis ekonomi-politik menjadi katalis bagi institusi internasional neoliberal, salah satunya Bank Dunia, untuk beradaptasi terhadap tuntutan tersebut. Proses adaptasi diejawantahkan melalui diseminasi diskursus pembangunan sosial ke dalam preskripsi kebijakan neoliberal, melalui prinsip partisipatoris, agenda good governance, modal sosial, dan lainnya. Signifikansi peranan pembangunan sosial dalam kebijakan tersebut kemudian tertanam dalam gagasan yang kemudian disebut oleh Toby Carroll sebagai Socio-Institutional Neoliberalism SIN. Gagasan SIN menjadi materi hegemoni yang didiseminasikan oleh Bank Dunia kepada negara resipiennya, salah satunya melalui program pengentasan kemiskinan berbasis masyarakat atau Community-Driven Development CDD. Program Pengembangan Kecamatan PPK menjadi program pionir CDD paska krisis finansial Asia dan keruntuhan rezim Orde Baru yang melibatkan kerja sama pemerintah Indonesia dan Bank Dunia. Kesuksesan PPK selanjutnya menjadi pendorong untuk melakukan perluasan PPK menjadi Program Nasional Pengembangan Masyarakat PNPM Mandiri. Akan tetapi pada tahun 2015, melalui implementasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, mekanisme CDD yang mengacu kepada PNPM tidak dapat diterapkan kembali dan digantikan oleh penyaluran Dana Desa.
Berangkat dari hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keberlanjutan hegemoni SIN dalam mekanisme CDD sesuai dengan mandat UU Desa, khususnya terkait penyaluran Dana Desa. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan post-positivis kritis dan kerangka analisis hegemoni Gramscian guna menunjukkan diseminasi gagasan SIN dari Bank Dunia dalam program pengentasan kemiskinan berbasis masyarakat di Indonesia. Selain itu, penelitian ini mengacu kepada empat program CDD di Indonesia dengan linimasa zaman Orde Baru dan pasca Orde Baru: Inspeksi Desa Tertinggal IDT, PPK, PNPM Mandiri, dan Dana Desa.
Temuan dalam penelitian ini ialah terdapat resistensi terhadap gagasan SIN oleh aktor domestik, meskipun tidak menegasikan gagasan neoliberalisme secara menyeluruh. Resistensi tersebut terefleksikan dari minimnya peranan Bank Dunia, perdebatan di DPR dalam penyusunan RUU Desa, dan diskursus dalam UU Desa.

Criticism towards neoliberalism based policy prescriptions after economy and political crisis serves as a catalyst for neoliberal international institutions, e.g. World Bank, to adapt to these pretentions. These processes are manifested through dissemination of social development discourse into neoliberal policy prescription by means of participatory principles, good governance agenda, social capital, and etc. Significance of vital role of social development in their prescription is embedded into what Toby Carroll stated Socio Institutional Neoliberalism SIN. The notions of SIN then become hegemony material which is disseminated by the World Bank into their recipient country, through Community Driven Development CDD. Program Pengembangan Kecamatan PPK is a pioneering CDD program post Asian financial crisis and the collapse of New Order regime which involving partnership between Government of Indonesia and the World Bank. The success of PPK leads the scaling up process of the next CDD program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri. Nevertheless, in 2015, through implementation of UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, CDD mechanism of PNPM Mandiri cannot be implemented anymore and is replaced by Dana Desa.
Based on this explanation, this research aims to analyze continuity of SIN hegemony in CDD mechanism in accordance with UU Desa mandate, especially related to Dana Desa. This research utilizes critical post positivist approach and hegemony from Gramscian as framework for analysis in order to indicate the dissemination of SIN notions from the World Bank into Community Driven Development based poverty reduction program. Furthermore, this research refers to four CDD programmes in Indonesia from New Order regime to post New Order regime In Inspeksi Desa Tertinggal IDT, PPK, PNPM Mandiri, and Dana Desa.
This research found a certain degree of resistance towards SIN notions from domestic actors, though not comprehensively negated the notions. Those resistances reflected from minimalization of World Bank's role, debate regarding the making of RUU Desa in DPR and discourse in UU Desa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginanjar Hambali
"Pendidikan Antikorupsi perlu terus dievaluasi agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Penelitian ini mengevaluasi program pendidikan antikorupsi yang didorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan model Context, Input, Process, Product(CIPP). Evaluasi ini dibatasi sejak nota kesepahaman bersama empat kementrian tentang memasukan pendidikan antikorupsi ke dalam kurikulum pada tahun 2018. Penelitian ini merupakan evaluasi formatif, bersifat kualitatif deskriptif. Pada segi Context, latar belakang masalah cukup menjadi alasan pendidikan antikorupsi masuk kedalam kurikulum, pemilihan strategi dan metode pembelajaran menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Input,implementasi pendidikan antikorupsi tidak cukup sekedar pelatihan, namun harus disertai pendampingan. Materi dan bahan pembelajaran harus didistribusikan secara lebih masif. Process,praktik pembelajaran antikorupsi belum terlihat. Product,program pendidikan antikorupsi belum banyak dilakukan oleh pemangku kepentingan di daerah. Perbedaan daerah yang telah dan belum melaksanakan pendidikan anti korupsi belum terlihat signifikan. Penelitian ini memberikan rekomendasi:(i) memperluas daerah implementasi program pendidikan antikorupsi,(ii) meningkatkan pelatihan dan pendampingan praktik pendidikan antikorupsi,dan(iii) meningkatkan publikasi inovasi pembelajaran antikorupsi berdasarkan praktik guru"
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2020
364 INTG 6:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Cyber Consult, 2002
340.3 DIA t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
""Setelah tahun 1970-an terjadi perkembangan penting dalam epistemologi dan filsafat ilmu pengetahuan yang oleh Stephen Cole disebut dengan ""relativism_conlruclivism "" atau disebut juga dengan ""social c'onstrucllvism "" (Cole, 1993: 33-35). Paradigma. Konstruktivisme mengakui peran fakta dan pengamman dalam mengonstruksi ilmu, akan tetapi fakta tidak ditemukan begitu saja. Fakta itu sendiri adalah basil konstruksi kita, konstruksi paradigma (Kuhn) atau konstruksi skema fonseptual (Putnam) atau perspektif yang kita gunakan. Paradigma, kerangka konseptual atau perspektif yang kita gunakan untuk menghampiri suatu fenomena akan signifikan membentuk jawaban dan makna yang kita amati, tidak peduli apakah kita bersifat obycktif atau tidak. Setiap paradigma, perspektif dan kerangka konseptual, secara pasti, membimbing teorisasi kita, pengamatan dan penelitian kita, jalan pikiran kita tentang proses dan fenomena alam yang kita teliti. Berlo mengemukakan bahwa manusia tidak menemukan realitas, melainkan mereka mengonstruksinya (Berlo, 1960: 2). Pemikiran tokoh konstruktivis: Jean Piaget, Albert Bandura, John R. Searle, Quine, dan Hillary Putnam yang secara khusus dibahas pada bab ini dapat jelaskan secara ringkas sebagai berikut:""
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia,
D1571
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 1995
323.409 598 ATA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Setiono
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S7868
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwito
"ABSTRAK
Meningkatnya persaingan di antara perusahaan penerbangan baik di pasar domestik maupun internasional sebagai akibat deregulasi di sektor penerbangan telah mendorong beberapa perusahaan penerbangan untuk selalu mengembangkan produknya agar bisa memiliki keunggulan kompetitif, yang pada gilirannya mampu menarik penumpang yang lebih banyak secara terus menerus.
Program frequent flyer adalah salah satu produk yang dikembangkan oleh banyak perusahaan penerbangan di dunia saat ini. Salah satu tujuan utama dikembangkannya program ini adalah menarik penumpang yang sering melakukan perjalanan dengan pesawat terbang dan sekaligus mampu membayar tiket dengan harga yang Iebih tinggi dari kelompok penumpang lainnya.
Program Frequent Flyer ditawarkan kepada bussines travellers melalui sistem keanggotaan. Dengan menjadi anggota program tersebut, penumpang dapat menikmati beberapa keistimewaan yang ditawarkan penyelenggaranya. Penghargaan (award) tersebut umumnya berupa pemberian tiket cuma-cuma atau menempati tempat duduk di kelas yang lebih tinggi (upgrade) bagi yang telah mencapai akumulasi jarak (mileage) tertentu. Selain itu, program tersebut juga menawarkan beberapa fasilitas lain seperti lain seperti tambahan bagasi cuma-cuma (extra baggage allowance), ruang tunggu ekslusif, dan pelayanan lain yang dianggap kompetitif.
Untuk menambah daya kompetitif dari program ini, beberapa perusahaan melaksanakan satu program frequent flyer bersama-sama. Selain itu, penyelenggara program ini juga bekerja sama dengan perusahaan jasa yang memiliki hubungan erat dengan jasa transportasi udara seperti hotel, restoran dan pusat- pusat perbelanjaan.
Garuda Executive Credit Card (GECC) adalah salah satu produk yang dikeluarkan PT Garuda Indonesia bekerja sama dengan Bank Duta. Salah satu tujuannya adalah untuk menjaring penumpang kelas utama dan bisnis yang sering bepergian dengan pesawat udara.
Pada dasarnya GECC merupakan salah satu bentuk program frequent flyer. Perbedaan utama GECC dengan program Frequent Flyer yang umumnya dikembangkan oleh perusahaan penerbangan pada saat ini adalah pada sistem pemberian fasilitas, keuntungan, atau manfaatnya. GECC tidak menawarkan tiket cuma-cuma, fasilitas upgrade atau hadiah barang, melainkan menawarkan beberapa fasilitas seperti kemudahan transaksi, keistimewaan pelayanan, tambahan fasilitas, dan asuransi perjalanan.
Sejak dikeluarkannya pada tahun 1989, GECC banyak mengalami hambatan/ kendala yang perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Salah satu diantaranya adalah masalah jumlah keanggotannya semakin menurun.
Dari penelitian terhadap anggota GECC dan non Anggota serta wawancara dengan pengelola GECC, Penulis menyimpulkan bahwa perlu diadakan perbaikan atau pengembangan terhadap GECC, baik yang menyangkut jenis pelayanan, kualitas pelayanan yang ditawarkan, maupun sistem pengelolaannya.
Beberapa jenis pelayanan seperti limousine service, telex, reservasi hotel, dan pengantaran tiket masih sangat jarang dimanfaatkan oleh para anggota GECC. Kualitas pelayanan untuk fasilitas yang sering digunakan anggota GECC seperti prioritas reservasi dan GECC Van temyata masih perlu ditingkatkan.
Dari sistem pengelolaan dapat disimpulkan bahwa GECC center yang dihararapkan akan menjadi pusat pengelolaan GECC pada kenyataannya tidak berjalan dengan baik. Promosi yang sementara ini dilakukan masih belum berhasil. Member gathering dan majalah GECC yang seharusnya bisa dijadikan alat untuk meningkatkan komunikasi diantara anggota dan pengelola GECC kegiatannya mulai dihentikan. Keadaan ini menunjukkan bahwa produk GECC ini belum digarap dengan baik.
Melihat besarya potensi frequent flyer yang ada di kawasan Indonesia, maka sebaiknya Garuda Indonesia lebih memperhatikan produk GECC ini dengan melakukan beberapa hal berikut:
a. Meninjau kembali kerja samanya dengan Bank Duta, sehingga pengelolaannya dapat berjalan lebih baik.
b. Mengadakan pengembangan atau perubahan yang dianggap perlu atau bahkan bisa menggantikannya dengan produk frequent flyer yang saat ini dikembangkan oleh seluruh perusahaan penerbangan lain. Dalam mengembangkan I mengganti produk tersebut, Garuda Indonesia bisa melakukannya dengan berbagai cara, yang salah satunya adalah bergabung dengan salah satu program frequent flyer yang dikembangkan perusahaan penerbangan lain."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwirani Relawati
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
S18103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>