Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119865 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Guntoro
"Surgical delay is a manuever that designed to improving survival of skin flap. The basic mechanism of the delay procedure is vascular reorientation that produced by the stimulus of ischemia. This study introduces a new method of surgical delay with ligation suture. This ligation interrupt blood flow to the planned skin flap and thereby producing ischemic condition. We investigated wether this method will improve flap survival, compared with survival in "conventional" surgical delay and non-delay group.
Fifty-one McFarlane flaps on rat model were divided in three groups. After 7 days of delay (in the delay group) the flap was elevated. Then, 7 days post elevation, the survival length of the flaps in all groups was measured. Flap survival ii the ligation suture delay group (72,83% ± 3,84%, n=17) was not different from "conventional" surgical delay group (73,34% ± 9,73%, n=17), and significantly greater than in the non-delay group (47,92%± 6,62%, n=17).
This study suggest that, in rat model, this ligation suture delay procedure was effective to produces ischemic condition that stimulus changes of blood patterns and thus increasing the flap survival."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman
"Flap kulit memegang peranan yang sangat penting dalam bedah rekonstruksi. Nekrosis flap, tentu saja akan menyebabkan gagalnya program rekonstruksi disamping meningkatkan morbiditas penderita, biaya perawatan dan lama perawatan. Berbagai teknik untuk meningkatkan kehidupan flap telah lama dicoba dengan memanipulasi jaringan flap. Salah satu teknik yang terbukti efektif adalah pengondisian dengan prosedur tunda bedah. Prosedur ini menyebabkan terjadinya relatif iskemia yang merangsang perubahan anatomis maupun fisiologis pembuluh darah flap sehingga lebih tahan terhadap kondisi iskemia ketika ditransfer. Walaupun efektifitas prosedur tunda tidak diragukan, teknik ini relatif jarang dilakukan dalam praktek klinis karena beberapa alasan ketidak-praktisan. Pada studi ini dicoba altematif prosedur tunda yang relatif sederhana, yaitu dengan hanya melakukan undermining melalui insisi kecil di salah satu sisi panjang flap yang menyebabkan terputusnya pembuluh darah perforator yang berjalan tegak lurus dari dasar flap, sehingga terjadi iskemia relatif yang mirip dengan fenomena tunda. DiIakukan penelitian pada 51 ekor tikus dengan membuat disain flap berukuran 2 x 7 cm pada punggungnya. Proses tunda dilakukan selama 7 hari, kemudian viabilitas flap diamati setelah 7 hari pasta tunda. Flap yang nekrosis ditandai dan dihitung luasnya dengan Program Auto CAD Map sehingga didapatkan persentasi luas flap yang viabel. Dengan Uji Kruskal-Wallis dapat disimpulkan bahwa prosedur tunda dengan undermining melalui insisi kecil tidak berbeda bermakna dengan prosedur konvensional (p-0,05), namun lebih efektif dan efisien untuk dikerjakan. Prosedur ini sebenarnya tidak asing dilakukan oleh ahli bedah plastik misalnya dalam mempersiapkan suatu pocket implan maupun dalam memasang tissue ekspander, namun belum banyak disadari bahwa tindakan ini dapat dijadikan sebagai alternatif prosedur tunda flap yang cukup efektif dan efisien."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Utama Abdi
"Pendahuluan : Compromised flap merupakan komplikasi yang sering didapatkan dari operasi-operasi elevasi flap. Penanganan jaringan yang kurang baik, tehnik operasi, kadang mengakibatkan cedera pada pembuluh darah yang berujung pada compromised flap yang bila tidak ditangani dengan baik, dapat menjadikan kematian sebagian bahkan seluruh flap. Hampir semua cedera pada pembuluh utama dapat diatasi dengan tindakan reoperasi untuk mengatasi gangguannya. Tetapi bila gangguan yang terjadi di microsirkulasi, therapi farmakologi merupakan pilihan. Disamping itu, compromised flap memberikan tampilan klinis yang berbeda, tergantung gangguan yang terjadi pada pembuluh vena atau arteri. Banyak pilihan sediaan farmakologi untuk mengatasi compromised flap oleh karena gangguan mikrosirkulasi. Diantaranya yang sering dipakai oleh karena mudah cara pakainya, murah, tersedia dan diketahui cara kerjanya adalah heparin topikal dan nitrogliserin topikal. Metode: Suatu studi eksperimental dilakukan terhadap 18 ekor tikus Sprague-Dawley betina yang terbagi secara acak ke dalam 2 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok yang deri penangan dengan heparin topikal. Setelah dilakukan elevasi groin island flap, dilakukan oklusi pada vena femoralis sirkumjleksa lateralis selama 6 jarn hingga terbentuk compromised jlap. Kemudian oklusi dilepas dan dioleskan heparin topikal selama 7 hari. Dinilai perubahan warn a yang terjadi hari pertama dan hari ke tujuh. Pada kelompok kedua, dengan tehnik yang sarna tetapi perlakuan yang diberikan dengan nitrogliserin topikal. Perubahan warna yang terjadi didokwnentasikan dengan mempergunakan kamera dan tehnik pemotretan yang sarna Kemudian perubahan wama yang terjadi hari 1 dan hari ke 7 dinilai dengan pengukuran persentase grayscale foto dengan memakai adobe photoshop CS4. Hasil : Perubahan warna yang terjadi dimana wama flap yang sebelumnya gelap menjadi lebih terang dan akhirnya menjadikan flap viabel, tid8.k menunjukkan perbedaan bermakna baik yang diperlakukan dengan heparin maupun dengan nitrogliserin (p>O,05). Demikian juga waktu yang diperlukan untuk menjadikan flap tersebut lebih viabel, tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara heparin maupun nitrogliserin. Simpulan : Compromised vena dapat diatasi dengan heparin dan nitrogliserin topikal, akan tetapi tidak menunjukkan sedian yang satu lebih superior dibanding dengan sediaan lainnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2009
T59067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliza Nindita
"ABSTRAK
Latar Belakang: Studi ini bertujuan untuk mengamati dampak aplikasi Tumescent ONEPERMIL dan segi keamanannya pada skin flap yang telah mampu pulih hidup dari cedera iskhemia sebelumnya.
Metode: Studi eksperimental dengan kontrol dan randomisasi dilakukan pada 40 groin flap dari 20 ekor Rattus novergicus strain Wistar yang sehat berbobot 220-270 gram. Infiltrasi Tumescent ONEPERMIL, infiltrasi salin normal dan grup kontrol dilakukan pada flap yang berhasil pulih vital 100% dari cedera iskhemia yang dikondisikan melalui pemasangan klem selama 15 menit pada pedikelnya. Perfusi flap dimonitor melalui pengukuran tekanan oksigen transkutaneous (TcPO2), sebelum dan sesudah infiltrasi dilakukan. Vitalitas flap dinilai secara klinis maupun menggunakan Analyzing Digital Images® di hari ke 7 paska prosedur infiltrasi dan resetting flap pada tempatnya. Analisa statistik dilakukan dengan test Chi-square (p<0,05).
Hasil: Penilaian akhir menunjukkan kepulihan hidup seluruh groin flap tanpa ditemukan tanda nekrosis. Pengukuran TcPO2 pada flap sebelum dan sesudah prosedur infiltrasi menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,0001) namun masih berada dalam batasan prediksi flap akan pulih hidup.
Kesimpulan: Aplikasi Tumescent ONEPERMIL pada groin flap yang telah pulih hidup dari cedera iskhemia sebelumnya, tidak menimbulkan dampak nekrosis pada flap.

ABSTRACT
Background: To observe the effect of One-per-mil tumescent injection on viable skin flaps that previously had suffered from an ischemic insult, so as to ascertain One-per-mil tumescent safety application in the related theme.
Methods: 40 groin flaps from 20 healthy Wistar strained-Rattus novergicus weighing 220-270 grams were conditioned to acute ischemia by clamping the pedicle for 15 minutes. Merely totally survived and viable flaps on the seventh postoperative day were randomly divided into: One-per-mil tumescent infiltration group(A), normal saline infiltration group(B), and control group(C). Before and after the infiltration, transcutaneous oxygen tension (TcPO2) measurement was performed, and the changes values were calculated by statistical analysis using ANOVA and Paired T-Test. Viability of flaps was assessed clinically and by using AnalyzingDigitalImages® 7 days later.
Results: TcPO2 readings yielded a decreasing value significantly (p<0.001) following both One-per-mil tumescent and normal saline infiltration. However, all groin flaps survived with no signs of tissue necrosis.
Conclusion: One-per-mil tumescent injection into viable skin flaps is safe even though the flaps had previously suffered from an ischemic condition.
"
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lucas Nurcahyo
"Latar belakang : Toluena merupakan zat pelarut sering digunakan di berbagai industri seperti dalam pembuatan cat, lem dan lainnya. Toluena mempunyai sifat lipofilik dan memberikan efek toksik ke beberapa organ seperti sistem saraf pusat. Pada tahap biomolekuler, toluena merubah struktur lipid pada membran sel, sehingga terjadi peningkatan kadar MDA plasma dan jaringan. Pada Sistem Saraf Pusat, toluena bisa melewati sawar otak dan menyebabkan gangguan pada serebelum otak sehingga dapat meningkatkan kadar MDA serta terjadi perubahan struktur pada dinding sel astrosit.
Metode : Untuk mengetahui efek pajanan toluena selama 14 hari dengan dosis dibawah nilai ambang pada organ serebelum otak, dan dilakukan pemeriksaan kadar MDA serebelum otak, serta kerusakan dari sel Astrosit, menggunakan lima kelompok tikus jenis Wistar jantan dengan pajanan sebesar 1,6 ml; 3,2 ml; 6,4 ml; 12,8 ml; dan kelompok kontrol tanpa pajanan.
Hasil: Analisis uji nilai kadar MDA serebelum otak menggunakan One Way Anova dengan hasil tidak ada perbedaan rerata (p=0.133) antar kelompok pajanan dengan kelompok kontrol, dan analisis jumlah sel Astrosit dengan menggunakan One Way Anova didapatkan (p=0,310) dengan hasil tidak ada perbedaan antar kelompok pajanan.
Kesimpulan : Tidak ada perbedaan rerata pada kelompok pajanan pada nilai MDA serebelum Otak maupun jumlah Sel Astrosit yang terpajan toluena dengan dosis dibawah nilai ambang.

Backgrounds : Toluene is a solvent commonly used in various industries such as in the manufacture of paint, glue and others. Toluene has lipophilic properties and toxic effects to some organs such as the central nervous system. At this stage of biomolecular, toluene alters the structure of the lipids in cell membranes, resulting in an increased of plasma and tissue levels of MDA. In the Central Nervous System, toluene can cross the blood brain barrier and cause a disruption in the cerebellum of the brain, thereby increasing the levels of MDA and structural changes in the structure of astrocytes’ cells.
Methods : To determine the effect of toluene exposure for 14 days at doses below the threshold value on the organ brain cerebellum and cerebellar MDA examination of the brain, as well as causing damage to Astrocytes cells, using five groups of male Wistar rats with four types of exposure of 1.6 ml; 3.2 ml; 6.4 ml; 12.8 ml; and a control group without exposure.
Results : MDA value analysis test brain cerebellum using One Way Anova showed no significance mean difference (p = 0.133) between the exposed group and the control group. From the analysis of the number of cells Astrocytes using One Way Anova that obtained (p = 0.310) with no difference in outcomes among exposed groups.
Conclusion : There was no significance difference in the group mean exposure to MDA values and the number of cells of the cerebellum Brain Astrocytes exposed to toluene at a dose below the threshold value.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Theddeus Octavianus Hari Prasetyono
Jakarta: UI Publishing, 2019
616 THE f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Danu Mahandaru
"Latar Belakang. Konvensional dua tutup palatoplasti akan mengakibatkan cacat lateral yang tanpa cakupan periosteal apapun. Hal ini membuat epitelisasi dari cacat lateral yang membutuhkan waktu lebih lama ( 3 - 4 minggu ). Dalam penelitian ini, penulis berhipotesis bahwa teknik dimodifikasi untuk palatoplasti dua - tutup dengan tidak mengangkat bagian lateral periosteum dengan flap, dan kemudian menerapkan madu cacat lateral yang mungkin mengakibatkan tingkat epitelisasi lebih cepat.
Metode. Tiga puluh delapan pasien dengan sumbing langit-langit akan dibagi menjadi dua kelompok dengan intervensi, dimodifikasi teknik palatoplasti dua - tutup meninggalkan periosteum lateral dengan aplikasi madu pack pada kelompok perlakuan dan konvensional palatoplasti dua - tutup dalam kontrol. Kami mengamati tingkat epitelisasi setiap dua hari setelah keluar dari rumah sakit sampai penyembuhan penuh dicapai. Kami juga documentate beberapa parameter bedah - terkait seperti : panjang operasi, kehilangan darah intraoperatif, skala nyeri pasca operasi, masa rawat inap, dan komplikasi.
Hasil. Penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan dari tingkat epitelisasi antara kelompok perlakuan dengan teknik modifikasi 2,4 ( 2,0 ; 3,0 ) mm / hari dengan yang konvensional 0.7 ( 0.6, 0.8 ) mm / hari ( p < 0,001 ). Parameter bedah terkait di kedua teknik yang relatif sama.
Kesimpulan. Teknik modifikasi kami mempercepat laju epitelisasi dari cacat lateral. Ini dapat mencegah gangguan pertumbuhan rahang atas di masa depan karena penyembuhan lebih cepat mengurangi pembentukan parut dan kontraksi luka. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi bahwa teknik modifikasi ini akan menghasilkan pertumbuhan rahang atas yang lebih baik.

Background. The conventional two-flap palatoplasty will result in lateral defect without any periosteal coverage. It makes the epithelialization of the lateral defect takes longer time ( 3- 4 weeks). In this study, the authors hypothesized that the modified technique to the two-flap palatoplasty by not elevating the lateral part of the periosteum with the flap, and then apply honey to the lateral defect possibly resulting faster epithelialization rate.
Methods. Thirty eight patients with cleft palate will be divided into two groups with intervention, modified two-flap palatoplasty technique leaving lateral periosteum with application honey pack in treatment group and conventional two-flap palatoplasty in control. We observe the epithelialization rate every two days after came out from hospital until full healing is achieved. We also documentate some surgical-related parameters such as: the length of operation, intraoperative blood loss, postoperative pain scale, hospitalization period, and the complications.
Result. This study showed significant difference of the epithelialization rate between the group treated by the modified technique 2.4 (2.0;3.0) mm/day with the conventional ones 0.7 (0.6;0.8) mm/day (p<0.001). The surgical-related parameters in both technique were relatively same.
Conclusions. Our modified technique hasten the epithelialization rate of the lateral defect. It may prevent the maxillary growth disturbances in the future because faster healing reduces the scar formation and wound contraction. Further studies are required to confirm that this modified technique will result in better maxillary growth.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58560
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elrica Sapphira
"Latar Belakang: Indocyanine green (ICG) telah banyak digunakan dalam prosedur rekonstruksi, salah satu penggunaanya adalah untuk menentukan ukuran flap dengan memanfaatkan fluoresens ICG yang menandai hotspot. Dalam penelitian ini, penulis menyoroti ICG untuk evaluasi perfusi flap, di mana membutuhkan beberapa kali penggunaan ICG. Akan tetapi, penggunaan ICG dengan konsentrasi standar untuk berkali suntikan mungkin mahal, oleh karena itu studi akan meneliti tentang konsentrasi ICG yang berbeda, yang dapat berguna untuk mengurangi biaya.
Metode: Studi ini merupakan penelitian yang dilakukan pada 25 ekor tikus Wistar. Subjek penelitian dibagi menjadi 5 kelompok, dibedakan berdasarkan konsentrasi ICG yang disuntikkan; 1) larutan ICG standar (konsentrasi 100%); 2) 75% larutan standar; 3) 50% larutan standar; 4) 25% larutan standar, dan 5) 10% larutan standar. Flap abdomen pada tikus dielevasi dan vitalitasnya dievaluasi. Kemudian subjek akan disuntikkan larutan ICG dalam berbagai konsentrasi dan dinilai dengan menggunakan kamera dekat inframerah. Studi ini dilakukan sesuai dengan standar etik dan telah disetujui oleh komisi etik hewan di institusi kami. Analisis data menggunakan SPSS versi 20.0.
Hasil: Para penilai tidak mengetahui intervensi yang diberikan pada saat mengulas video dari fluoresens ICG. Penilai pertama menemukan bahwa 1 fluoresens pada kelompok larutan dengan konsentrasi 25% tidak memberikan gambaran fluoresens yang adekuat, dan penilai kedua menilai seluruh gambaran fluoresens ICG adekuat. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok yang didapatkan dari hasil penghitungan ANOVA 1 arah (F = 1.00, p = 0.431).
Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa berbagai konsentrasi ICG yang diteliti dapat memberikan gambaran flap dalam keadaan vital. Kami menemukan dengan menggunakan konsentrasi serendah 10% dari larutan standar dapat memberikan gambaran fluoresens yang adekuat. Studi ini menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk penggunaan ICG lebih lanjut dalam praktik sehari-hari dengan biaya yang lebih rendah.
Kata kunci: indocyanine green, ICG, fluoresens, perfusi flap, tikus, pengenceran

Background: Indocyanine green (ICG) has been used in many reconstructive procedures, one of them is for determining flap size by utilizing fluorescence of ICG marking the hotspot. In this study, author highlights the use of ICG for flaps with perfusion issues, at which the ICG is used in sequences. The use of the standard concentration for multiple injections, however, might be costly, therefore study on different concentrations might be useful to reduce the cost.
Methods: This was an experimental study on 25 Wistar rats. Subjects were divided into 5 groups based on the concentrations of injected ICG; 1) Standard ICG solution (100% concentration); 2) 75% of standard solution; 3) 50% of standard solution; 4) 25% of standard solution, and 5) 10% of standard solution. The epigastric flap was raised and evaluated for its vitality. Then, subjects were injected using various concentrations of ICG and the perfusion of the flap was evaluated using modified Near Infrared Camera (NIR) system. The study was conducted in accordance with the ethical standards and approved by our institutional animal research ethics board. Data analysis was performed by using SPPS version 20.0.
Results: Appointed assessors were blinded from the intervention given reviewed the videos of ICG fluorescence. The first assessor evaluated that 1 the ICG fluorescence in the 25% concentration was not adequate for depicting vital flap while the second assessor evaluated all ICG fluorescence was adequate. There was not a statistically significant difference between groups as demonstrated by one-way ANOVA (F = 1.00, p = 0.431).
Conclusions: This study concluded that using various concentrations of ICG provided adequate fluorescence to depict vital flap. We found that as low as 10% concentration of standard ICG solution was able to depict adequate fluorescence. This study shows promising results for further usage of ICG in daily practice at a lower cost.
Keywords: indocyanine green, ICG, fluorescence, flap perfusion, rats, dilution"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Parintosa Atmodiwirjo
"Risiko kegagalan dapat terjadi pada rekonstruksi dengan flap bebas karena mengandalkan vaskularisasi kecil. Pemeriksaan klinis yang merupakan baku emas dalam evaluasi sirkulasi flap masih bersifat subjektif dan sulit untuk mendeteksi gangguan vaskularisasi secara dini. Indocyanine green (ICG) merupakan instrumen pemeriksaan objektif yang dapat digunakan untuk evaluasi sirkulasi flap, tetapi belum ada konsensus mengenai dosis ICG dan kekuatan fluoresensi bersifat dose-dependent. Pada penelitian awal model in vitro dan hewan coba didapatkan konsentrasi 0,5 mg/mL menghasilkan fluoresensi yang setara dengan konsentrasi standar (5 mg/mL). Analisis dosis titrasi ICG dilakukan pada penelitian ini untuk mengevaluasi (sirkulasi) flap bebas menggunakan kamera near-infrared radiation standar serta korelasinya terhadap pemeriksaan suhu flap, TcPCO2, TcPO2, kadar HIF-1α, dan gambaran histopatologi flap untuk menunjang bedah mikro rekonstruksi. Penelitian menggunakan desain eksperimental uji klinis acak tersamar ganda di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit Persahabatan (RSP) pada bulan September 2022 hingga Januari 2024. Sebanyak 63 pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi dari kuesioner skrining dilakukan randomisasi menjadi 3 kelompok konsentrasi ICG, yaitu 5 mg/mL, 2,5 mg/mL, dan 0,5 mg/mL yang diberikan ICG secara intravena, dengan jumlah masing-masing 21 flap. Data diambil segera pasca-operasi, 24 jam, 72 jam, serta 120 jam pasca-operasi. Ketiga kelompok menunjukkan peningkatan fluoresensi ICG dari waktu ke waktu, dengan intensitas fluoresensi pada konsentrasi 2,5 mg/mL serupa dengan konsentrasi standar (p = 0,792), tetapi intensitas konsentrasi 0,5 mg/mL lebih lemah (p = 0,006 dan p = 0,041). Intensitas fluoresensi tidak berkorelasi dengan pemeriksaan objektif lainnya. Disimpulkan besar dosis ICG memengaruhi intensitas fluoresensi karena fenomena quenching effect dan keseimbangan ikatan ICG dengan protein plasma. Analisis konsentrasi 5 mg/mL dan 2,5 mg/mL menghasilkan intensitas serupa sehingga penggunaan dosis 2,5 mg/mL dapat menggantikan dosis standar pada praktik klinis. Pemeriksaan objektif lainnya belum dapat menggantikan pemeriksaan ICG untuk evaluasi sirkulasi flap bebas.

The risk of failure in free flap reconstruction may occur due to small vascularization. Clinical examination, which is the gold standard for free flap evaluation, is subjective and difficult to detect early vascularization problems. Indocyanine green (ICG) is an objective instrument to evaluate flap circulation, but there is no ICG consensus and the fluorescence emitted is dose-dependent. In the preliminary studies conducted in vitro followed by in vivo with animal models, we found that 0.5 mg/mL concentration produced equivalent fluorescence to the standard concentration (5 mg/mL). This study aimed to analyze the titration dose of ICG to evaluate free flaps using a standard near-infrared radiation camera and its correlation with the examination of flap temperature, TcPCO2, TcPO2, HIF-1α levels, and histopathological to support reconstructive microsurgery procedure. This was a randomized, double-blind clinical trial at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital and Persahabatan Hospital from September 2022 to January 2024. A total of 63 patients that met the inclusion criteria through screening questionnaire were randomized into 3 ICG concentration groups: 5 mg/mL, 2.5 mg/mL, and 0.5 mg/mL. The ICG was given intravenously to each group which consist of 21 subjects. The data were obtained immediately postoperative, 24 hours, 72 hours, and 120 hours post-operative. There were 63 flaps divided into three groups with 21 flaps each. All three groups showed an increase in ICG fluorescence over time, with fluorescence intensity emitted by 2.5 mg/mL concentration is equivalent to the standard concentration (p = 0.792), but the fluorescence from 0.5 mg/mL concentration emitted weaker intensity (p = 0.006 and p = 0.041). Fluorescence intensity did not correlate with other objective examinations. It was concluded that the titration dose of ICG influenced the fluorescence intensity due to quenching effect and ICG and plasma protein bond equilibrium. Analysis of 5 mg/mL and 2.5 mg/mL concentration groups produced similar intensities, leading to the feasibility of 2.5 mg/mL concentration to replace the standard dose in clinical practice. Other objective examinations can not replace ICG examination for free flap perfusion evaluation."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suyadnya
"Hipospadia merupakan salah satu kelainan kongenital yang terjadi pada 1 per 300 kelahiran dan 20% dari keseluruhan kasus adalah hipospadia proksimal. Faktor yang menentukan jenis teknik operasi yang akan digunakan diantaranya yaitu letak meatus, ada tidaknya chordee, ketersediaan prepusium, kualitas lempeng uretra, dan pengalaman operator. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan penggunaan Teknik Tubularized Incised Plate(TIP), Duckett, dan Onlay Island Flap (OIF) sesuai dengan pengalaman di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Penelitian retrospektif analitik ini melihat data rekam medis dan status khusus urologi dari pasien hipospadia proksimal dengan letak meatus uretra di penis proksimal, penoskrotal, dan skrotal yang menjalani tindakan release chordeedan uretroplasti di RSCM dari tahun April 2002 sampai Mei 2014. Terdapat 119 pasien yang terdiri dari 33 pasien dengan teknik TIP, 50 pasien dengan teknik Duckett, dan 36 pasien dengan teknik OIF. Rata-rata umur kelompokTIP 4,87±3,05 tahun, kelompok Duckett 6,33±6,02 tahun, dan kelompok OIF 4,68±3,27 tahun. Lokasi meatus uretra terbanyak di penoskrotal pada TIP 24/33 (72,7%), Duckett 37/50 (74.0%), dan OIF30/36 (83,3%). Ukuran penis kecil ditemukan pada TIP, Duckett dan OIF yaitu 4/33 (12,1%), 10/50 (20,0%), dan 6/36 (16,7%). Kelompok TIP 21/33 (63,6%) memiliki lempeng uretra yang cukup lebar, sedangkan pada Duckett dan OIF lebih banyak memiliki lempeng uretra yang sempit yaitu 26/50 (52%) dan 20/36 (55,6%). Angka komplikasi total TIP 15/33 (45,5%), Duckett 15/50 (30%) dan OIF 5/36 (13,9%), dan menunjukkan hasil signifikan secara statistik p<0,05. Teknik OIF lebih superior dibandingkan TIP dan Duckett dalam hal menurunkan komplikasi secara kumulatif serta memiliki angka kejadian fistula yang rendah pasca rekonstruksi hipospadia proksimal primer.

Hypospadias is a congenital disorder that occurs in 1 per 300 births with 20% of cases are proximal hypospadias. The location of meatus, presence of chordee, availability prepuce, quality of the urethral plate, and operator experience are factors that determine in selecting operative technique. This study aimed to compare the use of Tubularized Incised Plate (TIP), Duckett, and Onlay Island Flap (OIF) following the experience at Cipto Mangunkusumo Hosptal (RSCM). Data gathered from patients medical records and urological status of proximal hypospadias with proximal, penoscrotal, and scrotal urethral meatus who underwent chordee released procedure and urethroplasty at RSCM from April 2002 to May 2014. There were 119 patients consisting of 33 patients with TIP techniques, 50 patients with Duckett, and 36 patients with OIF techniques. The mean age of patients underwent TIP was 4.87±3.05 years old, Duckett was 6.33±6.02 years old, and OIF was 4.68±3.27 years old. Urethral meatus was mostly found at penoscrotal with a total of 24/33 (72.7%), 37/50 (74.0%), and 30/36 (83.3%) cases, respectively. Small penis was found in TIP, Duckett, and OIF with a total of 4/33 (12.1%), 10/50 (20.0%), and 6/36 (16,7%) cases, respectively. In TIP group, 21/33 (63.3%) cases had a fairly wide urethral plate, whereas in Duckett and OIF were mostly of the cases have narrow urethral plate, with a total of 26/50 (52%) and 20/36 (55.6%) cases, respectively. Complications were found at 15/33 (45.5%) cases of TIP, 15/50 (30%) cases of Duckett, and 5/36 (45,5%) cases of OIF with statically significant results p <0.05. The OIF technique was found to be superior to TIP and Duckett in terms of reducing complications and having a low incidence of fistula after primary proximal hypospadias reconstruction."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>