Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65313 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arief Rahman Hakim
"Krisis ekonomi yang melanda sebagian besar wilayah asia tenggara pada medio tahun 1997 memberikan pengaruh besar dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan proyek di Indonesia, sehingga mengakibatkan banyak pemilik proyek mengalami kesulitan pendanaan, baik dalam hal pembangunan proyek barn maupun melanjutkan pembangunan proyek yang tertunda akibat adanya krisis tersebut. Hal ini mengakibatkan skema pendanaan proyek dari penyedia jasa sangat diminati oleh pengguna jasa. Di Indonesia, proyek yang didanai terlebih dahulu oleh penyedia jasa dikenal dengan istilah proyek putar kunci (turnkey project). Terdapat pemahaman yang berbeda terhadap istilah proyek putar kunci (turnkey project) yang dikenal di Indonesia dengan istilah proyek putar kunci (turnkey project) berdasarkan pengertian terminologinya. Dalam penerapannya di Indonesia, proyek putar kunci (turnkey project) selalu dikaitkan dengan pelaksanaan pembayaran dari pengguna jasa kepada penyedia jasa setelah pekerjaan fisik proyek diselesaikan sepenuhnya oleh penyedia jasa, sehingga penyedia jasa harus terlebih dahulu mendanai pelaksanaan proyek tersebut, oleh karena itu sangat panting bagi penyedia jasa untuk memperoleh perlindungan hukum akan adanya kepastian pembayaran dari pengguna jasa atas proyek yang telah didanai dan diselesaikan oleh penyedia jasa.
Dalam tata hukum Indonesia, dikenal adanya jaminan yang lahir karena undang-undang dan jaminan yang lahir karena perjanjian. Jaminan yang ditentukan oleh undang-undang adalah jaminan yang adanya ditunjuk oleh undang-undang tanpa adanya perjanjian dari para pihak, sedangkan jaminan yang lahir karena perjanjian adalah hakhak jaminan yang adanya hams diperjanjikan lebih dahulu antara para pihak. Jaminan yang Iahir karena perjanjian bisa berbentuk jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Berbagai bentuk dan macam jaminan dapat diperjanjian antara pengguna jasa dengan penyedia jasa. Sedangkan pengertian istilah proyek putar kunci (turnkey project) berdasarkan pengertian terminologinya, tidak harus selalu dikaitkan dengan masalah pembayaran proyek, karena pengertian istilah proyek putar kunci (turnkey project) di sini lebih menitikberatkan kepada ruang lingkup pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan oleh pengguna jasa untuk diemban oleh penyedia jasa."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T18933
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hans Giovanny Yosua Sallata
"Yurisdiksi Universal merupakan konsep yurisdiksi hukum pidana yang mengatur bahwa suatu negara dapat memberlakukan hukum pidana nasionalnya kepada pelaku tindak pidana, dimanapun pelaku tersebut berada tanpa memperdulikan kewarganegaraan dari pelaku tindak pidana maupun korbannya. Yurisdiksi universal telah dikenal dalam berbagai perjanjian internasional, jiga dalam hukum pidana nasional Indonesia. Oleh KUHP yurisdiksi universal dapat diberlakukan kepada kejahatan atas mata uang, pembajakan atau perompakan kapal serta kejahatan terhadap penerbangan sipil. Yurisdiksi universal kemudian diatur juga dalam KUHP baru yakni UU No. 1 Tahun 2023, oleh UU No. 1 Tahun 2023 yurisdiksi universal diatur secara lebih terbuka dan tidak dirumuskan secara terbatas terhadap tindak pidana terhadap mata uang, pembajakan dan perompakan kapal serta kejahatan terhadap penerbangan saja. Selain Indonesia beberapa negara sepeti Prancis dan Belanda juga mengatur mengenai yurisdiksi universal dalam hukum pidana nasionalnya. Terdapat beberapa perbedaan dan kesamaan antara Indonesia, Prancis dan Belanda dalam mengatur yurisdiksi universal, pada intinya pengaturan mengenai yurisdiksi universal pada hukum pidana nasional negara termasuk pada ketiga negara tersebut berkembang seiring waktu dan dipengaruhi oleh perkembangan hukum internasional.

Universal Jurisdiction is a concept of criminal jurisdiction which stipulates that a country can apply its national criminal law to perpetrators of crimes, wherever the perpetrators are located regardless of the nationality of the perpetrators of crimes or their victims. Universal jurisdiction has been recognized in various international treaties, as well as in Indonesian national criminal law. By Indonesian Criminal Code universal jurisdiction can be applied to crimes against currency, piracy and crimes against civil aviation. Universal jurisdiction is then also regulated in the new Criminal Code, namely Law no. 1 of 2023. By Law no. 1 of 2023 universal jurisdiction is regulated in an openly manner and is not formulated in a limited way against crimes against currency, piracy and crimes against aviation only. Apart from Indonesia, several countries such as France and the Netherlands also regulate universal jurisdiction in their national criminal law. There are several differences and similarities between Indonesia, France and the Netherlands in regulating universal jurisdiction, in essence the arrangement regarding universal jurisdiction in the national criminal law of countries including those three countries has developed over time and is influenced by the development of international law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Djuan Dennis
"Kewenangan Yurisdiksi Ekstrateritorial menjadi semakin penting untuk dimiliki oleh Lembaga Persaingan Usaha; ditengah Globalisasi Ekonomi yang semakin pesat. Kebijakan Indonesia yang saat ini terbuka bagi penanam modal, posisi Indonesia sebagai bagian dari Masyarakat Ekonomi Asean, dan keterlibatan dalam ASEAN Free Trade Agreement menjadikan kewenangan tersebut juga penting bagi Indonesia. KPPU sebagai lembaga persaingan usaha Indonesia butuh memiliki kewenangan Yurisdiksi Ekstrateritorial untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat, akan tetapi tidak jelas apakah KPPU dapat menerapkan Yurisdiksi Ekstrateritorial atau tidak. Maka, Skripsi ini bertujuan untuk menjawab permasalahan tersebut, dengan cara menganalisis peraturan mengenai Yurisdiksi Ekstrateritorial dalam hukum positif dan kasus preseden.

The authority of Extraterritorial Jurisdiction is becoming increasingly important for Competition Authorities to have; amid the increasingly rapid economic globalization. Indonesia's policy that is currently open to investors, Indonesia's position as part of the ASEAN Economic Community, and involvement in the ASEAN Free Trade Agreement made it also important for Indonesia. KPPU as the competition authorities of Indonesia needs to have the authority of Extraterritorial Jurisdiction to create fair business competition however, it is unclear whether KPPU can apply extraterritorial jurisdiction or not. Hence, this thesis aims to solve this issue by analyzing the provision of Extraterritorial Jurisdiction in positive law and case law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Gutami
"Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah ditegaskan mengenai tujuan necara kita sebagai berikut :
"Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilen sosial".
Disamping itu dalam penjelasan Undang-undang Dasar'45 ditetapkan pula mengenai sistem pemerintahan negara kita berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka. Penjelasan ini menunjukkan bahwa Indonesia menjujung tinggi supremasi hukum yang bertujuan mewujudksn kesejahteraan umum agar teruujud masyarakat adil dan makmur.
Masyarakat sejahtera yang adil dan makmur ingin diwujudkan oleh pendiri negara kita dangan cara antara lain melalui jalur hukum. Hukum dipakai sebagai sarana untuk pengaturan masyarakat agar tujuan negara kita tercapai.
Pembentukan hukum itu sendiri merupakan suatu proses yang tidak singkat dan memerlukan pemikiran yang luas serta mendalam, disamping itu membutuhkan biaya yang mahal.
Hukum dalam tulisan ini yang dimaksud adalah peraturan tertulis yang dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Dengan demikian maka peraturan tertulis yang oleh penguasa pusat yang sah dapet disebut dengan Undang-undang dan peraturan tertulis yang dibuat oleh penguasa daerah yang sah disebut dengan Perda (Peraturan Daerah).
Pengingat proses pembentukan baik Undang-undang mau pun Perda yang tidak singkat, memerlukan pemikiran yang luas serta mendalam, disamping membutuhkan biaya yang mahal tersebut maka merupakan dorongan bagi setiap pembentuk Undang-undang maupun Perda agar mempunyai informasi yang luas mengenai masyarakat serta peraturan itu sendiri.
Karena pada dasarnya setiap peraturan itu bekerjanya di dalam masyarakat melalui orang dan bukan bekerja dalam ruang yang hampa udara, sedangkan masyarakat atau kelompok orang merupakan subjek nilai dan mempunyai kepentingan-kepentingan yang menyangkut baik pribadi, kelompok maupun.golongannya.
Oleh karena itu apabila penguasa negara kita baik yang di Pusat maupun di Daerah telah sepakat bahwa dengan pembentukan Undang-Undang maupun Perda merupakan suatu usaha yang sadar agar masyarakat dapat dipengaruhi bergerak kearah yang dikehendakinya maka penting sebagai patokan untuk diperhatikan mengenai empat prinsip yang dikemukakan oleh Sudarto yaitu :
1. Pembentuk Undang-undang harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang senyatanya.
2. Pembentuk Undang-Undang harus mengetahui sistem nilai yang berlaku dalam, masyarakat yang berhubungan dengan keadaan itu, dengan cara-cara yang dilakukan dan dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai agar hal-hal ini tepat diperhitungkan dan agar dapat dihormati.
3. Pembentuk Undang-undang harus mengetahui hipotesa yang menjadi dasar Undang-undang yang bersangkutan dengan perkataan lain mempunyai pengetahuan tentang hubungan kausal antara sarana (Undang-undang dan misalnya sanksi yang ada didalamnya) dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
4. Pembetuk Undang-undang menguji hipotesis ini dengan perkataan lain melakukan penelitian tentang effek dari Undang-undang itu termasuk effek sampingan yang tidak diharapkannya.
Keempat prisip tersebut diatas yang harus mendapat perhatian bagi pembentuk Undang-undang baik yang di Pusat maupun di Daerah, mengingat Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dengan masyarakat yang benar-benar polyvalent artinya bahwa masyarakat Indonesia berlaku sistem nilai yang berbeda untuk seluruh penduduk di negara ini.
Begitu pula dengan keadaan geoorafi Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau menyababkan sifat kebhinekaan atau sifat heterogen sehingga menyulitkan pembentuk Undang-undang kerena pada dasarnya sifat Undang-undang itu umum dan harus dapat berlaku sama terhadap semua warga negara akan tetapi dengan adanya perbedaan sistem nilai tersebut menyebabkan persepsi terhadap suatu Undang-undang kemungkinan tidak sama, sehingga pembentuk Undang-undang harus dapat menghindari adanya deskrepensi (ketidaksesuaian) antara pandangan yang diwujudkan denoan kata-kata dalam Undang-undang serta pandangan yang hidup dalam mesyerakat. Keadaan ini harus disadari dan diperhitungkan sebelum Undang-undang terwujud.
Adanya sifat heterogen dan perbedaan sistem nilai yang hidup dalam masyarakat tersebut maka gaya bahasa yang digunakan oleh pembentuk Undang-undang baik di Pusat maupun di Daerah hendaknya mendapat perhatian khusus seperti yang dikemukakan oleh Sudarto sebaoai berikut :
1) Gaya bahasanya singkat dan sederhana, kalimat muluk-muluk hanyalah membingungkan belaka.
2) Istilah-istilah yang digtnakan sedapatnya harus absolut dan tidak relatif, sehingga memberi sedikit kemungkinan untuk perbedaan pandangan.
3) Undang-undang harus membatasi diri pada hal-hal yang nyata dan menghindarkan kiasan-kiasan dan hal - hal hipotetis.
4) Undang-undang tidak boleh.jlimet, sebab ia diperuntukkan orang-orang yang daya tangkapnya biasa, ia harus bisa dipahami oleh orang pada umumnya.
5) la tidak boleh mengaburkan masalah pokoknya denoan adanya pengecualian, pembatasan, atau perubahan kecuali apabila hal memang benar-benar diperlukan.
6) la tidak boleh terlalu banyak memberi alasan, adalah berbahaya untuk memberi alasan-alasan yang..."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T1959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Luthfi Firdaus
"ABSTRAK
Fokus dari penelitian ini adalah menjelaskan penerapan asas universal jurisdiction oleh Negara untuk memberantas pembajakan di laut (piracy). Dalam hukum internasional, terutama United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 menegaskan bahwa kejahatan pembajakan di laut terjadi di wilayah laut lepas dan diluar yurisdiksi Negara manapun. Berbeda dengan armed robbery yang terjadi di laut teritorial. Oleh karena itu untuk melawan pembajakan di laut Negara harus menerapkan yurisdiksinya di wilayah laut lepas dan menerapkan asas universal jurisdiction.
ABSTRACT
Focus of this research is explaining the implementation of universal jurisdiction principle by states to combat piracy. International law, particularly the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 emphasized that piracy shall occur in the high seas beyond jurisdiction of any States. It differs with armed robbery which is happened inside territorial waters. Therefore it is necessary for States to implement their jurisdiction on the high seas and implement universal jurisdiction principle."
Universitas Indonesia, 2016
S62269
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Salim
"Untuk dapat menjalankan fungsinya yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar, sebuah undang-undang tentu harus dirumuskan secara jelas, tidak mengandung kecacatan substansial, dan tidak menimbulkan inkonsistensi dalam penerapannya terhadap sistem hukum secara keseluruhan. Merupakan sebuah tanggung jawab bagi perancang peraturan perundang-undangan dan merupakan fungsi dari Ilmu perundang-undangan untuk mewujudkan hal tersebut. Rumusan sebuah pasal sangat menentukan dapat atau tidak dapatnya hukum memberikan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bagi manusia. Tidak dirumuskannya sebuah undang-undang secara baik akan menimbulkan permasalahan yang pelik, contohnya adalah diterimanya permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh jaksa terhadap putusan bebas yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara pidana oleh Mahkamah Agung. Ketidakjelasan dalam pasal-pasal yang mengatur tentang peninjauan kembali menimbulkan berbagai macam penafsiran yang sayangnya tidak sesuai dengan hakikat dari peninjauan kembali. Oleh karena itu, terhadap rumusan pasal-pasal tersebut perlu diadakan perbaikan dan karena proses perubahan sebuah undang-undang memakan waktu, tentunya terhadap pasal-pasal yang masih berlaku tersebut perlu diterapkan sebuah metode penafsiran yang tepat.

In order to apply its function as has been mandated under the Constitution of the Republic of Indonesia, an act must be formulated clearly, doesn’t have a substantial defects, and doesn’t cause any incosistency in its implementation at the whole level. It is a duty for a legal drafter to make sure that it is done properly and it is the functions of the legislation theory to implement it. The drafting of each articles in an act is essential towards to ensure its impartiality and its certainty, also its benefit towards the people governed by it. Fraud of act’s legal drafting process will cause a huge consequences. Example given, the approval of a case review requestas has been appealed by Prosecutor to a legal and binding judgment in a criminal case by the Supreme Court of the Republic of Indonesia. The uncertainty in articles that governs about the rights to file a case review will cause a misinterpretation and distorting the basic philosophy of the case revie (herziening) itself. Hence, the drafting of an act’s article must be coordinated together with revision and in such a lengthy time-frame, especially to implement the interpretation of the articles properly."
Universitas Indonesia, 2014
S54028
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Jembar Inti Karya, 1999,
347.02 Ket
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Jevi Surya
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis peranan ahli kedokteran forensik dalam memberikan keterangan ahli serta pengaruhnya terhadap keyakinan dan pertimbangan hakim dalam menentukan putusan perkara pidana di Indonesia. Ruang lingkup pembahasannya adalah bagaimanakah definisi dan kualitas alat bukti keterangan ahli dalam hukum acara pidana Indonesia; bagaimana perkembangan pengaturan, bentuk peranan, standar kriteria ahli kedokteran forensik dalam memberikan keterangan ahli dalam hukum acara pidana di Indonesia; dan bagaimanakah pengaruh keterangan ahli kedokteran forensik dalam putusan perkara pidana di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan Pendekatan Perundang-undangan Statue Approach Pendekatan Kasus Case Approach dan Pendekatan Perbandingan Comparative Approach . Data-data yang diperoleh akan dideskripsikan untuk kemudian dianalisa secara kualitatif dan diuraikan secara sistematis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa definisi alat bukti keterangan ahli di Indonesia mengacu pada KUHAP, yang pada prakteknya terbagi atas tiga macam definisi dan kualitas antara lain mulai yang terkuat kualitasnya Getuige Deskundige ahli yang mengemukakan pendapat dengan melakukan pemeriksaan secara langsung , Deskundige ahli yang mengemukakan pendapat tanpa melakukan pemeriksaan secara langsung , Zaakkundige ahli yang menerangkan pendapatnya, namun sebenarnya dapat dipelajari sendiri oleh hakim, jaksa penuntut umum dan penasehat hukum ; Perkembangan pengaturan peranan ahli kedokteran forensik sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang namun tidak terkodifikasi dalam satu undang-undang khusus, Bentuk peranan yang dapat diberikan oleh dokter forensik antara lain Clinical Forensic Medicine peranan kedokteran forensik terhadap manusia hidup , dan Clinical Pathology peranan kedokteran forensik terhadap mayat , Standar kriteria ahli kedokteran forensik yaitu memiliki kemampuan dan keterampilan dengan level 4A mampu melakukan secara mandiri disertai dengan surat tanda registerasi dan surat izin praktek; Pendapat ahli kedokteran forensik berasal dari hasil pemeriksaan yang dilakukan secara langsung terhadap bukti-bukti yang ada dan disertai dengan visum et repertum memiliki pengaruh terhadap pertimbangan dan keyakinan hakim.
ABSTRACT
This thesis analize forensic medicine expert role in providing expert 39 s testimony and its influence on judge 39 s conviction and consideration in determining criminal judgment in Indonesia. The scopes of the discussion are, how are the definition and quality of expert rsquo s testimony evidence in criminal procedure law of Indonesia how are the development of regulation, the form of the role, standard criteria of the forensic medicine expert in providing expert rsquo s testimony in criminal procedure law of Indonesia and how is influence of forensic medicine expert rsquo s testimony in the criminal judgment in Indonesia. The research method used normative juridical method by using statute approach, case approach, and comparative approach The data obtained will be described for later analyzed qualitatively and described systematically. The result of the research concludes that the definition of expert rsquo s testimony evidence in Indonesia refers to the Indonesia Criminal Procedure Code, which in practice is divided into three kinds of definitions and qualities, among others from the strongest quality Getuige Deskundige experts who provide testimony by conducting direct examination , Deskundige experts who provide testimony without conducting a direct examination , Zaakkundige experts who provide testimony but it can actually be studied by judges, public prosecutor and legal advisor The development of regulation on the role of forensic medicine experts began in the Dutch colonial era up to now but not codified in one particular law, The forms of the role that can be provided by forensic doctor such as Clinical Forensic Medicine the role of forensic medicine to human life and Clinical Pathology the role of forensic medicine against corpses , Standard criteria of forensic medicine expert are the ability and skill with level 4A able to do independently accompanied by letter of registration and license of practice Testimony of the forensic medicine expert, which derived from the results of a direct examination of the available evidence accompanied by visum et repertum has an influence on judge 39 s consideration and conviction."
2018
T49443
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasatyanti
"Dalam penyelesaian sengketa-sengketa internasional, lembaga pengadilan masih memiliki peran yang sangat penting. Dalam hal penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi, permasalahan mengenai yurisdiksi hakim terhadap para pihak merupakan hal yang harus diperhatikan. Hakim yang tidak memiliki yurisdiksi terhadap para pihak tidak dapat memproses perkara dan oleh karenanya tidak dapat membuat putusan yang mengikat. Penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode hukum normatif dengan menganalisis dua buah putusan pengadilan Amerika Serikat yang masing-masing melibatkan badan hukum Indonesia sebagai pihak tergugat. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

AbstractIn international disputes settlement, the court still has a very important role. In settling international disputes through litigation process, a problem concerning personal jurisdiction to the parties is a matter that must be considered. Judges who do not have jurisdiction over the parties are unable to process the case and therefore cannot make a binding judgment. This research was made by using the method of normative law by analyzing two judgments of United State rsquo s courts that involves an Indonesian legal entity as a defendant. This research is expected to become one of the references for the parties concerned."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yopi Adriansyah
"Latar belakang dari penulisan tesis ini bahwa Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengenal adanya peradilan in absentia atau persidangan tanpa kehadiran terdakwa (acara pemeriksaan biasa) sejak dibukanya persidangan pertama oleh majelis hakim melainkan KUHAP menganut asas kehadiran terdakwa yang dihadapkan di muka persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum. Seorang terdakwa yang dihadapkan ke sidang pengadilan harus dalam keadaan bebas dan merdeka artinya tidak dalam keadaan terbelenggu baik jasmani maupun rohaninya. Narnun tidak demikian halnya dalam peradilan tindak pidana korupsi yang sejak awal persidangan dapat saja dilakukan oleh majelis hakim tanpa kehadiran terdakwa dengan alasan yang tidak sah sepeti tidak berada pada alamat atau tempat tinggal yang ada atau tidak dapat diketahui dimana keberadaannya lagi atau melarikan diri. Hal ini sesuai dengan Pasal 38 ayat (1) Undang-undang Nornor 31 Tahun 1999 menyebutkan: dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya. Namun kenyataannya bahwa undang-undang tersebut tidak mengatur ketidakhadiran terdakwa di persidangan dengan alasan yang sah atau dapat dipertanggungjawabkan serta dibenarkan oleh hukum seperti terdakwa diketahui alamatnya namun tidak dapat dihadirkan di persidangan dengan alasan sakit. Jadi secara normative berbeda prinsip yang dianut KUHAP dengan Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut teori pembuktian yang berdasarkan undang-undang secara negatif (negatif wettelijke bewijst theories). Pemidanaan didasarkan kepada pembuktian yang berganda (dubbleen grondsIag) yaitu peraturan undang-undang dan pada keyakinan hakim, dan menurut undang undang, dasar keyakinan hakim itu bersumberkan pada peraturan undang-undang.
Berdasarkan teori ini dan dihubungkan dengan judul tulisan ini maka timbul pertanyaan bagaimanakah hakim mendapatkan keyakinan memutus seseorang bersalah atau tidak tanpa kehadiran tcrdakwa di persidangan (in absentia)?
Pokok bahasan dalam penulisan tesis ini akan membahas Peradilan In Absentia Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Terdakwa Tindak Pidana Korupsi dengan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah penerapan hukum acara dalam pemeriksaan peradilan pidana in absentia terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi, bagaimanakah peranan hakim dalam proses pemeriksaan peradilan pidana in absentia, bagaimanakah hambatan yang dihadapi dalam pemeriksaan peradilan pidana in absentia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>