Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120140 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kurnia Dianandari
"Penataan ruang adalah salah satu fungsi pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan secara berjenjang baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Penataan ruang dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat ll. Dalam hal ini di tingkat daerah kebijakan tersebut ditindak lanjuti dengan Peraturan Daerah yang mengatur tentang Rencana Umum Tata Ruang Propinsi. Sejak tahun 1970, sebenarnya Indonesia telah berusaha menyususn suatu Undang-undang Penataan Ruang. Setelah melalui proses panjang dan sulit akhirnya pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 24 tahun 1992. Meskipun demikian berbagai persoalan hukum mengenai kerangka hukum penataan ruang tetap muncul. Persoalan hukum muncul karena kebijakan penataan ruang substansinya terlalu umum, sehingga masih dibutuhkan peraturan-peraturan di bidang lain untuk menunjang pelaksanaan penataan ruang. Selain itu bentuk peraturan perundangan yang berlakt saat ini juga sebenarnya kurang sesuai menurut azas hukum yang ada. Kajian terhadap peraturan penataan ruang kota di Indonesia perlu dilakukan karena sebenarnya banyak kelemahan hukum dalam peraturan untuk penataan ruang, balk Persoalan prosedur hokum penyusunannya maupun persoalan substansi produk hukumnya"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T18900
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahyuni
"Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (UUPR) dalam Pasal 7 ayat (1) UUPR disebutkan bahwa penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya. Dalam hal ini, sempadan sungai termasuk dalam kawasan lindung. Namun dengan banyaknya permukiman disepanjang tepi sungai kota Jakarta, akibat yang ditimbulkan menurunnya kualitas lingkungan pada kawasan daerah aliran sungai serta tepi sungai. Penulisan ini membahas tentang hukum perencanaan tata kota yang berkaitan dengan penataan permukiman di daerah bantaran kali Jakarta Utara, antara lain apakah terdapat harmonisasi dan sinkronisasi hukum dari berbagai regulasi yang berkaitan dengan perencanaan tata kota dalam hal rencana penataan permukiman di daerah bantaran kali kemudian masalahmasalah apa sajakah mengenai hukum dan non hukum yang timbul dalam penataan permukiman di wilayah bantaran kali Jakarta Utara dan bagaimana upaya menyelesaikannya. Berkaitan dengan perencanaan tata kota dalam hal rencana penataan permukiman di daerah bantaran kali Jakarta utara belum dapat dikatakan terdapat keharmonisan dan sinkronisasi hukum. Dalam pelaksanaan penataan ruang berkaitan dengan permukiman di daerah bantaran kali Jakarta Utara mengalami masalah yang cukup pelik karena begitu banyak faktor-faktor yang saling berkaitan tumpang tindih didalamnya. Masalah hukum dan non hukum, mengenai masalah hukum berkaitan dengan lemahnya penegakan hukum, kurangnya profesionalitas aparat penegak hukum, dan kurangnya kesadaran hukum dan budaya hukum masyarakat. Kemudian mengenai masalah non hukum berkaitan dengan masalah kependudukan, permukiman kumuh, pencemaran sungai, banjir. Permukiman sebagai wadah kehidupan manusia bukan hanya menyangkut aspek fisik dan teknis saja tetapi juga aspek-aspek sosial, hukum, ekonormi dan budaya. Upaya yang dilakukan dalam menangani masalah dalam penataan ruang berkatan dengan permukiman di daerah bantaran kali Jakarta Utara, tidaklah mudah sebab antara masalah yang satu dengan yang lainnya saling memiliki keterkaitan. Di butuhkan peran serta yang dilakukan tidak hanya oleh pemerintah tapi juga melibatkan masyarakat dan pihak swasta untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.

According to the law of 24 the year 1992 about space ordering (Penataan Ruang/ UUPR) in paragraph 7 article (1) UUPR, it is mentioned that the main function of space ordering covering patronage region and cultivation. However, because o lot of residences along river side of Jakarta, the environment quality of that region is descending. This paper is about the planning law of city order that related to residences order at flood plain of river in port Jakarta, i.e. is there an harmonizing and synchronizing of law from any regulation that related to the planning law of city order in program of residence order at flood plain of river and then what kind of matters of law and non law that appear in ordering residences at flood plain of river in north Jakarta and what are the solutions. In the case of residence order at flood plain of river in north Jakarta, there is no a harmonized and synchronized of law. There are too many complex factors in giving implementation of residence order at flood plain of river in north Jakarta. In matter of law, less professionalism of the apparatus of law, and less consciousness and culture of law of citizen, become a reason of those factors. In the matter of non law it related to demography, vile residences, soiled river and flood. Residences as place of human living is not just about physically and technically aspect but also is about the aspect of social, law, economy and culture. It is not easy to take in hand the matter of space order that in line with residence at flood plain of river in north Jakarta one problem and another is link to each other. It needs contribution not only from the government but also from community it self and private to give solutions towards those kinds of problems."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Zulkarnain
Malang: Inteligensia Media, 2020
338.927 ZUL k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Penataan ruang yang baik merupakan aspek penting bagi upaya penegakan hukum lingkungan. UU Hukum Lingkungan mengharapkan agar sistem pengaturan ruang dapat juga mengatur hubungan antara berbagai kegiatan dan fungsi mencapai keserasian dan keseimbangan. Ketentuan pasal 10 ayat (3) UULH telah dijabarkan secara rinci di dalam VV 24/1992 tentang Penataan Ruang. VU tersebut diadakan dengan maksud untuk mengatur pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan di lautan dan di udara. Pengelolaan sumber daya alam ini harus dilakukan secara terkoordnasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan berkelanjutan."
Hukum dan Pembangunan, XXVI (6) Desember 1996: 467-473, 1996
HUPE-XXVI-6-Des1996-467
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sugihartoyo
"Reformasi yang terjadi dalam tatanan kehidupan politik dan pemerintahan di Indonesia, yang ditandai dengan Iahirnya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah mendorong beberapa perubahan, diantaranya adalah perubahan pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralistik (Otonomi Daerah).
Penataan ruang yang merupakan produk kebijakan yang dirumuskan di dalam UU No. 24 tahun 1992, menggariskan bahwa rencana tata ruang antar daerah, Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota, dibuat berjenjang hirarkis, rencana di daerah bawahan merupakan penjabaran rencana daerah atasan, implikasinya adalah keterbatasan bagi daerah di bawahnya untuk mengembangkan daerahnya.
Hal semacam ini bertentangan dengan paradigma pada era otonomi saat ini, bahwa dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengganti UU No. 22/1999, daerah mempunyai otonomi penuh untuk mengelola daerahnya untuk mensejahterakan masyarakatnya.
Adanya ketidakkonsistenan antara UU No. 24 Tahun 1992 dengan UU No. 32 Tahun 2004 dalam kegiatan penataan ruang, menyebabkan peranan UU No.24/1992 tentang Penataan ruang tidak akan optimum dan tampaknya perlu ditinjau lagi, mengingat paradigma saat ini berbeda dengan paradigma yang berlaku pada saat UU No. 24/1992 disusun.
Di dalam penataan ruang di daerah, baik kebijakan penataan ruang maupun kebijakan otonomi dengan paradigmanya masing-masing mempunyai implikasi positif dan negatif. Untuk solusi masalah ini, hal-hal yang bersifat positif dari kedua kebijakanlah yang diiadikan prinsip untuk mengakomodasi berbagai kepentingan di daiam penataan ruang.
Mengingat otoritas daerah saat ini, solusi hanya dapat dilakukan dengan prinsip koordinasi untuk memadukan dan mensinkronkan beberapa rencana atau keinginan daerah dalam penataan ruang, terutama daerah yang berbatasan. Implikasi terhadap kebijakan penataan ruang yang dirumuskan di dalam UU 24/1992 adalah perlunya revisi beberapa substansi UU terutama yang paradigmanya masih bersifat sentralistik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satjipto Rahardjo
Bandung: Alumni, 1977
340.115 SAT a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Satjipto Rahardjo
Bandung: Alumni, 1977
340.115 SAT a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Koeswahyono, 1978-
"buku ini membahas tentang terminologi penatagunaan tanah dan ruang dan juga sejarah penatagunaan ruang."
Malang: UB Press, 2012
346.045 598 IMA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hasni
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008
346.044 HAS h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>