Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90758 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lilly Haslinda
"Ruang Lingkup dan Cara penelitian :
Bakteri Wolbachia merupakan bakteri intraseluler yang ditemukan didalam cacing filaria. Sebagai endosimbion, wolbachia berperan dalam patogenesis dan efek samping yang timbul setelah pengobatan anti-filaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat pemberian antibiotik, doksisiklin, terhadap penurunan densitas mikrofilaria Brugia malayi dan efek samping pengobatan DEC. Penelitian ini merupakan suatu uji klinis, sebanyak 161 penderita mikroflaremia Brugia malayi dari daerah endemis filaria di Sulawesi Tengah dan Gorontalo ikut dalam pengobatan. Pasien dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok ( 1 ) 100mg doksisiklinlhari selama 6 minggu dilanjutkan dengan dosis tunggal placebo DEC-Albendazol setelah 4 bulan pengobatan doksisiklin, (2 ) 100mg doksisiklin/hari selama 6 minggu dilanjutkan dengan 6mglicgBB DEC ditambah 400 mg albendazole setelah 4 bulan pengobatan doksisiklin, dan ( 3 ) 100mg placebo doksisiklinlhari selama 6 minggu dilanjutkan dengan 6mg/kgBB DEC ditambah 400 mg albendazol setelah 4 bulan pengobatan doksisiklin. Darah diambil dari semua pasien sebelum dan sesudah pengobatan sampai satu tahun untuk pemeriksaan parasitologis mengetahui densitas mikrofilaria, pemeriksaan biologi molekuler untuk wolbachia dan pemeriksaan serologi dalam hubungannya dengan efek samping.
Hasil: Satu tahun setelah pengobatan densitas mikrofilaria pada ketiga kelompok menurun pada kelompok doksisiklin+pl DEC-albendazol 98%, kelompok kombinasi doksisiklin+DEC-albendazol 99% dan kelompok DEC-albendazol 94%. Perbandingan angka kesembuhan (amikrofilaremi) pada masing-masing kelompok sebagai berikut: 78% (doksisiklin+pI DEC-Albendazol), 91% (doksisiklin+DEC-Albendazol), dan 23% (DEC-Albendazol). Pasien mengalami efek samping setelah pengobatan lebih banyak pada kelompok DEC albendazol dibanding kelompok yang mendapat pengobatan doksisiklin (p=0.000).
Kesimpulan: Doksisiklin memiliki kemampuan yang baik dalam menurunkan mikrofilaria dan efek samping dalam pengobatan DEC-abendazol pada penderita mikrofilaremi Brugia malayi.

Walbachia bacteria are intracellular bacteria Found in filarial worms. As endosyrnbiont bacteria, Wolbachia contribute to pathogenesis and adverse reactions to antifilarial treatment. The aim of the study was to determine the efficacy of the antibiotic, doxycycline, to reduce the microfilarial density as well as the adverse reactions to DEC treatment. This study is a double blind clinical trial. A total of 161 microfilaremic B. Inalayi patients living in Central Sulawesi and Gorontalo provinces participated in the study, Those patients were divided into 3 treatment groups: (1) 100 mg doxycycline/day for 6 weeks followed by a single dose of placebo DEC-Albendazole after 4 months post doxycycline treatment, ( 2 ) 100 mg doxycyclinelday for 6 weeks followed by a single dose of DEC 6mg/kg BW-albendazole 400 mg after 4 months post doxycycline treatment, and ( 3 ) placebo doxycycline/day for 6 weeks followed by a single dose of DEC 6mg/kg BW-albendazole 400mg after 4 months post doxycycline treatment. The blood samples were taken from all patients before and after treatment until 1 year. The samples were tested for the presence of mf, Walbachia DNA and IL6 in relation to adverse reactions of DEC treatment. The result showed that the mf density decreased in all treatment groups after one year post treatment (98% in doxycyclinepl.DEC-albendazole group, 99% in doxycycline-DEC-albendazole group, and 94% in doxycyline-pl.DEC-albendazole) compared to pre treatment. The percentage of cure rate (amicrofilaremic) was higher in the doxycycline treatment groups (78% in doxycyclinepl.DEC-albendazole group, 91% in doxycycline-DEC-albendazole group) compared to the DEC alone (23% in pl. doxycycline-DEC-albendazole). The number of patients experiencing the adverse reactions after DEC treatment was higher in the DEC-albendazole group compared to the doxycycline group (p=0.000). In this study, doxycycline was proved to have a good efficacy in reducing mf density as well as adverse reactions to DEC treatment in microfilaremic Brugia malayi patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilly Haslinda
"Bakteri Wolbachia merupakan bakteri intraseluler yang ditemukan didalam cacing filaria. Sebagai endosimbion, wolbachia berperan dalam patogenesis dan efek samping yang timbul setelah pengobatan anti-filaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat pemberian antibiotik, doksisiklin, terhadap penurunan densitas mikrofilaria Brugia malayi dan efek samping pengobatan DEC. Penelitian ini merupakan suatu uji klinis, sebanyak 161 penderita mikrofilaremia Brugia malayi dari daerah endemis filaria di Sulawesi Tengah dan Gorontalo ikut dalam pengobatan. Pasien dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok ( 1 ) 100mg doksisiklin/hari selama 6 minggu dilanjutkan dengan dosis tunggal placebo DEC-Albendazol setelah 4 bulan pengobatan doksisiklin, ( 2 ) 100mg doksis/klin/hari selama 6 minggu dilanjutkan dengan 6mg/kgBB DEC ditambah 400 mg albendazole setelah 4 bulan pengobatan doksisiklin, dan ( 3 ) 100mg placebo doksisiklin/hari selama 6 minggu dilanjutkan dengan 6mg/kgBB DEC ditambah 400 mg albendazol setelah 4 bulan pengobatan doksisiklin. Darah diambil dari semua pasien sebelum dan sesudah pengobatan sampai satu tahun untuk pemeriksaan parasitologis mengetahui densitas mikrofilaria, pemeriksaan biologi molekuler untuk wolbachia dan pemeriksaan serologi dalam hubungannya dengan efek samping. Satu tahun setelah pengobatan densitas mikrotilaria pada ketiga kelompok menurun pada kelompok doksisikIin+pl DEC-albendazol 98%, kelompok kombinasi doksisiklin+DEC-albendazol 99% dan kelompok DEC-albendazol 94%. Perbandingan angka kesembuhan (amikrohlaremi) pada masing-masing kelompok sebagai berikut: 78% (dokslsiklin+p| DEC-Albendazol), 91% (doksisiklin+DEC-Albendazol), dan 23% (DEC-Albendazol). Pasien mengalami efek samping setelah pengobatan lebih banyak pada kelompok DEC albendazol dibanding kelompok yang mendapat pengobatan doksisiklin (p=0.000). Doksisiklin memiliki kemampuan yang baik dalam menurunkan mikrofilaria dan efek samping dalam pengobatan DEG-abendazol pada penderita mikrofilaremi Brugia malayi.

Wolbachia bacteria are intracellular bacteria found in filarial worms. As endosymbiont bacteria, Wolbachia contribute to pathogenesis and adverse reactions to antifilarial treatment. The aim of the study was to determine the efficacy of the antibiotic, doxycycline, to reduce the microfilarial density as well as the adverse reactions to DEC treatment. This study is a double blind clinical trial. A total of 161 microfilaremie B. malayi patients living in Central Sulawesi and Gorontalo provinces participated in the study. Those patients were divided into 3 treatment groups: ( 1 ) 100 mg doxycycline/day for 6 weeks followed by a single dose of placebo DEC-Albendazole after 4 months post doxycycline treatment, ( 2 ) 100 mg doxycycline/day for 6 weeks followed by a single dose of DEC 6mg/kg BW-albendazele 400 mg after 4 months post doxyeycline treatment, and ( 3 ) placebo doxycycline/day for 6 weeks followed by a single dose of DEC 6mg/kg BW-albendazole 400mg after 4 months post doxycycline treatment. The blood samples were taken from all patients before and after treatment until 1 year. The samples were tested for the presence of mf; Wolbachia DNA and IL6 in relation to adverse reactions of DEC treatment. The result showed that the mf density dcereased in all treatment groups after one year post treatment (98% in dexycycline-pl.DEC-albendazole group, 99% in doxyeycline-DEC-albendazole group, and 94% in doxyeyline-pl.DEC-albendazolc) compared to pre treatment. The percentage of cure rate (amierotilaremie) was higher in the doxyeyeline treatment groups (78% in doxycycline-pl.DEC-albendazole group, 91% in doxycycline-DEC-albendazole group) compared to the DEC alone (23% in pl. doxyeycline~DEC-albendazole). The number of patients experiencing the adverse reactions after DEC treatment was higher in the DEC-albendazole group compared to the doxycycline group (p=0.000). In this study, doxycycline was proved to have a good efficacy in reducing ml' density as well as adverse reactions to DEC treatment in microfilaremic B.malayi patients."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16242
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Eka Putri
"Model epidemik SIR (Susceptible Infected Recovery) diaplikasikan dalam pembentukan model matematika untuk penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan intervensi bakteri Wolbachia pada populasi manusia dan nyamuk yang diasumsikan konstan. Model ini dibuat dengan pendekatan deterministik dengan menggunakan persamaan diferensial biasa berdimensi 9. Kajian analitik dan numerik dalam menentukan titik keseimbangan, basic reproduction number, serta kriteria terjadinya endemik yang bergantung pada beberapa parameter dibahas dalam skripsi ini. Dari kajian analitik diperoleh bahwa kestabilan titik keseimbangan endemik pada model bergantung pada basic reproduction number. Simulasi numerik untuk membandingkan dinamik jumlah manusia dan nyamuk yang terinfeksi pada model deterministik diberikan sebagai pendukung untuk interpretasi model.

The SIR (Susceptible Infected Recovery) epidemic model is applied to create a mathematical model of dengue disease transmission with Wolbachia bacteria in human and mosquitos population. This model is created by deterministic approach using a 9-dimensional ordinary differential system. Analytical and numerical analysis on deciding equilibrium points, basic reproduction number, and criteria of endemic occurrence with depend on some parameters will be discussed in this undergraduate thesis. Based on the analytical analysis, endemic equilibrium of the model is depend on basic reproduction number value. Numerical analysis for comparing the dynamic of infected human and mosquitos values of deterministic model is given to support model interpretation."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64206
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Irfandi
"Demam berdarah dengue masih menjadi masalah penyakit menular hingga saat ini di Indonesia maupun dunia bahkan telah meningkat 30 kali lipat selama 50 tahun terakhir. Untuk itu diperlukan metode pengendalian yang tepat untuk mengatasi masalah penyakit ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak Wolbachia terhadap nyamuk Aedes aegypti, virus Dengue, dan ekologi dengan menggunakan studi literatur dan studi kasus pemanfaatan Wolbachia di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan desain systematic review. Data bersumber pada 5 database jurnal dan laporan perkembangan kegiatan penelitian Eliminate Dengue Project Yogyakarta ditemukan 22 jurnal penelitian yang sesuai kriteria inklusi. Studi ini menemukan dampak Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti mengakibatkan perubahan sifat pada nyamuk. Terhadap virus dengue, Wolbachia mampu memblok virus sehingga virus tertahan di tubuh nyamuk. Sedangkan terhadap ekologi Wolbachia menyebabkan ketidakcocokan sitoplasma sehingga nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia hanya mampu menghasilkan keturunan dengan strain Wolbachia yang sama dan terjadinya perubahan ekosistem. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa Wolbachia berdampak positif terhadap penurunan jumlah virus dalam tubuh nyamuk namun untuk melanjutkan penyebaran Wolbachia di lokasi lain sebaiknya diteliti dampak perubahan ekologi dari lokasi yang telah dilakukannya penyebaran Wolbachia
Dengue hemorrhagic fever is still a problem of infectious disease not only in Indonesia but also in the world and even have increased 30-fold over the last 50 years. It is necessary for appropriate control methods to overcome the problem of this disease. This study aims to analyze the impact of Wolbachia against the mosquito Aedes aegypti, dengue virus, and ecology. This study uses a systematic review of the design. Data sourced at 5 journal databases and reports on the development research activities Eliminate Dengue Project in Yogyakarta discovered 22 research journals that match the criteria of inclusion. The study found the impact of Wolbachia in Aedes aegypti mosquitoes resulted in changes the character. Against dengue virus, Wolbachia is able to block the virus so that the virus retained in the body of the mosquito. While on the ecology of Wolbachia causes cytoplasmic incompatibility so that Aedes aegypti infected can only produce offspring with the same strain of Wolbachia and ecosystem change. The conclusion from this study that Wolbachia have positive impact to reduction virus in the mosquitoe?s body, but to continue the spread of Wolbachia in other locations should examine the impact of ecologycal changes in the site that has done spread of Wolbachia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45629
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zendri Setiawan Dasopang
"

Nyamuk adalah vektor utama dari penyakit yang mengancam jiwa manusia seperti demam berdarah, chikungunya, demam kuning dan Zika. Dalam beberapa tahun terakhir terdapat metode pengendalian penyakit yang disebabkan vektor nyamuk selain penyemprotan pestisida, telah dikembangkan metode baru dengan melepaskan nyamuk pembawa bakteri Wolbachia ke lingkungan untuk menginfeksi populasi nyamuk liar sehingga dapat memutus penularan penyakit. Alternaltif lain yaitu dengan menggunakan biolarvasida untuk membunuh nyamuk. Biolarvasida berasal dari bahan - bahan alami yaitu tumbuhan (nabati) atau dengan pemanfaatan bakteri. Pada skripsi ini, dikonstruksi model pertumbuhan nyamuk dengan intervensi Wolbachia dan biolarvasida. Populasi nyamuk dibagi menjadi dua, yaitu populasi nyamuk yang terinfeksi Wolbachia dan populasi nyamuk sehat. Kajian analitik terkait proses non-dimensionalisasi, eksistensi dan kestabilan titik keseimbangan dilakukan terhadap model. Berdasarkan kajian analitis yang dilakukan, diperoleh empat buah titik keseimbangan yang dimiliki oleh model ini. Beberapa simulasi numerik dilakukan untuk mendukung hasil kajian analitik dan memberikan interpretasi secara visual, salah satunya yaitu simulasi autonomous untuk rasio antara laju kematian nyamuk terinfeksi dengan laju kematian nyamuk sehat (delta>1) menginterpretasikan mampu menurunkan jumlah kedua populasi nyamuk dan juga biolarvasida sehingga dapat berpengaruh besar dalam meminimalkan penyebaran penyakit.

 


Mosquitoes are primary vectors of life-threatening diseases such as dengue fever, chikungunya, yellow fever and Zika. In recent years there are methods of controlling diseases caused by mosquito vectors in addition to spraying pesticides, a new method has been developed by releasing mosquitoes carrying bacteria Wolbachia into the environment to infect wild mosquito populations so as to cut off transmission of disease. Another alternative is to use biolarvicide to kill mosquitoes. Biolarvicide comes from natural ingredients, namely plants (vegetable) or by the use of bacteria. In this thesis, a mosquito growth model is constructed with Wolbachia and biolarvicide intervention. Mosquito population is divided into two, namely infected mosquito population Wolbachia and healthy mosquito population. Analytical studies related to the non-dimensionalization process, the existence and stability of the equilibrium points were carried out on the model. Based on an analytical study that has been carried out, obtained four equilibrium points shown by this model. Some numerical simulations are given to support the results of analytic studies and provide visual interpretation. one of which is autonomous simulation for the ratio between the mortality rate of infected mosquitoes and the mortality rate for healthy mosquitoes (delta>1) interpreted as being able to reduce the number of populations of both mosquitoes and biolarvicides so that it can have a major effect on minimize the spread of disease.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Handajani
"ABSTRAK
Diagnostik filariasis malayi secara konvensional menggunakan darah malam mempunyai kendala. Pemeriksaan darah vena siang hari dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) menunjukkan hasil positif (Tuda,1999), tetapi cara ini mempunyai kendala di lapangan karena penduduk enggan diambil darahnya venanya. Untuk mengatasi kendala tersebut perlu dikembangkan cara diagnosis baru.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi DNA B. malayi pada kertas filter Whatman dengan menggunakan teknik PCR. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan dalam skala laboratorium. Sampel yang digunakan adalah darah manusia sehat dari daerah non-endemis fialariasis dicampur dengan mikrofilaria (mi.) B. malayi yang diisolasi dari cairan infra peritoneal (IP) gerbil positif filaria. Berbagai konsentrasi pengenceran mf yang diuji adalah: 1, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100 mf dalam total volum masing- masing konsentrasi 60 μl campuran darah dan diteteskan pada kertas filter Whatman 3 mm. Dilakukan pula filtrasi cairan IP gerbil untuk membuang semua mikrofilaria yang ada di dalam cairan, lalu diambil 20 μl fitrat tersebut dan dicampur dengan 40 darah manusia sehat dari derah non-endemis filariasis. Kontrol negatif adalah 20 cairan NaCl 0,9% dicampur 40 μ1 darah manusia sehat dari daerah non-endemis filariasis. Filtrat dan kontrol negatif, masing-masing.diteteskan pada kertas filter Whatman. Setelah dilakukan ekstraksi, sebanyak 2 µl supernatan dari tiap-tiap perlakuan tersebut digunakan untuk PCR. Kontrol positif menggunakan 2μl pBma 68. Hasil PCR diamati pada elektroforesis, lalu divisualisasi menggunakan transluminalor dengan sinar UK
Terlihat pita DNA dengan panjang 322 bp dan 644 bp (dimer) pada konsentrasi : 1,5, 10, 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100 mf /60 μl campuran darah serta filtrat cairan IP. Konsentrasi terendah yang dapat terdeteksi adalah 1 mf / 60 μl campuran darah. Teknik PCR dapat mendeteksi adanya DNA B. malayi dalam cairan IP gerbil yang telah difiltrasi.

ABSTRACT
Detection of DNA Brugia malayi on blood dropped on filter paper using Polymerase
Chain Reaction (PCR)
The conventional diagnostic of filariasis malayi using evening blood is handicapped by a certain constraint. The analysis of daytime venous blood using Polymerase Chain Reaction (PCR) shows positive results (Tuda, 1999), but this method confronts field opposition because people are reluctant to surrender their venous blood. To overcome this problem we have to develop a new diagnostic method.
The purpose of this study is to detect DNA B. malayi on Whatman filter paper using PCR technique. This study is a preliminary study in a labolatorium scale. The sample used in the blood of healthy people living in a non-endemic filariasis area, mixed with microfilaria (mf) B. malayi, isolated from filaria positive gerbil intra peritoneal (IP) liquid. Several diluted concentrate tested were: 1, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100 mf, in total volume of each concentrate 60 μl mixed blood, dropped on 3 mm Whatman filter paper. Filtration was conducted on the IP gerbil liquid, in order to get rid of all microfilaria existing in the liquid, after which 20 µl filtrat was taken and mixed with 40 μl healthy people blood from non-endemic filariasis area.
Filtrat and negative control, were dropped on Whatman filter paper. After extraction /isolation process, 2 µl supernatan from each treatment mentioned above were used for PCR. Positive control uses 2 μl pBma 68. The PCR result was scrutinized on electrophoresis, visualized later using transluminator with UV rays.
Observed DNA ribbons of 332 bp and 644 bp (dimmer) length on the concentrate : 1, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100 mf / 60 μl mixed blood and filtrate liquid IP. The lowest concentration that could be detected was 1 mf / 60 μl mixed blood. Thus the PCR technique was able to detect the existence of DNA B. malayi on the gerbil IP liquid that has been filtrated."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Upiek Ngesti Wibawaning Astuti
"Ruang lingkup dan cara penelitian.
Pemeriksaan larva B. malayi pada nyamuk secara konvensional (mikroskopis) banyak terdapat hambatan, antara lain nyamuk yang ditangkap harus langsung dibedah, memerlukan waktu yang lama, dan tidak spesifik karena larva dalam nyamuk sukar diidentifikasi terutama bila kepadatan larva dalam nyamuk rendah. Mengingat adanya kendala tersebut dikembangkan cara pemeriksaan nyamuk yang lebih cepat dan mudah yaitu melalui pendekatan biologi molekuler dengan Polymerase-chain reaction (PCR). Cara. PCR ini belum digunakan di lapangan sebagaimana cara mikroskopis. Berdasarkan hal diatas timbul pertanyaan apakah cara PCR dapat mendeteksi larva pada nyamuk dari lapangan. Penilaian angka prevalensi dan densitas mikrofilaria pada penduduk dilakukan berdasarkan pemeriksaan darah tebal (20ml). Proporsi infeksi pada nyamuk dihitung berdasarkan pemeriksaan sebagian sampel nyamuk langsung di lapangan dan cara PCR dilakukan di laboratorium terhadap sebagian sampel nyamuk yang disimpan dalam tabung yang mengandung silika.
Hasil dan Kesimpulan
Hasil pemeriksaan mikrofilaria B. malayi darah-malam penduduk menunjukkan prevalensi 18,3% untuk Desa Rogo dan 5,8% untuk Desa Mahoni. Hasil pemeriksaan nyamuk dengan cara mikroskopis di Desa Rogo adalah 2,6% dan Desa Mahoni adalah 1,1%. Pada pemeriksaan nyamuk secara PCR di Desa Rogo adalah 11,2% dan Desa Mahoni 3,2% positif mengandung DNA larva B. malayi. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan sangat bermakna (X2 = 22,24; P-values=0,001) antara Desa Rogo dan Desa Mahoni untuk pemeriksaan darah-malam penduduk, dengan densitas rata-rata 15,89 untuk Desa Rogo, sedang Desa Mahoni densitas rata-ratanya adalah 6,17. Hasil pemeriksaan nyamuk secara mikroskopis antara kedua Desa tidak menunjukkan perbedaan bermakna, namun pada pemeriksaan nyamuk secara PCR menunjukkan perbedaan bermakna (X2 = 4,74; P-values= 0,029). Perbedaan bermakna ditunjukkan antara cara mikroskopis dan cara PCR (X2 = 6,35; P-values-0,01), dan cara PCR memberikan nilai proporsi positif lebih tinggi yaitu 7,62% sedang cara mikroskopis adalah 1,90%, sehingga cara PCR dapat mendeteksi larva di dalam nyamuk lebih baik dari cara mikroskopis."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taniawati Supali
"ABSTRAK
Penelitian respon imun terhadap larva stadium empat (L4) jarang dilakukan. Hal ini disebabkan sulitnya mendapatkan materi larva stadium empat yang cukup untuk pembuatan antigen.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan larva stadium empat (L4) pada kultur in vitro dengan menggunakan candle jar sebagai pengganti inkubator C02.
Larva infektif (larva stadium tiga) Brugia malayi berhasil dikultur in vitro menjadi larva stadium empat dalam medium NCTC 135 dan lstove's modified Dulbeccos yang diperkaya dengan 10% serum manusia selama 3 minggu. Larva infektif dikultur dalam candle jar dan diinkubasi pada suhu 37C.
Pada kultur in vitro dengan candle jar 52,99% larva infektif menjadi larva stadium empat; sedangkan dengan Cara in vivo pada mongolian jird hanya 10,8% dan larva infektif menjadi larva stadium empat dan perbedaan ini adalah bermakna ( Uji t, p < 0,001).

ABSTRACT
Immunological studies against the fourth stage larvae (L,4) are still scarce because it is difficult to collect enough L4 material produced in vivo for antigen.
The aim of this study is to produce the fourth stage larvae (L4) of B. malayi by using in vitro culture in candle jar.
Third stage larvae of Brugia Malayi has been successfully molted into fourth stage larvae in an in vitro culture medium composed of NCTC 135 and Iscove's modified Dulbecco's supplemented with 10% human serum for 3 weeks. The in vitro culture was done in a candle jar and incubated at 37C.
Of the infective larvae 52.99 % transformed into fourth stage larvae in an in vitro culture by mean of candle jar whereas only 10.8% of the infective larvae transformed into fourth stage larvae in in vivo using mongolian jird and this result differed significantly (t test, p < 0.001)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Filiariasis limfatik adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh parasit Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Diagnosis secara mikroskopis dengan menemukan mikrofilaria dalam darah mempunyai sensitifitas yang rendah terhadap penderita infeksi ringan, kronis, maupun pada occult filariasis. PCR merupakan metode invitro untuk mengamplifikasi DNA spesifik secara enzimatik. Disimpulkan bahwa teknik amplifikasi Hha 1 dengan PCR dapat digunakan sebagai alternatif dalam diagnosis filaria Brugia maupun deteksi larva filaria Brugia dalam nyamuk vektor untuk kepentingan epidemiologi."
MPARIN 9 (1-2) 1996
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rusli Muljono
"ABSTRAK
Salah satu cara untuk mengekstraksi DNA Brugia malayi adalah menggunakan kit yang lebih sederhana dan lebih cepat dibandingkan dengan teknik ekstraksi fenol,
Pada 15 ekor cacing dewasa B.malayi hasil pembiakan dalam gerbil dilakukan ekstraksi DNA dengan menggunakan kit dan metode ekstraksi fenol yang lebih rumit. Pada teknik ekstraksi dengan kit ternyata tidak diperoleh DNA, sedangkan pada ekstraksi fenol diperoleh DNA sejumlah 100 µg/ml yang terlihat sebagai pita 322 bp pada elektroforesis.
Disimpulkan bahwa teknik ekstraksi fenol lebih bailk hasilnya dibandingkan dengan kit karena pemakaian fenol yang lebih sering sehingga lebih banyak DNA yang dapat terekstraksi.

ABSTRACT
Comparison Of DNA Extraction Result from Brugia malayi by using Kit and by using Phenol Extraction Method
One of several ways to extract the Brugia malayi DNA is to use a kit which is more simple and take a shorter time compared to the phenol extraction technique.
DNA extraction by using kit and by using phenol extraction method were done on 15 adult worms of B. malayi which had been cultured in gerbil.
No DNA was extracted by using the kit; whereas 100 µg/ml DNA was obtained by using phenol extraction method. The DNA was seen as a 322 bp band on electrophoresis.
It was concluded that the phenol extraction method result was superior to the result of extraction by using kit, because by using phenol more frequently more DNA would be extracted.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>