Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54722 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fauzia Madona
"Tujuan: Membandingkan efek pemberian suplementasi vitamin C dan plasebo terhadap ketebalan komea pasca fakoemulsifikasi.
Metode: Eksperimental tersamar ganda, 32 penderita katarak densitas 3-4 yang akan menjalani prosedur fakoemulsifikasi dibagi menjadi 2 kelompok. Pasien perlakuan mendapatkan suplementasi vitamin C 1x500 mg/hari peroral 1 selama satu minggu sebelum operasi, 1 g intravena begitu selesai operasi dan 2x500 mglhari peroral (diminum setelah makan) selama 1 minggu pasca operasi sedangkan kelompok kontrol mendapatkan kapsul plasebo lx1 peroral 1 satu minggu sebelum operasi dan 2x1 peroral selama I minggu pasca operasi.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna ketebalan komea dan nilai suar antara kelompok perlakuan dibandingkan kelompok plasebo pada hari pertama dan ketujuh pasca operasi (p>0,05). Terjadi penurunan ketebalan kornea yang cukup signifikan dari hari pertama ke hari ketujuh pada kelompok vitamin C (p=0,029). Jumlah suar cenderung menetap di hari ketujuh pada kelompok vitamin C dan meningkat pada kelompok kontrol. Namun perubahan ini tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05).
Kesimpulan: Pemberian vitamin C secara sistemik tidak memiliki dampak terhadap ketebalan kornea pada hari pertama pasca fakoemulsifikasi. Suplementasi vitamin C mempercepat pemulihan ketebalan kornea pada had ketujuh pasca fakoemulsifikasi.

Objective: To evaluate the effect of vitamin C supplementation on corneal thickness after phacoemulsification.
Method: Double masked, prospective, randomized clinical trial of 32 patients with grade III-IV cataract. Patient divided into two groups. Subject group received a single dose of 500 mg vitamin C daily orally one week before phacoemulsification were done, I g vitamin C soon after operation finished and 500 mg vitamin C twice daily one week after operation. Control group received the placebo capsule once daily a week before operation and twice daily one week after surgery.
Result: Corneal thickness and flare measurement between two groups demonstrated no statistical difference at first and seventh day. In subject group, there was slightly significant decrease of corneal thickness at first 7 days (p=0,029). Flare tended to be stable in subject group and seemed to increase in control group. But this differences was not significant (p>0.05).
Conclusion: Supplementation of vitamin C has not showed any influence to corneal thickness at one day after surgery. Vitamin C supplementation seemed to facilitate recovery of corneal thickness at seventh day after surgery.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Junita
"Tujuan: Evaluasi pengaruh penggunaan cairan irigasi dingin pada fakoemulsifikasi terhadap ketebalan kornea dan jumlah suar bilik mata depan pasca bedah.
Tempat: Perjan Rumah Sakit Ciptomangunkusumo dan Jakarta Eye Center, Jakarta. Bahan dan cara: Prospektif, tersamar ganda, randomisasi pada 33 mata katarak senilis gradasi 3-4. Dilakukan fakoemulsifikasi menggunakan BSS® 10°C (n=16) atau BSS® suhu karnar (n=17) dengan prosedur dan terapi pasca bedah yang sama. Pra bedah, pasca bedah hart pertama dan hari ke-7 dilakukan pengukuran ketebalan komea, jumlah suar dan tekanan intraokular, masing-masing dengan OrbscanTM, laser flare-meter Kowa FM-500, dan tonometer non-kontak. Parameter intrabedah; waktu fako efektif (EPT) dan besarnya tenaga ultrasonik(UIS) direkam dalam mesin fako. Subjek yang mengalami komplikasi intrabedah maupun pasca bedah dikeluarkan dari penelitian.
Hasil: Prabedah kedua kelompok memiliki karakteristik yang setara pada umur, gradasi katarak, ketebalan kornea, jumlah suar dan TIO. Tidal( terdapat perbedaan bermakna pada E. dan U/S. Fasca bedah hari pertama, ketebalan kornea pada kelompok BSSQ dingin 548,87±48,31}im, pada kelompok BSS® suhu kamar 582,47±35,48p.m (p0,022). Ketebalan kornea hari ke-7 tidak berbeda bermakna. Tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah soar sampai tindak lanjut hari ke-7, namun peningkatan jumlah suar pada kelompok BSS® dingin lebih sedikit dan telah mencapai nilai prabedah pada hari ke-7. Hasil pengukuran tekanan intraokular sesuai dengan pengukuran ketebalan kornea.
Simpulan: Cairan irigasi dingin dapat mempertahankan fungsi endotel komea dan stabilitas sawar darah akuos, sehingga menghambat penambahan ketebalan kornea dan jumlah suar di bilik mata depan pasca fakoemulsifikasi.

Purpose: To evaluate the effect of cooled intraocular irrigating solution during phacoemulsification on postoperative central corneal thickness (CCT) and anterior chamber flare (AC flare).
Setting: Cipto Mangunkusumo Hospital and Jakarta Eye Center, Jakarta
Methods: In a prospective, double masked, randomized study, 33 eyes of third and fourth grade density cataract had phacoemulsification with irrigating solutions cooled to approximately 10°C (n=16) or at room temperature (n=17). Surgical procedure and postoperative therapy were otherwise identical in both groups. lntraoperative parameters; effective phaco time (EPT) and ultrasound energy (U/S) were recorded by phaco machine. Postoperative CCT, AC flare and intraocular pressure (IOP) were assessed respectively with Orbscan pachymetry, Kowa FM-500 laser flare-meter and non-contact tonometry on days 1 and 7. Complicated cases were excluded.
Results: Both groups were well matched characteristic in age, cataract density, preoperative CCT, AC flare and IOP. Intraoperative parameters were not different significantly. C.1the first postoperative day, CCT (cooled irrigation 548,87±48,31µm, control 582,47±35,48µm; p0,022) was significantly lower in the group with cooled irrigating solution. There was no significant difference in CCT on the 7th postoperative day. Despite no significant between-group difference in AC flare on any postoperative days, AC flare was lower in the group with cooled irrigating solution. Intraocular pressure measurement was well related to corneal thickness.
Conclusions: Cooled intraocular irrigating solution preserved corneal endothelial function and blood aquas barrier, showed with reducing immediate postoperative CCT and AC flare.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21398
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Dhirayati Sudarmadji
"ABSTRAK
Tujuan utama suatu pembedahan katarak adalah untuk mengembalikan penglihatan penderita seoptimal mungkin. Dengan berkembangnya teknik bedah mikro katarak serta makin majunya cara-cara mengatasi komplikasi bedah katarak, maka komplikasi pembedahan sudah banyak berkurang, sehingga perhatian para ahli bedah katarak mulai beralih pada masalah kelainan refraksi yang ditimbulkan pasca bedah.

Kelainan refraksi yang seringkali terjadi pasca bedah katarak adalah timbulnya astigmatisme yang tinggi sehingga rehabilitasi penglihatan pada mata afakia dengan kaca mata atau lensa kontak tidak dapat secepatnya terpenuhi.

Jaffe (1984) telah menjabarkan patofisiologi dan faktor-faktor penyebab astigmatisme pasca bedah katarak. Namun tetap terdapat kesulitan untuk mengurangi astigmatisme pasca bedah karena kurangnya pengetahuan bagaimana kurvatura kornea berubah dengan berselangnya waktu. Rowan dan Thygeson (dikutip dari 2) mendapatkan rata-rata pengurangan astigmatisme sebesar 2.5 Dioptri pada 79 penderita 6 minggu pasca bedah katarak, namun hubungan antara astigmatisme anal pasca bedah dan astigmatisme akhir sulit dicari. Disebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kurvatura kornea pada bedah katarak, di antaranya: (a) letak, luas dan bentuk insisi katarak, (b) jenis benang penutup luka dan (e) teknik penjahitan luka katarak (1-9).

Reading (1964) menganalisa besar dan lama perubahan kurvatura kornea pada kasus EKIK dengan insisi katarak yang besar dan kecil, yang dijahit dengan jahitan terputus. Dikatakan bahwa perubahan klasik astigmatisme pasca bedah berupa memendeknya radius kurvatura horisontal dan memanjangnya radius kurvatura vertikal terjadi pada 6.5% segera pasca bedah dan 42.3% pada bulan pertama pasca bedah. Perubahan rata-rata radius kurvatura horisontal pada penderita dengan insisi katarak yang besar berbeda bermakna antara pra bedah dan pasca bedah terutama pada bulan pertama. Singh dan Kumar (1976) meneliti perubahan keratometrik pasca bedah katarak yang dijahit dengan jahitan preplaced dan postplaced. Dikatakan bahwa pada minggu ke enam, hampir seluruh kasus mengalami perubahan berupa pendataran kurvatura terpendek dan pencembungan kurvatura terpanjang, serta astigmatisme yang terjadi dalam waktu tersebut kebanyakan mengarah ke astigmatisme yang tidak lazim.

Faktor teknik penjahitan luka katarak mempunyai mempunyai peranan yang berarti terhadap terjadinya perubahan kurvatura kornea pasca bedah. Aposisi luka yang baik setelah penjahitan akan mempercepat proses penyembuhan sehingga diharapkan kurvatura kornea tidak banyak berubah lagi. Beberapa teknik penjahitan luka katarak telah diperkenalkan oleh para ahli bedah mata, di antaranya penjahitan secara terputus (interrupted) dan jelujur (continuous). Jahitan jelujur dapat satu arah atau bolak-balik (jahitan tali sepatu) (1). Masingmasing cara penjahitan ini mempunyai keunggulan dan kerugian.

Teknik penjahitan terputus merupakan cara penjahitan yang sering dipakai karena teknik ini cukup mudah, kemungkinan penyebaran infeksi ke sepanjang luka kecil serta bila satu simpul terputus atau longgar, tidak akan segera menyebabkan terbukanya seluruh luka (10). Namun usaha untuk mengurangi perubahan kurvatura kornea dengan penjahitan seperti ini lebih sulit dilakukan karena kekuatan masing-masing jahitan seringkali berbeda pada tiap meridian kornea (8).

"
Lengkap +
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nashrul Ihsan
"ABSTRAK
Tujuan Untuk mengetahui perbadingan efektivitas dan keamanan antara fakoemulsifikasi torsional dan transversal menggunakan parameter phaco time dan perubahan sel endotel dan ketebalan kornea sentral Metode Penelitian prospektif menggunakan katarak senilis NO 3 4 LOCS III yang dilakukan randomisasi menjadi dua kelompok torsional Ozil IP dan transversal Ellips FX Keluaran primer berupa phaco time sel endotel kornea ketebalan kornea sentral tajam penglihatan terkoreksi pada hari pertama ketujuh dan ke 30 pasca operasi Hasil Penelitian ini menggunakan 61 pasient Karakteristik dasar setara dan dapat dibandingkan Phaco time torsional CDE memiliki nilai kecil hingga hanya 1 3 phaco time transversal EFX Penurunan ECD kelompok torsional 7 9 dan kelompok transversal 8 9 Tidak ada perbedaan bermakna pada perubahan ECD dan CCT antara fakoemulsifikasi torsional dan transversal Simpulan Efektivitas dan keamanan kedua mesin fakoemulsifikasi torsional dan transversal tidak berbeda signifikan.

ABSTRACT
Purpose To compare the effectivity and safety between torsional and transversal phacoemulsification using intraoperative parameter phaco time and postoperative parameter endothelial cells and central corneal thickness changesMethods This prospective study with senile cataract eyes NO 3 4 LOCS III which randomized to have phacoemulsification using torsional Ozil IP or transversal Ellips FX Primary outcomes were phaco time endothelial cell density ECD central corneal thickness CCT corrected distance visual acuity with 1 7 and 30 days after phacoemulsificationResults The study included 61 patients Baseline characteristic were comparable The phaco time torsional CDE only one third of phaco time transversal EFX The results of the percentage of ECD loss were 7 9 in torsional and 8 9 in transversal No difference in ECD and CCT changes between torsional and transversal statistically Conclusions The effectivity and safety of torsional and transversal phacoemulsification did not differ significantly.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, [2016;2016, 2016]
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsubrin Daramin
"Katarak adalah suatu keadaan patologis dimana pada lensa terjadi kekeruhan yang dapat berakibat menurunnya tajam penglihatan bahkan dapat menimbulkan kebutaan. Kebutaan yang disebabkan oleh katarak ini tak dapat dicegah akan tetapi dapat ditanggulangi dengan bedah katarak.
Di RSCM pada penderita-penderita pasca bedah katarak lazimnya diberikan steroid topikal dengan frekuensi penetesan umumnya 3 kali. Hal ini bukan tidak mungkin akan membuka peluang terhadap pemakaian dalam jangka waktu lama dengan segala akibat yang dapat ditimbulkannya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh steroid topikal terhadap edema kornea pasca bedah katarak serta lama pemakaiannya."
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1989
T58495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Dhita Alfara
"ABSTRAK
Tujuan
Mengetahui pengaruh suplementasi vitamin C 1000 mg i.v dan E 400 mg oral selama empat hari berturut-turut terhadap kadar malondialdehid (MDA) plasma. sebagai penanda stres oksidatif pada penderita luka bakar sedang berat.
Penelitian ini merupakan one group pre post tes yang memberikan suplementasi vitamin C t 000 mg i.v dan vitamin E 400 mg oral yang pada 13 subyek penelitian yaitu penderita luka bakar kategorl sedang berat dengan luas luka bakar kurang dari 60%, yang dirawat di Unit Luka Bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Data diperoleh melalui wawancara, rekam medik, pengukuran antropometri analisis asupan menggunakan metode food record, dan pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan kadar vitamin C, E serum dan MDA plasma pada sebelum dan setelah suplementasi. Analisis data untuk data berpasangan menggunakan uji t berpasangan dan uji Wilcoxon, sedangkan untuk dua kelompok tidak berpasangan menggunakan uji Mann Whitney. Batas kemaknaan pada penelitian ini ada1ah 5o/a.
Sebanyak 13 orang subyek penelitian, terdiri dari perempuan 53.85o/o, dengan median usia 32 (18 55) subyek memiliki status gizi normal (61.54%), Median luas Juka bakar adalah 22 (5-57)%, dengan kasus terbanyak adalah luka bakar berat (61.50%), dan penyebab terbanyak adalah api (76.9%). Kadar vitamin C pasca suplementasi menga!ami sedikit peningkatan yang tidak bermakna. Kadar vitamin E subyek penelitian meningkat bermakna (p=0,016) pasca suplementasi, walaupun masih dalam kategori rendah. Kadar MDA pasca supiementasi mengalami penurunan bermakna(p=O,Ol9).
"
Lengkap +
2009
T31989
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rikawati
"Mengetahui pcngaruh pemberian kombinasi suplementasi vitamin E dan C terhadap peroksidasi lipid pada usila dengan hiperkolesterolemia. Penelitian uji klinis paralel, tertutup timggai, alokasi acak, untuk membandingkan kadar malondialdehida usila 2,60 tahun dengan hiperkolesterolemia yang mendapatkan kombinasi supiementasi vitamin E 400 IU dan vitamin C 500 mg, masing~masing sebutir sehari selama 45 hari dengan kelompok yang mendapat vitamin E 400 IU dan plascbo.Terdapat 42 subyek penelitian yang berasal dari Yayasan Kebagusan, Yayasan Yasni, dan Yayasan Yakin, Pasar Minggu Jakarta Selatan yang dibagi menjadi dua kelompok masing-masing berjumlah 21 orang. Data yang diambil adalah : data dcmograti, antropometzi, data asupan makanan pada minggu pertama, ketiga dan ketujuh, kadar kolesterol LDL dan MDA plasma sebelum dan sesudah perlakuan. Uji statistik yang digunakan adalah uji t-tidak bezpasangan bila distribusi nonnal dan uji Manmwhimey bila distribusi tidak normal dengan tingkat kemaknaan p<0.05.
Sebanyak 20 subyek penelitian dad masing-masing kelompok yang dapat mengikuti penelitian sampai sclesai. Sebelum perlakuan, nilai median kadar kolesterol LDL kelompolc vitamin E+plasebo dan vitamin E+C masing- masing adalah I46.50(l30-190) mg/dL dan 146.50(l3I-196) mg/dL. Setelah 45 hari perlakuan, rerata kadar kolesterol LDL kelompok vitamin E4-plasebo (151.9.+:2.2.l mg/dl.) meningkat sedangkan kelompok vitamin B+-C (l46.8i28.21 mg/dL) menurun. Sebelum p¢rIakuan, nilai median kadar MDA plasma kelornpok vitamin E+plasebo dan rerata kadar MDA plasma kelompok vitamin E4-C masing-masing adalah 2.63(l.92-4.42) nmol/ml., dan 3.03:l:0.62 nmol/mL. Setelah 45 haii pcrlakuan rerata kadar MDA plasma kedua keiompok menunm menjadi 2.30i0.67 nmol/mL (p<0.01) pada kelompok vitamin E+plasebo dan 28810.88 nmol/mL (p=0.36) untuk kelompok vitamin E+C. Penurunan kadar MDA plasma kelompok vitamin E+plasebo lcbih besar (-0.5:!:0.55 nmol/mL) daripada kelompok vitamin E+C (-0.28(l.31-1.63) nmol/mL), tetapi dcngan uji statislik terhadap kedua nilai tersebut, tidalc berbeda bcrma!ma(p=0.09). Pembenan kombinasi vitamin E dan vitamin C pada usila dengan hiperkolesternlemia tidak dapat rnenurunkan kadar MDA plasma lcbih besar dibandingl-can dengan hanya pemberian vitamin E.

This parallel, single blind, randomization clinical trial purpose was to compare plasma malondyaldehydc level in hypercholesterolemic elderly aged more than 60 years old. Forty two people from Yayasan Kebagusan, Yayasan Yasni and Yayasan Yakin, Pasar Minggu, South Jakarta which participated the study, were divided into two groups. Twenty one elderly were supplemented with 400 IU vitamin E and 500 mg vitamin C for 45 consecutive days, while the other group was supplemented with 400 IU vitamin E and placebo. The data of demographic, anthropometric, food intake in the first, third and seventh weeks, plasma LDL and MDA levels before and alter period were taken. Statistical analyzes was performed by SPSS 11.5.
Twenty people for each group had followed the study until the end of period. Before study, LDL cholesterol median for vitamin E + placebo group and vitamin E+C group were 146.50(l30-190) mg/dL and l46.50( 130-190) mg/dL respectively. Alter 45 of days treatment, there was an increase in mean LDL cholesterol in vitamin E + placebo group 15l.9i22.1 mg/dL while in vitamin E+C group was decreased to l46.8:l:28.2l mg/dl Before study, plasma MDA level in vitamin E + placebo group and vitamin E+C group were 2.63(l.92-4.42) and 3.031052 nmol/mL, respectively. After 45 days, mean MDA plasma in vitamin E + placebo group was 2.30i0.67 nmol/mL (p<0.01) and was 2.881088 nmol/ml.. (p=0.36) in vitamin E+C group. The decreased on plasma MDA levels in vitamin E+placebo group was higher (-0,510.55 nmol/mL) than vitamin E+C (-0.28(1.3l-1.63) nmol/mL), but statistical test showed not significant different between both group (p=0.09). Combined supplementation vitamin E and vitamin C in hypercholesterolemic elderly couldnot decrease plasma MDA higher than supplementation of vitamin E alone.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32064
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marya Warascesaria Haryono
"Tujuan penelitian ini adalah menilai kadar GSH plasma setelah suplementasi vitamin C 1000 mg intravena dan 400 mg vitamin E secara oral selama empat hari berturut-turut pada luka bakar sedang berat. Penelitian eksperimen ini dengan satu kelompok pre-post test dengan usia 18-59% tahun pada kasus luka bakar sedang berat kurang dari 60%. Dari 16 kasus yang memenuhi kriteria, diperoleh 12 kasus sebagai subjek penelitian sesuai dengan sampel yang diharapkan. Penyebab luka bakar terbanyak adalah api (75%) dan sebagian besar subyek memiiiki BMI (67%) dengan rata-ma 22,04 i 1,89 kg/mz. Kam vitamin C sebelum suplementasi adalah l7,79(10,l6-32,88)pmol I L dan sesudah suplemcntasi adalah 18,33(9,l0-37,02) pmol I L (p = 0,239). Niiai rata-rata serum kadar vitamin E meningkat signitikan, yaitu 9,06 1 1,56 nmol / L sebelum supiementasi dan 15,50 (6,28~27,17) pmol / L setelah suplementasi (p = 0,019). Nilai rata-rata dan kisaran kadar GSH plasma sebelum suplementasi adalah 0,54:t0,ll pg / mL. Nilai rata~rata tingkat GSH setelah suplemen adalah 1,07 (0,94-l,68) pg / mL. Ini menunjukkan bahwa suplcmcntasi vitamin C dan vitamin E bisa meningkatkan kadar GSH secara signifikan (p = 0,002). Terdapat perbedaan yang sigfinikan pada perubahan kadar vitamin C, vitamin E, dan GSH sebelum dan sesudah perlakuan antara luka bakar sedang dan luka bakar berat.

The aimed of the study is to assess the levels of GSH after supplementation of vitamin C 1000 mg iv and 400 mg vitamin E orally for four consecutive days on a moderate to severe bums. This experimental studies with one group pre-post test involved 18-59% years aged patients with moderate to severe burns less than 60%. From I6 cases required the criteria., there were 12 cases as the subject of research in accordance with the expected sample. The most causes of bums is Ere (75%) and most of subjects have a normal BMI (67%) with average 22.04 i 1.89 kg /mz. Median value of vitamin C levels before supplementation was l7.79(l0.I6-3288) pmol/L and after supplementation was l8.33(9.l0-37.02) |imolfL (p= 0239). Average value of serum vitamin E levels increased significantly, which are 9.06 -L 1.56 pmol/L before supplementation and l5.50(6.28-2'/.l7) nmol/I. alter supplementation (p= 0.0l9). Median value and range of plasma GSH levels before supplementation was 0.540.ll pg,lmL. Median value of GSH levels after supplementation was l.07 (0.94-1.68) ug/mL. This is show that the supplementation of vitamin C and vitamin E may increased GSH levels significantly (p = 0.002). There were no significant differences in changes in levels of vitamin C, vitamin E, and GSH before and after treatment among the study subjects with moderate and severe bums."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T32316
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Dhita Alfara
"Mengetahui pengaruh suplementasi vitamin C 1000 mg i.v dan E 400 mg oral selama empat hari berturut-turut terhadap kadar malondialdehid (MDA) plasma, sebagai penanda stres oksidatif pada penderita luka bakar sedang berat.
Penelitian ini merupakan one group pre post test, yang memberikan suplementasi vitamin C 1000 mg i.v dan vitamin E 400 mg oral yang pada 13 subyek penclitian, yaitu penderita luka bakar kategori sedang berat dengan tuas luka bakar kurang dari 60%, yang dirawat di Unit Luka Bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Data diperoleh melalui wawancara, rekam medik, pengukuran antropometri, analisis asupan menggunakan metodefood record, dan pemeriksaan laboratorium. berupa pemeriksaan kadar vitamin Ct E serum dan MDA plasma pada sebeium dan setelah suplementasi. Analisis data untuk data berpasangan menggunakan uji t berpasangan dan uji Wileoxon, sedangkan untuk dua kelompok tidak berpasangan menggunakan uji Mann Whitney. Batas kemaknaan pada penelitian ini adalah 5%.
Sebanyak 13 orang subyek penelitian~ terdiri dari perempuan 53,85%, dengan median usia 32 (18-55) tahun, sebagian besar subyek memiliki status gizi normal (61.54%). Median luas luka bakar adalah 22 (5-57)"/o, dengan kasus terbanyak adalah luka bakar berat (61.50%), dan penyebab terbanyak adalah api (76.9%). Kadar vitamin C pasca suplementasi mengalami sedikit peningkatan yang tidak bennakna. Kadar vitamin E subyek penelitian meningkat bermakna (p=O,Ol6) pasea suplementasi, walaupun masih dalam kategori rendah. Kadar MDA pada suplementasi mengalami penurunan bermakna W'(l,O 19).
Simpulan: Terdapat penurunan bermakna kadar MDA plasma pada subyek penelitian setelah suplementasi vitamin C 1000 mg i.v dan vitamin E 400 mg oral selama empat hari.

To study the effect of vitamin C 1000 mg i.v and E 400 mg oral supplementation on plasma malondialdehyde level as parameter of oxidative stress in bum patients.
This study was a one group pre post test that gave i.v 1000 mg vitamin C and omi 400 mg vitamin E supplementations to thirteen moderate-severe bum patient$. with percentage of bum less than 60%, in burn unit Cipto Mangunkusurno HospitaL Data were collected using questionnaire, medical record, anthropometric measurement. dietary assessment using four consecutive days food record. Laboratory test for serum vitamin C, B and plasma malondialdehyde levels were evaluated before and after supplementations. Differences in mean values were assessed by paired t-test for normal distribution data or Wilcoxon fur the not normal distribution. Mann Whitney was used for unpaired data. Values of p < O~OS were considered to indicate statistical significance.
Results Among thirteen subjects. seven (53.80%) subjects were female, median of age 32 (18-55) years. Body mass indek in most subjects (61.54%) were categorized as normal. The median percentages of bum injury 22 (5-51)%, and the frequency of severe bum was 61.50%, while the most cause of bum was flame (76,9%). Level of vitamin C after treatment was increased, but not significant. Level of vitamin E after treatment was significantly increased (p=O,Ol6). Level of MDA after supplementation significantly reduced (Jl 0,0l9).
Conclusion There was significantly reduced of level plasma MDA after four days vitamin CIOOO mg i.v danE 400 mg oral supplementations.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32803
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marya Warascesaria Haryono
"Tujuan penelitian ini adalah menilai kadar GSH plasma setelah suplementasi vitamin C 1000 mg intravena dan 400 mg vitamin E secara oral selama empat hari berturut-turut pada luka bakar sedang berat. Penelitian eksperimen ini dengan satu kelompok pre-post test dengan usia 18-59% tahun pada kasus luka bakar sedang berat kurang dari 60%. Dari 16 kasus yang memenuhi kriteria, diperoleh 12 kasus sehagai subjek penelitian sesuai dengan sampel yang diharapkan. Penyebab luka bakar terbanyak adalah api (75%) dan sebagian besar subyek menriliki BMI nonnal (67%) dengan rata-rata 22,04 ± 1,89 kglm2 ? Kadar vitamin C sebelurn suplementasi adalah 17,79(10,16-32,88)p.mol/L dan sesudah suplementasi adalah 18,33(9,10-37,02) p.mol/ L (p = 0,239), Nilai rata-rata serum kadar vitamin E meningkat signifikan, yaitu 9,06 ± 1,56 p.mol I L sebelurn suplementasi dan 15,50 (6,28-27,17) p.mol/L setelah suplementasi (p = 0,019). Nilai rata-rata dan kisaran kadar GSH plasma sebelum suplementasi adalah 0,54±0,11 Jlll I mL, Nilai rata-rata tingkat GSH setelah suplemen adalah l ,07 (0,94-1,68) g /mL.lni menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C dan vitamin E bisa meningkatkan kadar GSH secara signifikan (p = 0,002). Terdapat perbedaan yang signifikan pada perubahan kadar vitamin C, vitamin E, dan GSH sebelum dan sesudah perlakuan antara luka bakar sedang dan luka bakar berat.

The aimed of the study is to assess the levels of GSH after supplementation of vitamin C 1000 mg iv and 400 mg vitamin E orally for four consecutive days on a moderate to severe bums. This experimental studies with one group pre-post test involved 18-590/o years aged patients with moderate to severe burns less than 60%, From 16 cases required the criteria, there were 12 cases as the subject of research in accordance with the expected sample. The most causes of burns is fire (75%) and most of subjects have a nominal BMl (67%) with average 22.04 ± 1.89 kg /m2 ? Median value of vitamin C levels before supplementation was 17.79(10.16-32.88) and after supplementation was 18.33(9.10-37.02) ~mol/L (lr= 0.239). Average value of serum vitantin E levels increased significantly, which are 9.06 ± 1.56 mol/L befure supplementation and 15.50(6.28-27.17) mol/L after supplementation (p= 0.019). Median value and range of plasma GSH levels before supplementation was 0.54±0.11 ;tg/mL. Median value of GSH levels after supplementation was 1.07 (0.94-1.68) flgimL. This is show that the supplementation of vitamin C and vitamin E may increased GSH levels significantly (p = 0.002). There were no significant differences in changes in levels of vitamin C, vitamin E, and GSH before and after treatment among the study subjects with moderate and severe burns."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32848
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>