Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106103 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Subuh Widhyono
"

Tatalaksana dengan tindakan operasi pada fraktur suprakondiler atau interkondiler distal femur ( AO/ OTA type 33 ), masih memberikan tantangan dengan tingkat komplikasi yang signifikan. Komplikasi yang masih string terjadi berupa gagalnya fiksasi dari distal fragmen fraktur, terutama pada tulang yang osteoporotik . Implan yang sering dipakai pada kasus ini adalah 95 derajat "angle blade plate "(ABP ) dan "retrograde femoral nail". Prosedur sekunder berupa tandur tulang mengikuti tindakan pemasangan ABP antara 0 - 17 % dan 0 - 20 % setelah pemasangan "retrograde intramedular nail". Secara klinis basil pemasangan 1M nail dilaporkan memberikan basil yang baik, tetapi pemakaiannya sulit pada fraktur artikular yang kominutif dan pemasangan screw interlocking pada distal osteoporotik femur merupakan masalah tersendiri. Sanders dkk mengajukan pemasangan pelat pada sisi medial setelah pemasangan pelat 'condyler buttress' "Less invasive stabilization system" ( LISS ; Synthes, Paoli, PA) merupakan 'locked plate' sistim fiksasi interna yang dikembangkan untuk melakukan fiksasi pada fraktur suprakondiler atau interkondiler distal femur. Karakteristik berupa 'multiple fixed-angle screw' fiksasi distal dan proksimal dengan 'unicortical screws'.

Di FKUIIRSUPNCM dikembangkan clover plate dan cloverplate dengan sistim locking untuk daerah periartikuler yang merupakan alternatif implan yang lebih terjangkau untuk mcmenuhi kebutuhan pasien yang tidak mampu. Sehingga pasien tak mampu dapat ditolong terutama dengan mengurangi jumlah biaya untuk membeli implan yang hampir tidak terjangkau oleh mayoritas pasien di RSUPNCM.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Eka Ari Wirawan
"Latar Belakang : Hipotensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada analgesia spinal. khususnya pada pasien obstetrik. Hipotensi terjadi karena blok simpatis. Salab satu cara untuk menurunkan insiden hipotensi adalah dengan menurunkan dosis obat analgetika lokal dan kombinasi dengan opioid untuk analgesia infra dan postoperatif. Fentanil intratekal memiliki rnula kerja yang lebih cepat dibanding morfin dan memberikan analgesia postoperatif yang cukup singkat. Intratekal fentanil menurunkan ketidaknyarnanan ibu intraoperatif saat penarikan peritonium atau manipulasi uterus.
Metode : 86 ibu hamil yang akan menjalani operasi bedah sesar elektif maupun darurat dibagi secara random dalam 2 kelompok. Kelompok I diberikan 10 mg bupivakain 0.5;o hiperbarik plus 12,5 gig fentanil dan Kelompok 11 diberikan 12,5 mg bupivakain 0.5% hiperbarik. Tinggi hambatan maksimal, masa kerja dan masa pulih sensori diuji menggunakan uji pin-prick. Mula kerja, mass kerja dan masa pulih motorik dinilai dengan skala Modifikasi Bromage. Tekanan darah, frekuensi denyut nadi dan frekuensi nafas dicatat setiap 2 menit dalam 20 menit pertama. Insiden hipotensi. mual muntah_ pruritus dan depresi nafas dicatat.
Hasi1 : Data demografik dan data dasar tidak berbeda bermakna. Insiden hipotensi tidak berbeda bermakna antara kelompok fentanil dan kontrol (39,5% banding 48.8%;p>0.05). Median tinggi maksimal blok sensori tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok (T5: p>0.05). Masa kerja dan masa pulih hambatan sensori Iebih lama pada kelompok fentanil dibanding kontrol (104,21±29,199 vs 72,60±19,538 menit; 153.21±30.671 vs 124,88±21,001 menu ; p<0.05). Masa kerja dan masa pulih hambatan motorik lebih singkat pada kelompok fentanil dibanding kontrol (99.44120.466 vs 65.95=17.845 menit ; 49.60±18.611 vs 114.14±11.823 menit : p<0,05). Insiden muai muntah tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Tidak ada pasien pada kedua kelompok mengalami insiden depresi nafas. Insiden pruritus berbeda bermakna (p>0,05).
Kesimpulan : Insiden hipotensi tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Dosis bupivakain yang lebih rendah akan menyebabkan masa kerja blok motorik lebih singkat tanpa berpengaruh pada blok sensori. Penambahan fentanil- intratekai _akan memperpanjang masa kerja hambatan sensori. Insiden pruritus berbeda bermakna pada kelompok fentanil jika dibandingkan dengan kelompok bupivakain.

Backgrounds : Hypotension was the most common complication ,franc spinal analgesia. especially in obstetric patients. Hypotension developed because of svmpatlretic blockade. One method to reduced hi pnten.vwn incidence in caesarean .section was two reduced the doses of local atutlge& drugs and combined with opioul for infra and post operative analgesia. hrtratltecal lipophilic opioid had faster onset of sensory blockade than nrorfne and produced a brief post operative analgesia. Intrathecal feuitanvl decreased maternal discomfort intraoperatively when peritoneum pulled or uterus exrerioration.
Methods : 86 parturients undergoing elective or emergency cesarean section were randomized into one of 2 groups. In group I, spinal analgesia bras performed with 111 mg 0,5% hyperbaric hupivacaine plus /2,5 pg fenianyl and in Group 11 with 12,5 mg 0,5% hyperbaric hupiracain. the max/man season. blockade, duration of analgesia and recovery time were test using pin-prick test. Onset, duration and recovery of motor block were assessed using modified 1lromage scale. Blood pressure. heart rate and respiration rare were recorded even' 2 minute in f rst 20 minutes. The incidence of hypotension, nausea vomiting. pruritus and respiratory depression were recorded.
Results : "There were no significant differences in demographic and baseline value. Incidence of hypotension did not significantly different between fentanyl group and control (39,5% versus 48,8%: p-° 0.115). Tire median maximum block height did not significantly different between two groups (75 ; p 0.05). Duration of analgesia and sensory recovery time was significantly longer in fentonvl group compared to control (104,21-29.199 vs 72.60=19,538 minute 153,21=30.67I vs 124,88=21,001 minute : p<0,05). Onset of motor blockade did not significantly different between two groups. Duration and recovery time of motor blockade was more, shorter in fentanyl group compared to control (99,44=20,466 vs 65,95=17,845 minute ; 49,60,18,611 vs 114,14 -11.823 minute p<0,05). Incidence of nausea and vomiting did not significantly different between two groups. None of the patient in hnt11 groups had respiratory depression episode. Pruritus incidence significantly different (p. (1,05).
Conclusion : Incidence of hypotension did not significantly different between two groups. Smaller doses of bupivacaine results--more shorter time of-motor-blockade with no effect on sensory block. Adding fenianyl intrathecally will prolong the duration of analgesia. Pruritus incidence signifcanl/y different with intrathecal fentanyl when compared with bupivacaine alone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henry Agus
"LATAR BELAKANG : Kombinasi anestetik lokal dosis rendah dengan opioid yaitu bupivakain 0,5% hiperbarik 7,5 mg dan 5 mg ditambah fentanil 25 mcg diharapkan keefektifannya untuk memfasilitasi bedah Caesar, yaitu dengan cara menurunkan angka kejadian hipotensi dan kualitas analgesia serta blok motorik yang adekuat.
METODE : 112 pasien hamil usia 18-40 tahun yang akan menjalani bedah Caesar baik cito maupun elektif ASA I-III yang sesuai dengan kriteria inklusi. Randomisasi menjadi 2 kelompok; kelompok I mendapatkan bupivakain 0,5% hiperbarik 7,5 mg ditambah fentanil 25 mcg dan kelompok II mendapatkan bupivakain 0,5% hiperbarik 5 mg ditambah fentanil 25 mcg. Posisi pasien kedua kelompok yaitu posisi duduk dengan pungsi lumbal setinggi L3-4/L4-5.Total volume 2 cc disuntikkan dengan kecepatan 0,2 cc/detik.Kemudian telentang dengan posisi left lateral tilt. Dilakukan pencatatan tekanan darah pada menit ke-3, 6, 9, 12, 15, 20, 30, 40, 50, 60 atau sampai bayi lahir setelah disuntikkannya obat anestetik lokal ke ruang subaraknoid. Dilakukan pencatatan tercapai blok motorik dan sensorik sampai operasi selesai.
HASIL : Keefektifan pada kelompok I 89,3 % dan kelompok II 76,8 %.
KESIMPULAN : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna mengenai keefektifan pada kedua kelompok subyek penelitian.

BACKGROUND : the combination of low doses local anesthetics with opioid is 0,5 % hyperbaric bupivacaine 7,5 and 5 mg plus fentanyl 25 mcg is expected to facilitate the effectiveness cesarean that is by way of reducing the incidence of hypotension and the quality of analgesia and motor block adequate.
METHOD : 112 pregnant patients aged 18-40 years who underwent emergency surgery or elective cesarean both ASA I-III corresponding inclusion criteria. Randomization into 2 groups: group 1 receive hyperbaric bupivacaine 0,5 % 7,5 mg plus fentanyl 25 mcg and group 2 get hyperbaric bupivacaine 0,5 % 5 mg plus fentanyl 25 mcg. The position of the two groups are seated position with lumbar puncture as high as L3-4/L4-5. The total volume of 2 ml injected with a speed of 0,2 ml/sec. then supine with left lateral tilt position. Did recording of blood pressure in minute-3, 6, 9, 12, 15, 20, 30, 40, 50, 60 or until the baby was born after injection of local anesthetics into subarachnoid space. Did recording of motor and sensory block achieved until the operation was complete.
RESULT : The effectiveness of the group I was 89,3 % and group II was 76,8 %.
CONCLUSION : There were no significant differences between the two groups regarding the effectiveness of the study subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Caesariyo Suwardi
"Latar Belakang : Hipotensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi pads analgesia spinal, khususnya pada pasien obstetrik. Hipotensi terjadi karena blok simpatis. Salah satu cara untuk menurunkan insiden hipotensi adalah dengan menurunkan dosis obat analgetika lokal dan kombinasi dengan opioid untuk analgesia intra dan postoperatif. Fentanil intratekal memiliki mule kerja yang lebih cepat dibanding morfin dan memberikan analgesia postoperatif yang cukup singkat. Intratekal fentanii menurunkan ketidaknyamanan ibu intraoperatif saat penarikan peritonium atau manipulasi uterus.
Metode : 86 ibu hamil yang akan menjalani operasi bedah sesar elektif maupun darurat dibagi secara random dalam 2 kelompok. Kelompok I diberikan 10 mg bupivakain 0,5% hiperbarik plus 12,5 µg fentanil dan Kelompok II diberikan 12,5 mg bupivakain 0,5% hiperbarik. Tinggi hambatan maksimal, masa kerja dan masa pulih sensori diuji menggunakan uji pin-prick. Mula kerja, masa kera dan masa pulih motorik dinilai dengan skala Modifikasi Bromage. Tekanan darah, frekuensi denyut nadi dan frekuensi nafas dicatat setiap 2 menit dalam 20 menit pertama. Insiden hipotensi, mual muntah, pruritus dan depresi nafas dicatat.
Hasil : Data demografik dan data dasar tidak berbeda bermakna. Insiden hipotensi tidak berbeda bermakna antara kelompok fentanil dan kontrol (39,5% banding 48,8%;p0,05). Median tinggi maksimal blok sensori tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok (T5 ; pp0,05). Masa kerja dan mesa pulih hambatan sensori lebih lama pada kelompok fentanil dibanding kontrol (104,21129,199 vs 72,60+19,538 merit ; 153,21+30,671 vs 124,88+21,001 menit ; p<0,05). Mula kerja, masa kerja dan masa pulih lebih singkat pada kelompok fentanil dibanding kontrol (99,44+20,466 vs 65,95+17,845 minute ; 49,60+18,611 vs 114,14+11,823 minute ; p<0,05). Insiden mual muntah tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Tidak ada pasien pada kedua kelompok mengalami insiden depresi nafas. Insiden pruritus berbeda bermakna (p0,05).
Kesimpulan : Insiden hipotensi tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Dosis bupivakain yang lebih rendah akan menyebabkan masa kerja blok motorik lebih singkat tanpa berpengaruh pada blok sensori. Penambahan fentanil intratekal akan memperpanjang masa kerja hambatan sensori. Insiden pruritus berbeda bermakna pada kelompok fentanil jika dibandingkan dengan kelompok bupivakain.

Backgrounds : Hypotension was the most common complication from spinal analgesia, especially in obstetric patients. Hypotension developed because of sympathetic blockade. One method to reduced hypotension incidence in caesarean section was to reduced the doses of local analgesic drugs and combined with opioid for intro and post operative analgesia. Intrathecal Iipophilic opioid had faster onset of sensory blockade than morfine and produced a brief post operative analgesia. Intrathecal fentanyl decreased maternal discomfort intraoperatively when peritoneum pulled or uterus exteriozation.
Methods : 86 parturients undergoing elective or emergency cesarean section were randomized into one of 2 groups. In Group I, spinal analgesia was performed with 10 mg 0,5% hyperbaric bupivacaine plus 12,5 pg fentanyl and in Group II with 12,5 mg 0,5% hyperbaric bupivacain. The maximum sensory blockade, duration of analgesia and recovery time were test using pin prick test. Onset, duration and recovery of motor block were assessed using modified Bromage scale. Blood pressure, heart rate and respiration rate were recorded every 2 minute in first 20 minutes. The incidence of hypotension, nausea vomitting, pruritus and respiratory depresion were recorded
Results : There were no significant differences in demographic and baseline value. Incidence of hypotension did not significantly different between fentanyl group and control (39,5% versus 48,8%;p>0,05). The median maximum block height did not significantly different between two groups (5 ; p>0,05). Duration of analgesia and sensory recovery time was significantly longer in fentanyl group compared to control (104,211_29,199 vs 72,60119,538 minute ; 153,21130,671 vs 124,88±21,001 minute , p<0,05). Onset of motor blockade did not significantly different between two groups. Duration and recovery time of motor blockade was more shorter in fentanyl group compared to control (99,44+_20,466 vs 65,95±17,845 minute ; 49,60±18,611 vs 114,14111, 1,823 minute ; p<0,05). Incidence of nausea and vomitting did not significantly different between two groups. None of the patient in both groups had respiratory depresion episode. Pruritus was significantly different (p<0, 05).
Conclusion : Incidence of hypotension did not significantly derent between two groups. Smaller doses of bupivacaine results more shorter time of motor blockade with no effect on sensory block Adding fentanyl intrathecally will prolong the duration of analgesia. Pruritus incidence significantly derent with intrathecal fentanyl when compared with bupivacaine alone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listyo Lindawati Julia
"LATAR BELAKANG : Hipotensi akibat anestesia spinal pada pasien yang menjalani bedah caesar berbahaya bagi ibu dan janinnya. Sehingga, kombinasi anestetik lokal dosis rendah dengan opioid yaitu bupivakain 0,5% hiperbarik 5 mg dan 6 mg ditambah fentanil 25 mcg diharapkan dapat menurunkan angka kejadian hipotensi dengan kualitas analgesia yang adekuat untuk memfasilitasi bedah caesar.
METODE : 394 pasien hamil aterm usia 20 ? 40 tahun yang akan menjalani bedah caesar, baik cito maupun elektif ASA I ? II,yang sesuai dengan kriteria inklusi.Randomisasi menjadi kelompok I yang mendapat bupivakain 0,5% hiperbarik 5 mg ditambah fentanil 25 mcg serta kelompok II (kontrol) yang mendapat bupivakain 0,5% hiperbarik 6 mg ditambah fentanil 25 mcg.Posisi pasien pada kedua kelompok sama yaitu posisi lateral dengan pungsi lumbal setinggi L3-4/L4-5.Total volume 1,7cc disun tikkan dengan kecepatan 0,2 cc/detik.Kemudian telentang dengan posisi left lateral tilt. Dilakukan pencatatan tekanan darah pada menit ke - 3,6,,9,12,15,20,30,40,50,60 setelah disuntikkannya obat anestetik lokal ke ruang subaraknoid.
HASIL : Terdapat 3 subyek penelitian yang dikeluarkan pada kelompok I, karena dikonversi menjadi anestesia umum . Terdapat 2 subyek penelitian pada kelompok II yang mendapatkan fentanil 100 mcg intravena. Angka kejadian hipotensi pada kelompok I 9,3% dan pada kelompok II adalah 12,2%.
KESIMPULAN : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna mengenai angka kejadian hipotensi pada kedua kelompok subyek penelitian.

BACKGROUND: Hypotension due to spinal anesthesia in patients undergoing cesarean section is dangerous for both mother and fetus. So with a combination of low doses of local anesthetics 0.5% hyperbaric bupivacaine 5 mg and 6 mg plus fentanyl 25 mcg is expected to reduce the incidence of hypotension with adequate quality of analgesia to facilitate cesarean section.
METHODS: 394 pregnant patients at term age 20-40 years undergo caesarean section, either cito and elective ASA I - II, in accordance with the criteria I inclusion. Randomization into groups that received 0.5% hyperbaric bupivacaine 5 mg plus fentanyl 25 mcg and group II (controls) who received 0.5% hyperbaric bupivacaine 6 mg plus fentanyl 25 mcg.Posisi patients in both groups were the same, namely the lateral position with the highest lumbar puncture L3-4/L4-5.Total injected volume is 1.7 cc with speed of injection 0.2 ml / second. Then move patient to supine position with left lateral tilt. Do blood pressure recording in minute - 3.6,9,12,15,20,30,40,50,60 after injection of local anesthetic drugs into the subarachnoid space.
RESULTS: There were three subjects that excluded subjects in group I, because converted to general anesthesia. There are two subjects in group II who received fentanyl 100 mcg intravenously. The incidence of hypotension in group I and 9.3% in group II was 12.2%.
CONCLUSION: There was no significant difference in the incidence of hypotension in both groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nismaya Sari Dewi
"Tujuan : Dilakukan penelitian untuk membandingkan keefektifan dan derajat pruritus morfin 0,05 mg intratekal dengan morfin 0,1 mg intratekal untuk mencegah nyeri pasca ortopedi ortopedi dengan analgesia spinal bupivakain hiperbarik 0,5% 15 mg.
Disain : Uji klinis acak tersamar ganda
Metoda : 32 pasien yang menjalani operasi ortopedi tungkai bawah di bagi kedalam dua kelompok Kelompok A sebanyak 16 orang mendapat morfin 0,1 mg pada suntikan bupivakain hiperbarik 0,5% 15 mg dan kelompok B sebanyak 16 orang mendapat morfin 0,05 mg pada suntikan bupivakain hiperbarik 0,5% 15 mg. Selanjutnya dilakukan pemantauan nyeri dan derajat pruritus menggunakan VAS pada jam ke 2, 4,6,8,12 dan 24 jam pasca operasi dan ada tidaknya mual dan muntah 24 jam pasca operasi.
Hasil : KeIompok yang mendapat morfin 0,1 memberikan analgesia yang lebih baik daripada yang mendapat. morfin 0,05 mg intratekal dengan efek samping pruritus yang ditimbulkan tidak berbeda pada kedua kelompok tersebut. Kekerapan mual dan muntah tidak berbeda pada kedua kelompok
Kesimputan : Morfin intratekal 0,1 mg menghasilkan analgesia yang lebih baik dengan efek samping yang tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan morfin intratekal 0,05 mg.

Objective : This study was conducted to compare the effectiveness of 0,1 mg intrathecal morphine with 0,05 mg intrathecal morphine for postoperative pain control after lower extremity orthopedic operations with 15 mg of hyperbaric bupivacain 0,5%
Design : Double blind, randomized clinical study.
Methods : 32 pollens who underwent lower extremity orthopedic operations were divided into two groups. 16 Patients got 0,1 mg intratechal morphine at injection of] 5 mg hyperbolic bupivacain 0,5%. Another 16 patients got 0,05 mg mg intratechal morphine at injection of 15 mg hypebarik bupivacain 0,5%. All patients were observed and evaluated for the first 24 hours: The effectiveness of analgesia and level ofpruritus raring VAS.
Result : The group who got 0,1 mg intrathecal morphine had better analgesia compared with group who got 0,05 mg morphine_ There is no difference in level of pruritus, the incidence of nausea and vomiting, between the two groups. There is no patients suffer from respiratory depression.
Conclusion : Intratechal morphine 0,I mg provides a better analgesia compare to intrathecal morphine 0,05 mg, with the same quality ofpruritus.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhanny Adhitya
"LATAR BELAKANG : Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) adalah salah satu terapi batu ginjal dan batu ureter yang minimal-invasif. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo anestesia spinal merupakan pilihan anestesia utama untuk PCNL, namun regimen anestesia spinal yang digunakan masih bervariasi, dan kejadian hipotensi masih cukup besar. Penelitian ini membandingkan angka kejadian hipotensi pada PCNL dengan anestesia spinal antara dua regimen, yaitu bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg ditambah fentanil 25 mcg dan bupivakain 0,5% hiperbarik 15 mg ditambah fentanil 25 mcg.
METODOLOGI: Dua puluh dua pasien PCNL dewasa, ASA I-III, tanpa kelainan kardiovaskuler, dirandomisasi menjadi kelompok I yang mendapat bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg ditambah fentanil 25 mcg dan kelompok II yang mendapat bupivakain 0,5% hiperbarik 15 mg ditambah fentanil 25 mcg. Anestesia spinal dilakukan dalam posisi duduk, pungsi di L3-4/L4-5, kemudian pasien telentang lalu derajat blok sensorik dan motorik dinilai. Sebelum pasien pasien diposisikan prone, derajat blok sensorik dan motorik dinilai lagi. Tekanan darah diperiksa pada menit ke-3, 6, 9, 12, 15, 20, 30, 40, 50, dan 60 setelah injeksi obat spinal.
HASIL: Angka kejadian hipotensi pada kelompok I adalah 33% sedangkan pada kelompok II 60% (p=0,391). Tidak terdapat perbedaan profil blok sensorik dan motorik pada kedua kelompok. Satu pasien di kelompok II memerlukan tambahan fentanil intravena 100 mcg pada menit ke-70.
SIMPULAN : Angka kejadian hipotensi pada kedua kelompok subyek penelitian tidak berbeda bermakna.

BACKGROUND: Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) is a minimally-invasive therapy for treatment of upper ureteral and renal stones. In Cipto Mangunkusumo Hospital, spinal anesthesia is the major option of anesthesia for PCNL, but spinal anesthesia regimens used are still varied, and the incidence of hypotension is still quite large. This study compared the incidence of hypotension in the PCNL with spinal anesthesia between the two regimens, 0.5% hyperbaric bupivacaine 12.5 mg plus fentanyl 25 mcg versus 0.5% hyperbaric bupivacaine 15 mg plus fentanyl 25 mcg.
METHODOLOGY: Twenty-two adult PCNL patients, ASA I-III, without cardiovascular abnormalities, were randomized into group I, which received 0.5% hyperbaric bupivacaine 12.5 mg plus fentanyl 25 mcg and group II received 0.5% hyperbaric bupivacaine 15 mg plus fentanyl 25 mcg. Spinal anesthesia performed in sitting position, puncture in L3-4/L4-5, then the patient were positioned supine and the degree of sensory and motor block were assessed. Before the patient were positioned prone, the degree of sensory and motor block were assessed again. Blood pressure checked at minute 3, 6, 9, 12, 15, 20, 30, 40, 50, and 60 after injection of spinal regiments.
RESULTS: The incidence of hypotension in group I was 33% and in group II was 60% (p = 0.391). There were no differences in sensory and motor block profiles in both groups. One patient in group II requires additional intravenous fentanyl 100 mcg in the 70th minute.
CONCLUSION: The incidence of hypotension in both groups of study subjects did not differ significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Juan Carson Roy Nathanael
"Latar Belakang: Sistoskopi merupakan prosedur urologi yang memerlukan anestesi spinal untuk memberikan kenyamanan pada pasien. Bupivakain merupakan agen anestesi spinal yang lumrah digunakan namun memiliki durasi kerja yang panjang sehingga menimbulkan kerugian. Prilokain merupakan alternatif anestesi spinal untuk prosedur sistoskopi dengan durasi kerja yang lebih singkat dibandingkan dengan bupivakain. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kecepatan waktu pulih anestesi spinal dengan prilokain hiperbarik 2% 50 mg dengan bupivakain hiperbarik 0,5% 12,5 mg pada prosedur sitoskopi.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinik acak tersamar ganda yang melibatkan 66 pasien yang menjalani prosedur sistoskopi di RSCM. Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu prilokain hiperbarik 2% 50 mg + fentanyl 25 mcg dan bupivakain hiperbarik 0,5% 12,5 mg + fentanyl 25 mcg. Waktu pulih yang dinilai adalah waktu pasien dapat mengangkat tungkai bawah 45 derajat pasca anestesi spinal dan waktu pasien dapat berjalan pasca anestesi spinal.
Hasil: Waktu pasien dapat mengangkat tungkai bawah 45 derajat pasca anestesi spinal dan waktu pasien dapat berjalan pasca anestesi spinal lebih singkat pada prilokain dibandingkan bupivakain. Perubahan hemodinamik dan efek samping yang terjadi tidak berbeda antara kedua obat.
Simpulan: Waktu pulih anestesi spinal dengan prilokain hiperbarik 2% 50 mg lebih singkat dibandingkan dengan bupivakain hiperbarik 0,5% 12,5 mg pada prosedur sitoskopi.

Introduction: Cystoscopy is a urologic procedure requiring spinal anesthesia to provide comfort to patients. Bupivacaine is a frequently used spinal anesthesia agent, however its long duration of action creates disadvantages. Prilocaine may be an alternative for spinal anesthesia in cystoscopy, which has shorter duration of action compared to bupivacaine. This study aimed to compare spinal anesthesia recovery time of hyperbaric prilocaine 2% 50 mg and hyperbaric bupivacaine 0.5% 12.5 mg in cystoscopy procedure.
Methods: This study was a randomized-controlled trial involving 66 patients who underwent cystoscopy in RSCM. Subjects were randomized into two groups, i.e. hyperbaric prilocaine 2% 50 mg + fentanyl 25 mcg and hyperbaric bupivacaine 0.5% 12.5 mg + fentanyl 25 mcg.Recovery times being assessed were time to raise leg 45 degree and time to walk unassisted after spinal anesthesia.
Results: Time to raise leg 45 degree and time to walk unassisted after spinal anesthesia were shorter in prilocaine group compared to bupivacaine group. Hemodynamic changes and adverse effects were comparable between two groups.
Conclusion: Spinal anesthesia recovery time of hyperbaric prilocaine 2% 50 mg was shorter than hyperbaric bupivacaine 0.5% 12.5 mg in cystoscopy procedure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Hayati Heryundari
"Tujuan : dilakukan penelitian untuk membandingkan keefektifan morfin 0,05 mg intratekal plus ketorolak 30 mg intramuskular dengan morfin 0,1 mg intratekal untuk mencegah nyeri pasca bedah sesar dengan analgesia spinal bupivakain 0,5% 12,5 mg.
Disain : uji klinis acak tersamar ganda.
Metode : 96 pasien yang menjalani bedah sesar dibagi 2 kelompok. Kelompok A sebanyak 48 orang mendapat 0,05 mg morfin pada suntikan bupivakain 0,5% 12,5 mg intratekal plus ketorolak 30 mg intramuskular dan kelompok B sebanyak 48 orang mendapat 0,1 mg morfin pada suntikan bupivakain 0,5% 12,5 mg plus NaCi 0,9% 1 cc intramuscular. Selanjutnya dilakukan pemantauan nyeri menggunakan VAS, tekanan darah, frekuensi nadi, nafas dan efek samping pada jam ke 2, 4, 6, 8, 16 dan 24 pasca operasi.
Hasil : kelompok A mempunyai efek analgesia yang setara dengan kelompok pada pemantauan jam ke 2 hingga ke 24 dan pa 0,05_ Efek samping pruritus, mual muntah kelompok A 14,6%, 2,1%, 2,1% sedangkan kelompok B 43,0%, 10,4%, 4,2%.
Kesimpulan : morfin intratekal 0,05 mg plus ketorolak 30 mg intramuskular menghasilkan analgesia yang tidak berbeda bermakna dengan morfin 0,1 mg dan menurunnya efek samping pruritus, mual dan muntah pasca bedah sesar.

Objective : this study was conducted to compare the effectiveness of 0,05 mg intrathecal morphine plus 30 mg intramuscular ketorolac with 0,1 mg intrathecal morphine for postoperative pain control after cesarean delivery under spinal analgesia with 12,5 mg of 0,5 % plain bupivacaine.
Design : double blind, randomized clinical study
Methods : 96 patients who underwent cesarean delivery, were divided into 2 groups. Group A : 48 patients got 0,05 mg intrathecal morphine at injection of 12,5 mg bupivacaine 0,5 % combined with 30 mg intramuscular ketorolac. Group B : 48 patients got 0,1 mg intrathecal morphine at injection of 12,5 mg bupivacaine 0,5 % plus NaCl 0,9 % intramuscular. All patients were observed and evaluated for the first 24 hours : the effectiveness of analgesia using VAS, BP, HR and RR.
Result : group A have the same effectiveness of post operative pain control with group B during the observations. A significanty greater incidence of pruritus was observed in the group B receiving 0,1 mg of intrathecal morphine. Although no significant difference among groups was observed regarding the incidence of vomiting, there was a trend toward less vomiting with the use of smaller doses of morphine.
Conclusion : a multimodal approach to pain control with the use of a combination drug ( 0,05 intrathecal morphine and 30 mg im ketorolac) have same quality of analgesia that provided with 0,1 mg intrathecal morphine but the incidence of side effects trend to decrease."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>