Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115500 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinulingga, Efendi
"Sumberdaya hutan memiliki peranan yang strategis dalam memberikan kontribusi yang nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat. Dalam mengatasi kerusakan hutan dan berbagai konflik yang terjadi sejak tahun 1990 sampai dengan Tahun 2004 berbagai peraturan perundang-undangan telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat untuk pengelolaan sumber daya hutan yang menjadikan hutan berfungsi secara ekologis, sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah SK Menteri Kehutanan Nomor 1 31/Kpts-11/2001 yang menetapkan bahwa pengelolaan hutan dilakukan dengan pola Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang berbasis kepada pemberdayaan masyarakat. Dari kebijakan HKm ini berkembang wacana kebijakan Social Forestry yang dicanangkan oleh Presiden Megawati Soekarnopoetri pada bulan Juli 2003 di Kelurahan Petuk Bukit. Kebijakan Social Forestry dimaksudkan untuk mengelola sumberdaya hutan pada Areal Kerja Social Forestry (AKSF)
dengan melibatkan masyarakat setempat sebagai pelaku dan mitra datam pengelolaan hutan.
Pengelolaan AKSF seluas 3.450 hektar di Kelurahan Petuk Bukit sebagai wilayah pengembangan Social Forestry pertama di Indonesia dirumuskan dalam Rancangan Teknis Social Forestry (RTSF) oleh masyarakat sekitar hutan sebagai pelaku dan mitra didampingi oleh fasilitator untuk mewujudkan sistim usaha kehutanan yang berdaya saing dengan prinsip-prinsip, rambu-rambu dengan strategi kelola kawasan, kelola kelembagaan dan kelola usaha.
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan Sociai Forestry dilaksanakan di Keturahan Petuk Bukit yang dilihat dari tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan kegiatan. Dalam pelaksanaan penetitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif untuk menggambarkan keadaan riil di Iapangan berdasarkan dukungan fakta dan informasi yang diperoleh melalui teknik pengumpuian data studi dokumentasi, observasi, dan wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling dengan cara snowball. Informan yang ditetapkan dalam penelitian ini melibatkan aparat dari dinas/ instansi terkait, fasilitator, LSM dan KUP.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan persiapan Program Social Forestry di Kelurahan Petuk Bukit tetah dilakukan sejak tahun 2002 yang diinisiasi oleh Yayasan Padi didukung oleh pemerinlah daerah dan pemerintah pusat. Penentuan Iokasi AKSF tersebut ternyata tidak didahului dengan menyusun rencana teknik inventarisasi dan penatagunaan Iahan (zonasi) terlebih dahulu, yang kemudian baru diusulkan oleh masyarakat setempat. Sedangkan untuk mengatasi dampak dari penentuan lokasi AKSF tersebut yaitu adanya ketidakjelasan Program Social Forestry di Iapangan, Pokja Social Forestry telah mengadakan pendekatan dengan berbagai pihak, yaitu Yayasan Padi, masyarakat dan aparat pemerintah setempat.
Untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka implementasi kebijakan Social Forestry di lapangan, telah diselenggarakan pelatihan fasilitator di Kelurahan Petuk Bukit. Pelatihan yang dilaksanakan dalam suasana kampung dimaksudkan agar peserta pelatihan tersebut dapat bersentuhan langsung dengan kehidupan nyata masyarakat sekitar hutan serta diharapkan dapat terbangunnya komunikasi yang baik antara birokrasi pemerintah dan masyarakat sekitar hutan.
Dari kelola kawasan hasil transect AKSF, jenis usaha yang cocok adalah Hutan Rakyat, Kebun Rakyat, Agroforestry, Silvofishery, dan Siivopasture. Sementara dalam pelaksanaan RTSF yang tertuang dalam Rencana Kerja Kelompok (RKK). diprioritaskan pada kegiatan kelola kelembagaan meliputi kegiatan pendampingan, studi banding, pendidikan dan latihan, serta kelola usaha dengan melakukan pembukaan Iahan. Di dalam kelola kelembagaan, pembentukan KUP di Kelurahan Petuk Bukit berdasarkan kesepakatan bersama masyarakat sekitar hutan. Sementara kegiatan pendampingan kepada KUP dilakukan pada penanaman Aloe Vera, pendidikan dan latihan, dan studi banding ke Iuar daerah. Sedangkan kelola usaha dalam bentuk pembukaan lahan berupa pembangunan areal percontohan (demplot) seluas 60 ha di Kelurahan Petuk Bukit, ternyata belum dapat terealisasi. Kegiatan lain yang ada di kawasan AKSF Kelurahan Petuk Bukit adalah pembangunan demplot seluas 10 ha yang merupakan budidaya tanaman nilam dan karet yang masih dalam tahap pembersihan Iahan.
Dari hasil analisis pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan kegiatan, implementasi kebijakan Social Forestry di Keiurahan Petuk Bukit mendekati Model lmplementasi Kebijakan Van Meter dan Van Hom- Sementara beberapa kendala yang dihadapi dalam implementasi kebijakan Social Forestryntersebut antara lain belum adanya kebijakan yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah sebagai pedoman dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, kurangnya koordinasi antara dinas/ instansi terkait, sikap dan perilaku masyarakat yang belum menunjukkan perubahan ke arah kemandirian, kurangnya konsistensi dari petugas Iapangan dalam menindaklanjuti hasit kegiatan yang sudah direncanakan atau dijalankan sebelumnya.Beberapa saran yang dikemukakan untuk mengatasi kendala yang dihadapi antara Iain perlu keterbukaan antara aparat pemerintah di Iapangan dengan warga masyarakat, adanya konsistensi langkah dan tindakan yang diambil oieh aparat di Iapangan, perlu melakukan sosialisasi secara intensif dan terus-menerus kepada anggota KUP maupun masyarakat lainnya yang ada di sekitar AKSF dengan menggunakan metode penyampaian pesan yang sesuai dengan tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah serta memberikan motivasi kepada anggota Pokja untuk mengalokasikan dana pelaksanaan kegiatan Social Forestry di Petuk Bukit."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma Djuwita
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39411
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yetry Fasawal
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang Implementasi Program Sosial Forestri dalam studi kasus
pengembangan petani madu hutan di Kabupaten Kapuas Hulu, yang dilakukan oleh
beberapa pihak yaitu pemerintah, petani madu hutan dan LSM/ pelaku usaha. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa proses pengembangan kelembagaan petani madu
hutan di Kabupaten Kapuas Hulu masih terdapat beberapa kendala dan hambatan
yang dihadapi dari berbagai pihak. Seperti perencanaan pengembangan asosiasi yang
belum dikaji secara komprehensif, pelaksanaan pungutan retribusi hasil hutan ikutan,
koordinasi belum optimal dari masing-masing instansi teknis di lapangan,
permasalahan permodalan, dan banjir yang menjadi tantangan utama kegagalan panen
madu hutan di Kabupaten Kapuas Hulu.

ABSTRACT
This thesis discussed about the Implementation of Social Forestry Program in the
case study of forest honey farmers development in Kapuas Hulu Regency, which is
conducted by several parties, namely government, farmers of forest honey and NGO/
entrepreneurs. The result of this research showed that there are still some obstacles
and challenges faced by each party this development program. They were such as the
development planning of farmers associations that have not been studied
comprehensively, the retribution charges implementation of non-timber forest
product, the coordination has not been optimal from each technical agency in the
field, asset problem, and floods which are the main challanges of forest honey crop
failure in Kapuas Hulu Regency., This thesis discussed about the Implementation of Social Forestry Program in the
case study of forest honey farmers development in Kapuas Hulu Regency, which is
conducted by several parties, namely government, farmers of forest honey and NGO/
entrepreneurs. The result of this research showed that there are still some obstacles
and challenges faced by each party this development program. They were such as the
development planning of farmers associations that have not been studied
comprehensively, the retribution charges implementation of non-timber forest
product, the coordination has not been optimal from each technical agency in the
field, asset problem, and floods which are the main challanges of forest honey crop
failure in Kapuas Hulu Regency.]"
2015
T44704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haniasti Titis Tresnandrarti
"ABSTRAK
Hutan merupakan sumberdaya alam dan lingkungan yang mempunyai peranan strategis bagi bangsa Indonesia, terutama sebagai pelindung ekosistem flora, fauna dan plasma nutfah. Kepentingan masyarakat terhadap hutan sebagai sumberdaya alam, tidak hanya memberikan ruang atau lahan usaha tani, tetapi juga bermanfaat dalam memberi kesempatan kerja.
Berbagai alternatif bentuk pengelolaan hutan terus dikembangkan, salah satunya adalah dengan pengembangan model untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pembangunan hutan kemasyarakatan (HKm) untuk selanjutnya disebut dengan HKm, merupakan salah satu alternatif model pengelolaan hutan tanaman yang dikelola bersama antara pemerintah dengan masyarakat sekitar hutan.
Banyak uji coba dilakukan pada model HKm, salah satunya adalah uji coba dengan menggunakan program tujuan berganda dengan menitik-beratkan pada variabel sosial ekonomi terutama nilai finansial komoditi. Pada umumnya model yang dikembangkan tersebut kurang berhasil, karena kurang mempertimbangkan kondisi fisik lahan sebagai faktor penentu disamping faktor sosial ekonomi.
Studi ini mencoba mengembangkan model HKm optimal. Metode yang digunakan untuk pengembangan model lahan HKm optimal adalah metode survei dengan pendekatan komplek wilayah dalam ilmu geografi. Variabel yang digunakan adalah variabel fisik dan sosek, dan keduanya diperhitungkan sebagai faktor yang memberikan kontribusi sama.
Pengembangan model lahan HKm optimal memberikan masukan berupa tingkat kesesuaian lahan terhadap tujuh komoditi dan penyebarannya, serta distribusi spasial lahan HKm optimal dinilai dari faktor fisik maupun sosial ekonomi. Tingkat kesesuaian lahan dalam penelitian ini menghasilkan dua kriteria terhadap tujuh komoditi yang disesuaikan dengan keinginan masyarakat, yaitu: (a) tingkat kesesuaian lahan fisik. (b) tingkat kesesuaian lahan sosial ekonomi. Sedangkan distribusi spasial sebaran lahan HKm optimal, diperoleh tiga kriteria menurut gradasi dari tingkat yang tertinggi sampai terendah tingkat keberhasilannya, yaitu : (a) sebaran lahan optimal I . (b) sebaran lahan optimal II, (c) sebaran lahan optimal III.
Kekuatan dari pengembangan model lahan HKm optimal adalah diperhitungkannya kondisi fisik lahan sebagai faktor yang mendukung model hutan kemasyarakatan, dengan diketahuinya sebaran lahan optimal I sampai optimal III dapat memberi informasi keberhasilan dan perlindungan terhadap kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.

ABSTRACT
Optimum Community Forestry (HKm) Land Modeling Development (Case Study in Labanan Forest Area, Berau District, East Kalimantan Province)Forest has been considered as a natural resources which has strategic role for Indonesian's people, mainly for protecting land and all people, animals and trees who depend on it. Forest as a natural resources not only give space for agriculture sectors, but it can give job opportunities for other sectors.
Various alternatives in managing the forest have been developed continuously. Develop in forest modeling has aim to get the optimum yield. Social forestry (later called by Hkm) is an alternative model in managing forest plantation. This model involves government and people around the forest.
Several efforts have been done in applying HKm model. One of the model used multi purpose program focusing on financial value of the commodities. Generally, such a model doesn't work successfully. This model was neglecting physical land condition as a critical factor as well as socio economic factor.
This research tried to develop the optimum Hkm land modeling. The research methods were done using survey with considering landscape approach of geographical science. Physical and socio economic variable had been counted can give equal contribution.
The optimum Hkm land modeling give information on land suitability level for seven commodities and their distribution spatially. There are two criteria for those 7 commodities according to local people perception; those are physical land suitability and socio economic land suitability. The optimum Hkm land spatial distributions have three classes, those are: a). First optimum land distribution, b). Second optimum land distribution, c). Third optimum land distribution.
Considering physical factors as a variable in developing Hkm land modeling are the strength point of the optimum Hkm land modeling. The spatial distribution of the optimum Hkm land give information on the success and failure of land utility in order to achieve people prosperity and ensure the forest sustainability.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brigida Yuliana
"Perhutanan sosial diharapkan dapat meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam
menciptakan nilai tambah ekonomi yang nantinya akan mempengaruhi kinerja pembangunan desa secara umum. Indonesia telah menjanjikan target yang cukup besar
pada program perhutanan sosial tetapi evaluasi bagaimana program tersebut mempengaruhi kesejahteraan masyarakat pedesaan secara umum jarang dibahas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak program perhutanan sosial dengan indikator pembangunan desa yang diwakili oleh Indeks Desa Membangun (IDM). Untuk mengurangi bias seleksi dalam pengambilan sampel, penelitian ini menggunakan metode Propensity Score Matching (PSM) dengan membuat sampel perlakuan (desa yang mendapatkan program perhutanan sosial) dan sampel yang cocok atau
counterfactual (desa yang tidak mendapatkan program). Hasil yang ditunjukkan oleh perbedaan rata-rata dari kedua sampel menunjukkan bahwa program perhutanan sosial
berdampak positif pada skor IDM serta semua dimensi dalam IDM (indikator sosial, ekonomi dan lingkungan).

Social forestry is expected to increase rural community capacity in creating economic value added which will later affect village development performance in general. Indonesia has pledged quite massive target on social forestry program but the evaluation how the program affect rural community's welfare in general is rarely discussed. This study aims to examine the impact of social forestry program with village development
indicators represented by Indeks Desa Membangun (IDM). To reduce selection bias in sampling, this study uses Propensity Score Matching (PSM) method to create treatment sample (villages who get the social forestry program) and its matched sample or counterfactual (villages who do not get the program). The result represented by the mean difference of the two samples shows that social forestry program has positive
impact on IDM score as well as all dimensions in IDM (social, economic and environment indicators).
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tarigan, Abetnego Panca Putra
"Program perhutanan sosial adalah salah satu program unggulan pemerintah Indonesia di sektor kehutanan. Salah satu skema perhutanan sosial adalah hutan desa yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD). Rumit dan panjangnya proses mendapatkan ijin hutan desa serta tanggungjawab yang besar telah mengindikasikan adanya ketergantungan LPHD kepada lembaga swadaya masyarakat atau lembaga pemerintah dalam mengelola hutan desa. Kondisi ini berpotensi menciptakan LPHD yang tidak berkelanjutan dan berkonsekuensi gagalnya pengeloaan hutan desa. Masalah ini menjadi latar belakang riset di sepuluh hutan desa yang terletak di bentang alam pesisir Padang Tikar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Riset ini adalah riset kualitatif dengan tujuannya menilai kinerja LPHD pada bidang ekonomi, sosial dan kelembagaan, menganalisis perubahan tutupan lahan dan merumuskan strategi keberlanjutan LPHD dalam mengelola HD. Hasil riset menunjukkan bahwa kinerja LPHD efektif pada perbaikan kondisi ekonomi dan sosial, namun masih terdapat kesenjangan akses terhadap hutan dan program ekonomi, ketidakstabilan harga serta beberapa konflik kepentingan pemanfaatan hutan. Kinerja kelembagaan dinilai telah efektif namun masalah terbesar adalah kapasitas untuk mengelola organisasi. Terjadi perbaikan tutupan hutan tetapi masih terjadi perubahan tutupan hutan untuk untuk kepentingan lain. Strategi yang sesuai adalah mobilisasi capaian kinerja LPHD untuk menyelesaikan masalah ekonomi, sosial dan kelembagaan serta mengurangi luasan alih fungsi lahan.

The social forestry program is one of the flagship programs of the Indonesian government in the forestry sector. One of the social forestry schemes is village forest which is managed by the Village Forest Management Institution (LPHD). The complexity and length of the process of obtaining village forest permit and the enormous responsibility have indicated the LPHD's dependence on non-governmental organizations or government agencies in managing village forests. This condition has the potential to create unsustainable LPHD and consequently fail in village forest management. This problem is the background for research in ten village forests located in the coastal landscape of Padang Tikar, Kubu Raya Regency, West Kalimantan. This is a qualitative research with the aim of assessing the performance of LPHD in the economic, social and institutional, analyzing changes in land cover and formulating a sustainability strategy for LPHD in managing village forest. The results showed that LPHD's performance was effective in improving economic and social conditions, but there were still gaps in access to forests and economic programs, price volatility and several conflicts of interest in forest use. Institutional performance of LPHD is considered to have been effective, but the biggest problem is the capacity to manage the organization. There is an improvement in forest cover but there is still change in forest cover for other purposes. An appropriate strategy is to mobilize LPHD performance achievements to address social, economic and institutional problems and reduce land use change."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Celeste Lacuna-Richman
"This volume introduces the concepts of social forestry to the student, gives examples of its practice around the world and attempts to anticipate developments in its future. It aims to widen the concept of social forestry from a sub-practice within forestry to a practice that will make forestry relevant in countries where wood production alone is no longer the main reason for keeping land forested, thereby rediscovering and redefining this important topic."
Dordrecht: [, Springer], 2012
e20410692
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Poedji Churniawan
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Noor
"Hutan adalah suatu sumber daya dan lingkungan yang unik, karena secara umum menyediakan banyak manfaat. Hutan menyediakan keaneka ragaman biologi, binatang, dan tumbuh-tumbuhan yang terbesar. Deforestasi yang ditingkatkan dapat mengurangi biodiversas dan berakibat dampak negatif seperti erosi lahan, penghabisan bahan gizi, penggenangan, peningkatan gas rumah kaca, gangguan dalam karbon yang beredar dan hilangnya produk hutan seperti berkenaan dengan farmasi, kayu dan bahan bakar. Namun demikian deforestasi dapat pula diakibatkan adanya alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan yang dilakukan oleh masyarakat secara individu atau kelompok dan pengusaha maupun pemerintah. Selain dari dampak negatif yang ditimbulkan akibat deforestasi tersebut dapatkah memberikan manfaat yang optimal dalain rangka meningkatkan sosial-ekonomi dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Dimana pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti oleh pemerataan hasil-hasil pembangunan dengan melakukan peningkatan produksi di sektor kehutanan. Seperti yang dilakukan pemerintah kabupaten Kutai Timur sekarang ini dengan visinya Gerakan Daerah Pengembangan Agribisnis (GERDABANGAGRI) sebagai grand strategy pembangunan, yaitu model pembangunan agribisnis perkebunan dengan melakukan konversi hutan menjadi lahan perkebunan. Dengan memiliki hutan seluas 3.005.802 ha pada tahun 2000, kemudian pada tahun 2002 mengalami pengurangan menjadi 2.784.024 ha. Ini menunjukkan bahwa areal hutan yang mengalami penurunan sebesar 221.778 ha selama 3 Whim. Hal ini diakibatkan oleh kegiatan deforestasi baik itu untuk keperluan memenuhi kebutuhan industri pengolahan kayu maupun kebutuhan untuk lahan pertanian dan perkebunan yang menjadi strategi pembangunan pemerintah kabupaten Kutai Timur. Akibat lainnya adalah illegal logging yang tidak dapat dikontrol oleh pemerintah kabupaten, sehingga areal hutan mengalami penurunan khususnya diareal hutan lindung, hutan suaka alam dan wisata kabupaten Kutai Timur. Kemudian seberapa jauhkah kebijakan pemerintah kabupaten Kutai Timur dan kegiatan masyarakatlpengusaha yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap reforestasi dalam rangka melestarikan kembali areal hutan yang mengalami degradasi akibat adanya deforestasi.
Berdasarkan basil perhitungan secara struktural Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Kutai Timur Tabun 2000 dengan model pengganda rata rata dan Structural Path Analysis (SPA), terdapat adanya pengaruh langsung dan tidak langsung dari sektor Tenaga Kerja dan Modal terhadap kegiatan deforestasi. Kegiatan ekonomi yang mempengaruhi kegiatan deforestasi disebabkan adanya pengaruh Perdagangan, Restoran, dan Hotel (PRH) yang ditunjukkan oleh empat jalur Modal Swasta Dalam Kabupaten (MSDK) ke Kayu yang memiliki pengaruh global paling kuat adalah melalui PRH. Dengan kata lain pengaruh MSDK terhadap kegiatan penebangan hutan paling besar terjadi melalui PRH. Sektor PRH ini sangat besar pengaruhnya, karena sektor inilah yang banyak menggunakan kayu untuk keperluan usaha, bangunan, dan untuk bahan bakar. Hal ini ditunjukkan oleh upaya membangun hotel (Penginapan) dengan modal besar yang masih memerlukan kayu dan untuk keperluan memasak sebagian besar hotel menggunakan tungku dengan bahan bakamya kayu.
Secara meyeluruh dan pengaruh kegiatan ekonomi terhadap kegiatan reforestasi disebabkan adanya pengaruh sektor Tenaga Kerja Pertanian Bukan Penerima Upah & Gaji (TKPBUG). Sektor TKPBUG ini sangatlah besar pengaruhnya sebagai garnbaran kegiatan masyarakat/pengusaha yang bekerja di sektor pertanian. TKPBUG ini juga menggambarkan pemilik lahan yang berusaha dibidang pertanian dengan menanam beberapa jenis tanaman seperti sawit, karat, umbi-umbian, lada, dan lain sebagainya Hal ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun untuk mendapatkan keuntungan dari hasil panen pertanian. Adapun kegiatan dalam penanaman pemilik lahan dibantu oleh anggota keluarga mereka. Sektor inilah yang banyak melakukan kegiatan penanaman untuk keperluan sehari-hari dan usaha agar mereka dapat meningkatkan pendapatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya dorongan kegiatan Rumah Tangga Bukan Pertanian Golongan Rendah dan Golongan Atas."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>