Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156160 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Eddie
"Kehadiran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia sebagai lembaga baru dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia merupakan fenomena menarik. Secara teoretis, kehadiran kamar kedua dalam parlemen dimaksudkan untuk mewakili ruang (daerah) dan memberikan pendapat kedua dalam pembuatan undang-undang atau melakukan checks and balances kepada kamar pertama. Fungsi dan wewenang DPD yang ditetapkan dalam UUD 1945 adalah fungsi legislasi, fungsi pertimbangan dan fungsi pengawasan yang sangat terbatas, dan bahkan dalam UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD semakin dibatasi lagi dengan keterlibatan DPD dalam pembahasan hanya pada tahap pembicaraan tingkat I.
Sehubungan dengan itu, menarik untuk dikaji pembentukan DPD, bagaimana bikameralisme di negara-negara lain, bagaimana kamar kedua melaksanakan checks and balances kepada kamar pertama atau upper house dan bagaimana implementasinya dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik di Indonesia. Karena itu, tesis ini mencoba membahas bentuk bikameralisme di Indonesia dan bagaimana DPD melaksanakan checks and balances kepada DPR. Penelitian dilakukan dengan tipe kualitatif deskriptif sebagai upaya eksplorasi dan klarifikasi kehadiran DPD yang dilakukan secara intensif, mendalam, terinci dan komprehensif. Pengumpulan data diiakukan dengan pengamatan langsung, studi pustaka, wawancara mendalam dengan pakar terkait, serta anggota DPD dan DPR.
Berdasarkan teori bikameralisme yang dikembangkan oleh Sartori, Lijphart, Ellis dan C.F. Strong serta melakukan perbandingan dengan bikameralisme di beberapa negara, bikameralisme di Indonesia termasuk dalam kategori yang berbeda atau bikameralisme yang Iain dari yang lain. Meskipun dengan kewenangan yang sangat terbatas, DPD - yang anggotanya dipilih Iangsung oleh rakyat dalam, pemilihan umum legislatif - masih dapat melaksanakan fungsi-fungsinya dalam kerangka checks and balances terhadap DPR melalui pengusulan RUU di bidang tertentu, pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu dan fungsi pertimbangan dalam APBN ."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhil Virgiawan
"Amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 telah mengubah banyak hal. Hal yang amat jelas terlihat terkait kekuasaan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam bidang legislasi.  Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar sebelum amandemen menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sementara setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945 telah berganti menjadi Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu pada Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Sebelum Amandemen juga mengalami perubahan yakni yang sebelumnya menyatakan tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat berubah menjadi Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Hal ini menunjukan kekuasaan Presiden setelah perubahan UUD Tahun 1945 di bidang legislasi mengalami pengurangan secara signifikan. Ini memperlihatkan perubahan aturan yang berkenaan dengan kekuasaan Presiden oleh semua kalangan dianggap telah terjadi pergeseran dari executive heavy ke arah legislative heavy. Pasal 20 ayat (2) menyatakan setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama dan tercapainya checks and balances system dalam bidang legislasi pada Undang-Undang Dasar setelah amandemen. Walaupun telah tercapai nya prinsip checks and balances setelah amandemen UUD 1945, nyatanya pada prakteknya terdapat perselisihan/konflik yang terjadi antara Presiden dan DPR dalam bidang legislasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain analisis deskriptif. Permasalahan ini ditinjau dari perbandingan hukum dengan metode penelitian yuridis normatif dan penulisan bersifat deskriptif.

Checs and Balances Mechanism of the President and the House of Representatives in Indonesia in the Function of Legislation Based on the 1945 Constitution Before and After the Amendment Amendments to the 1945 Constitution have changed many things. This is very clearly seen related to the power of the President and the House of Representatives in the field of legislation. Article 5 paragraph (1) of the Constitution before the amendment states that the President holds the power to form laws with the approval of the temporary House of Representatives after the amendment to the 1945 Constitution has changed to the President has the right to submit draft laws to the House of Representatives. In addition, Article 20 paragraph 1 of the Constitution Before the Amendment also underwent changes, namely that previously stated that each law required the approval of the House of Representatives to change to the House of Representatives holding the power to form laws. This shows that the power of the President after the amendment to the 1945 Constitution in the field of legislation has decreased significantly. This shows that changes in the rules relating to the power of the President by all groups are considered to have occurred a shift from executive heavy to legislative heavy. Article 20 paragraph (2) states that each draft law is discussed by the House of Representatives and the President for mutual approval and the achievement of a checks and balances system in the field of legislation in the Constitution after the amendment. Although the principle of checks and balances has been achieved after the amendment to the 1945 Constitution, in practice there are disputes/conflicts between the President and the DPR in the field of legislation. This research is a qualitative research with descriptive analysis design. This problem is viewed from a legal comparison with normative juridical research methods and descriptive writing."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmawati
"The Dewan Perwakilan Daerah (Regional Representatives Council - DPD) and the Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives - DPR) are institutions which represent the people in the parliament of the Republic of Indonesia. However, these two institutions do not have equal powers, including the powers related to the control function. The DPD’s function related to control is provided for under Article 22D paragraph (3), Article 23E paragraph (2), and Article 23F paragraph (1) of the Third Amendment to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The DPD can exercise control of the implementation of certain laws related to regional interests, the implementation of the State Budget, taxes, education and religion, reporting on the results of supervision exercised by it to the DPR; it receives the results of state finance audit conducted by the Badan Pemeriksa Keuangan (Audit Board - BPK), and provides its consideration to the DPR in electing members of BPK. Based on a comparison among various countries it is evident that although some countries have weaker control authorities compared to those of the DPD, it is the DPD elected directly through the general elections which has the weakest authority among them. Proportionate powers need to be granted to the DPD in order to ensure that that the objective of its establishment in representing the interests of the regions may be achieved."
[University of Indonesia, Faculty of Law;, ], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Gitta Nur Wulan
"Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bidang transportasi merupakan salah satu urusan pemerintahan konkuren yang didapatkan secara atribusi dengan bersumber pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Atas dasar hal tersebut, Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bidang Transportasi pada pelaksanaannya dapat dibagi dalam kewenangan perencanaan; kewenangan penyelenggaraan dan kewenangan evaluasi. Dalam perkembangannya, permasalahan transportasi Jakarta yang kompleks dan terhubung dengan daerah sekitarnya membutuhkan penanganan yang terpadu dan komprehensif, sehingga pemerintah pusat membentuk Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) melalui Perpres No. 103 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek. BPTJ melaksanakan tugas dengan mengacu pada Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ). Oleh karena kewenangan BPTJ yang lintas daerah dalam wilayah Jabodetabek, maka kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bidang transportasi tidak mengalami perubahan secara substansial, melainkan hanya terdapat perubahan terkait koordinasi pelaksanaan kewenangan. Dalam hal ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap berwenang dalam pengelolaan transportasi di lingkup wilayahnya yang didasarkan atas kewenangan atributif dari pembagian urusan pemerintahan di bidang perhubungan dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan jenis eksplanatoris, sehingga akan menghasilkan suatu penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan secara mendalam terkait suatu gejala atau permasalahan dengan menggunakan data sekunder berupa norma hukum tertulis. Dalam praktik pelaksanaannya masih terdapat potensi tumpang tindih kewenangan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan BPTJ, sehingga diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur secara jelas mengenai hubungan kerja dan pembagian urusan di bidang transportasi antara pemerintah daerah di wilayah Jabodetabek dengan BPTJ yang mengacu pada RITJ.
Jakarta Provincial Government Authority in the field of transportation is one of the concurrent authority obtained by attribution, referring to The Law of The Republic of Indonesia Number 23 of 2014 concerning Local Government. On that basis, Jakarta Provincial Government Authority in the field of Transport on its implementation can be divided into the planning authority; organizing authority and the authority of the evaluation. In its development, the transportation problems in Jakarta was complex and connected with the surrounding area in need of an integrated and comprehensive treatment, so that the central government established the Transportation Management Agency of Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (BPTJ) through Presidential Regulation Number 103 of 2015 concerning Transportation Management Agency of Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (BPTJ). BPTJ duties referred to the Transportation Master Plan for Jabodetabek (RITJ). Therefore BPTJ authority which cross the area in Greater Jakarta, the Jakarta Provincial Government authorities in the field of transport did not change substantially, but there are only related to changes in coordinating the implementation of the authority. In this case, Jakarta Provincial Government retains authority in the management of transport in the scope of its area are based on the attributive authority of the division of government affairs in the sector of transportation in The Law of The Republic of Indonesia Number 23 of 2014 concerning Local Government. The method used in this research is normative juridical with the kind of explanatory, so it will produce a study that depicts or describes in depth related to a problem with using secondary data in the form of a written legal norms. In practical implementation, there is still potential overlapping authority between the Government of Jakarta with BPTJ, so that the necessary legislation clearly regulating the relationship and the division of affairs in the field of transport between local authorities in the Greater Jakarta area with BPTJ which refers to RITJ."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ketut Puji Rahmanto
"Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan sebuah kebutuhan daerah dan kehendak masyarakat DIY itu sendiri dalam upayanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dijamin oleh konstitusi. Status istimewa yang dimiliki oleh DIY merupakan fakta sejarah yang tidak akan terhapus oleh kondisi jaman yang berubah.
Fungsi membentuk undang-undang (legislasi) yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) masih sangat lemah jika dibandingkan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden. Padahal melalui fungsi legislasi, DPD diharapkan menjadi lembaga yang dapat menjembatani kepentingan daerah di tingkat pusat salah satunya adalah pembentukan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UUK DIY).
Hal yang menarik terkait dengan peran DPD di dalam pembentukan UUK DIY adalah keterlibatan DPD yang cukup jauh padahal selama ini keterlibatan DPD dalam setiap pembahasan rancangan undang-undang hanya sebatas menyampaikan pandangan dan pendapat akhir saja.
Keterlibatan DPD yang cukup jauh tersebut tidak lepas dari pendekatan politik yang dilakukan oleh Pimpinan Komite I DPD kepada Pimpinan Komisi II DPR. Undang-Undang No. 27 Tahun 2009, UU No. 12 Tahun 2011, dan Tata Tertib DPR, belum memberikan ruang kepada DPD untuk ikut membahas secara penuh dalam proses Pembicaraan Tingkat I. Padahal keberadaan DPD terbukti dapat meningkatkan ketahanan nasional melalui pemberdayaan daerah-daerah.

The specialty of Yogyakarta Special Region is a regional needs and desires Yogyakarta community itself in its efforts to improve the welfare of the people guaranteed by the Constitution. Special status held by Yogyakarta is a fact of history that will not be erased by the time the conditions change.
Functions make statutes (legislation) that is owned by the Regional of the Representative Council of the Republic of Indonesia (Senate) is still very weak in comparison to the House of Rerepsentative and the President. Through the legislative function, Senate of Indonesia is expected to be an institution that can bridge the interests of the region at the central one of which is the establishment of the Law Privileges Yogyakarta. (UUK DIY).
The interesting thing related to Senate's role in the formation of UUK DIY engagement Senate is quite far but so far Senate involvement in any discussion of the draft law was limited to conveying the views and opinions of the end of the course.
Involvement Senate could not be separated far enough from the political approach taken by the Chair of Committee I Senate to the Chair of Commission II House. Law No. 27 In 2009, Law no. 12 In 2011, and the Discipline of the House, not to give space to discuss the Council to participate fully in the Discussion Level I. Though the presence of Senate proven to improve national defense through empowerment of the regions."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsudnin Haris
Jakarta: United Nations Development Programme (UNDP), 2010
328.598 SYA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sarji
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S25473
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>