Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133442 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Sujudi
"BOLLINGER (1877) mengemukakan tentang penyakit yang banyak menyerang rahang dan tenggorokan ternak. Penyakit tersebut adalah osteosarkoma dan "wooden tongue" yang jejasnya mempunyai sifat utama granulomatosa. Jejas tersebut selain terdiri dari sel-sel granuloma, lekosit dan jaringan coati juga mengandung benda-benda granulasi kasar, berwarna kuning pucat yang merupai fungus. HARZ (1877)* menemukan hal yang sama seperti BOLLINGER dan men ,anggap badan-badaa granulasi tersebut sebagai fungus baru, yang karena tersusun radial maka dinamakannya rayfungus atau Actinomyces bovis. ISRAEL (1878) menenukan fungus tersebut iada seorang penderita pyeMia yang menahun dengan abses didadanya. PCNFICIL (1879, 1882)* membuat kesimpulan bahwa penyakit yang ditemukan BOLLINGER dan ISRAEL adalah penyakit yang sama yaitu actinomycosis.
Kedudukan Actinomyces didalam dunia jasad renik ada yang nenggolongkan keda].am golongan bakteri, golongan fungus dan ada Pula yang menggolongkannya sebagai golongan tersendiri. Dengan
Makin bertambahnya pengetahuan tentang morfologi Actinomyces maka penggolongannya lebih condong sebagai golongan tersendiri, yang sifatnya dalam beberapa hal mendekati bakteria sedangkan dalam sifat pertumbuhannya merupai fungus.
Maka Ordo baru diusulkan oleh BUCHANAN (1913), yaitu Ordo Actinomycetales yang meripunyai sebuah Famili Actinomycetaceae yang terdiri dari 4 genus yaitu Actinobacillus, Leptotrichia, Actinomyces dan Nocardia.
Tetapi "Committee of the Society of the American Bacteriologist;; serta LESKIE (1921); BERGEY (1923) ; WAKSMAN (1927); LEHMANN dan NEUMANN {1927); FORD (1922) ; TOPLEY dan WILSON (1927) dalam klasifikasinya menanggalkan naraa genus Nocardia dan memasukkan senua jenis Actinomyces dalam genus Actinomyces. Mereka merupakan pengikut BOSTROEM (1891) yang dalam pemeriksa--annya menemukan bahvra Actinomyces hidupnya aerob. Sedangkan ISRAEL dan WOLFF (1891) kemudian WRIGHT (1905) baru berhasil mernbiakkan Actinomyces secara anaerob. Malca PINOY (1913) serta CHALK. RS dan CHRISTOPHERSEN (1916) mengemukakan sebaiknya Actinomyces dibagi dalam 2 golongan berdasarkan kebutuhan akan zat asamnya, yaitu yang hidup secara aerob dan pada umumnya bersifat saprofit sebagai genus Nocardia, sedangkan yang hidup anaerob ialah genus Actinomyces.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1972
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robert Utji
"ABSTRAK
Pada tahun 1950 MOORE dan FRERICHS (1953) telah mengasingkan kuman berbentuk batang tahan-asam dari infeksi menahun pada lutut karena trauma, dan dari absces bokong seorang penderita. Pada sediaan bisto-patologik jaringan synovia lutut dan kulit absces tampak gambaran yang merupai radang tuberkulosis. Nama yang diberikan kepada jenis kuman yang menyebabkan ini adalah Mycobacterium abscessus n.sp. berdasarkan persamaan gambaran histologik jaringan yang sakit dan perbedaan beberapa macam sifat dengan Mycobacteria yang diketahui dapat menyebabkan penyakit pada manusia, MOORE dan FRERICHS telah menganggap kuman penyebab sebagai satu Species Mycobacterium tersendiri berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya dengan beberapa jenis Mycobacterium yang dikenal dan dipakainya sebagai perbandingan. Jenis-jenis tersebut adalah: Mycobacterium ranae, Mycobacterium thamnopheost Mycobacterium chelonei (Mycobacterium friedmannii), Mycobacterium piscium, Mycobacterium marinum, Mycobacterium leprae, Mycobacterium paratuberculosis dan Mycobacterium ulcerans.
Hingga kini Mycobacterium abscessus belum diakui secara resmi sebagai satu species tersendiri. Waktu akhir-akhir ini makin sering diungkapkan cara-cara baru yang dapat dipakai pada diferensi asi jenis-jenis Mycobacterium.
Oleh pelbagai penyelidik diumumkan cara-cara menentukan jenis kuman dengan perbandingan sifat-sifat antara jenis-jenis kuman lain (SNEATH, 1957; BOJALIL, 1961; CERBON, 1961; WAYNE, DOUBECK dan RUSSEL, 1964; TSUKAMURA, 1965; WAYNE dan DOUBECK, 1965; WAYNE, 1967).
Penyelidikan ini dilakukan untuk menentukan sampai dimanakah jenis Mycobacterium abscessus dapat dianggap sebagai satu species tersendiri dan bila tidak, pada species apakah ia dapat digolongkan. Cara penentuan species Mycobacterium ini ialah dengan membandingkan hasil-hasil pelbagai macam pemeriksaan pada pelbagai jenis Mycobacterium yang bertumbuh cepat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1972
D412
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R Utji
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
589.9 UTJ at
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus Djaelani
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1980
S16507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Kertasasmita
"Telah dilakukan identifikasi rimpang beberapa spesies keluarga Zingiberaceae
untuk memperoleh pola kromatogram lapisan tipis dari hasil isolasi secara
destilasi dan maserasi.
Tanaman yang dise~idiki ialah Curcuma domestica Val (kunyit), Kaempfer.iae
galanga (kencur), Alpini~ galanga L (laos), Zingiber officinale Rose (jahe), ('Curcuma X~thorrhiza Roxb (temulawak). Hasil pemeriksaan dengan kromatografi lapisan tipis dari destilat yang di- eluasi dengan eluen n-heksana - benzen - metanol dan eluen kloroform - asam asetat glasial, penampak noda anhidrida asam asetat - asam sulfat pekat, spesifik untuk Curcuma :xanthorrhiza Roxb. Eluen benzen - kloroform - metanol, penampak noda anhidrida asam asetat - asam sulfat pekat dan eluen etil asetat- n-heksan~,_penampak noda asam sul~ fat pekat - asam nitrat pekat spesifik untuk Curcuma domestica Val. Eluen etil asetat - n-heksana dan eluen_benzen, penampak noda anisaldehid- asam sulfat pekat; spesifik untuk Kaempferiae galanga. Eluen dikloroetana, lalu dieluasi lagi dengan benzen, penampak noda anisal- dehid - asam sulfat pekat, spesifik untuk Alpinia galanga L. Eluen kloroform dan eluen etil asetat- n-heksana, penampak noda anisalde:- hid - asam sulfat pekat, spesifik untuk Zingiber officinale Rose.
Hasil pemeriksaan kromatografi lapisan tipis maserat/ekstrak spesifik untuk Curcuma domestica Val dan Curcuma xanthorrhiza Roxb. Hasil ~romatografi gas dari destilat karena keterbatasan standard yang kami miliki, hanya dapat dipergunakan untuk mengetahui adanya kamfer dan sitral. Dengan menggunakan eluen dan penampak noda yang spesifik untuk setiap spe- sies dapat ditentu_~an pola kromatogramnya."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1984
S31795
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bickerton, Derek
Chicago : University of Chicago Press, 1990
401 BIC l (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Darwin, Charles
Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2002
576 DAR ot
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Astuti
"Telah dilakukan uji toksisitas ekstrak metanol empat spesies timun laut dari Kepulauan Seribu yaitu Holothuria coluber, Holothuria edulis, Actinopyga lecanora, dan Stichopus sp. Timun laut diekstraksi dengan metanol kemudian ekstrak dari spesies dengan aktivitas tertinggi difraksinasi cair-cair dengan nheksan, etil asetat, dan air. Fraksi yang paling toksik selanjutnya difraksinasi kembali menggunakan kromatografi kolom normal. Pengujian dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Actinopyga lecanora memiliki toksisitas tertinggi dengan nilai LC50 227,094 μg/ml sementara fraksi paling aktif adalah etil asetat dengan LC50 158,276 μg/ml. Hasil pengujian pada fraksi hasil kolom memberikan nilai LC50 sebesar 84,202 μg/ml sebagai fraksi teraktif. Identifikasi dengan berbagai pereaksi kimia menunjukkan bahwa fraksi paling aktif tersebut diduga mengandung senyawa golongan flavonoid dan steroid/triterpenoid."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33130
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Basmila Fauziah
"Eutrofikasi merupakan fenomena pengkayaan nutrient khususnya fosfat yang dapat menyebabkan terjadinya peledakan pertumbuhan alga algae blooming) dan menimbulkan efek samping yaitu penurunan konsentrasi oksigen dalam badan air yang menyebabkan kematian biota. Sedimen di perairan merupakan kompartemen dan sumber lepasnya fosfat ke badan air. Oleh karena itu, untuk memonitor dan mengkontrol eutrofikasi di badan air perlu dikaji interaksi antara sedimen dan badan air dengan mengetahui dan mengkarakterisasi spesi senyawa fosfat di sedimen yang berpotensi menjadi sumber fosfat bagi alga di badan air. Identifikasi spesi senyawa fosfat di sedimen dilakukan dengan proses ekstraksi bertahap. Dalam penelitian ini empat metode ekstraksi bertahap dibandingkan, yaitu metode yang diusulkan oleh Bowman Cole, Hedley et al., Ivanoff et al., dan metode standard-Baoqing, et al. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, metode ekstraksi yang paling efektif adalah metode yang diusulkan oleh Ivanoff et al dengan waktu ekstraksi yang lebih efisien dan dapat mengekstrak kadar P 99.83 dari kadar P total dengan memperoleh 6 tipe spesi fosfat dari 7 fraksi menggunakan metode ekstraksi bertahap. Tipe fosfat yang berada dalam sedimen yaitu fosfat organik fosfat labile, P-mikrobal, dan fosfat yang bersifat cukup resisten dan resisten dan fosfat anorganik fosfat labile, fosfat cukup labile, dan Ca-P dengan senyawa fosfat yang paling banyak ditemukan di sedimen yaitu tipe fosfor anorganik pada fraksi P Labile. Faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi bertahap spesi fosfat pada sedimen yaitu 1 pH, 2 ekstraktan, 3 waktu ekstraksi, dan 4 tahapan prosedur pada metode ekstraksi bertahap.

Eutrophication is a phenomenon of nutrient enrichment especially phosphates that can cause the explosion of algal growth alga bloom and side effects is the decrease of oxygen concentration in porewater that causing the death of biota. Aquatic sediments are the compartment and the source of the phosphate release to the porewater. Therefore, to monitor and control eutrophication in the porewater, it is necessary to examine the interactions between sediments and porewater by knowing and characterizing phosphate specifications in the sediments that are the source of phosphates for algae in the porewater. Identification of the species phosphate in the sediment was carried out by a sequential extraction process. In this study several sequential extraction methods used namely as follow the method of Bowman Cole, Hedley et al., Ivanoff et al., and standard methods Baoqing, et al. The most effective sequential extraction method is the method devised by Ivanoff et al. With the more efficient extraction time which has extracted 99.83 of P from total P content with 6 species of phosphate. It is found that phosphate species in sediment were organic phosphate labile P, P microbal, and moderately resistant P and resistant P and inorganic phosphate labile P, moderately labile P, and Ca P with the most widely found species of phosphate were inorganic phosphorus in P Labile fraction. Factors affecting the gradual extraction process is 1 pH, 2 extractants, 3 extraction times, and 4 the procedure stage of the method."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68834
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>