Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61036 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Barda Nawawi Arief, 1943-
"Pidana penjara saat ini sedanc aengalami "masa krlsis". Jenis pidana ini terinasuk salah satu jenia sanksi yang kurang disukai. Banyak krltik tajam ditujukan terhadap jenis pidana perainpasan kemerdekaan ini, taik dilihat dari sudut efektivitasnya maupun dilihat dari akibat-akibat negatif lainnya yang, menyertai atau yang berhubungan dengan diraa^asnya kemerde kaan seseorang itu sendiri. Kritik ' . tajam dan negatif itu tidak hanya ditujukan teriiadap pidana pen jara raenurut pandangan retributif tradisional, tetapi juga terhadap pidana penjara menurut pandangan modern yang lebih bersifat kemanusiaan dan oenek^kan pada unsur perbaikan si pelanggar (reformasi, rehabilitasi dan resosialisasi). Sorotan dan kritik tajam 'inipun tidak hanya dikemukakan oleh nara ahli secara perseorangan, tetapi juga oleh masyarakat bangsa-ban^ sa di d\mia melalui beberapa kali seminar dan kongres internasional.
Di tengah gelorabang "masa krisis" yang demikian itu, ditambah pula dengan usaha pembaharuan hukum pidana yang diamanatkan oleh Perabukaan Undang-undang Dasar 1945, maka menjadi pentinglah nntuk raelakukan peninjauan kembali (reorientasi, re-evaluasi, reforma si dan reorganisasi) terhadap dua masalah kebijaksana an yang sangat raendasar mengenai penggunaan pidana penjara dilihat dari sudut politik kriminal. Pertama, mengenai perlu tidaknya pidana penjara itu tetap dipertahankan sebagai salah satu sarana kebijaksanaan penanggulangan kejahatan; dan kedua, mengenai sebera pa oauh kebi jaksanaan le'gislatif dalam menetapkan dan merumuskan pidana penjara selama ini dapat menun jang usaha mekanisme penanggulangan kejahatan.
Dari penelitian yang dilakukan terhadap dua masalah sentral tersebut ternyata, bahwa walaupun kritik-kritik tajam banyak dilontarkan terhadap mas alah efektivitas pidana penjara, namun masih terdapat nilai-nilai positif yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai dasar pembenaran dipertahankannya pidana penjara sebagai salah satu sarana kebijaksanaan pen^ggulangan kejahatan. Dasar pembenarannya dapat dilihat dari praktek perabuatan atau penyusunan undang-undang selama ini, dari aspek-aspek pokok tujuan pemidanaan, dari ciri pemidanaan dalam masyarakat modern, dari perlunya upaya perlindungan dan pengamanan masyarakat terhadap meningkatnya kejahatan dan tindakan-tindakan kekerasan di luar hukiim, serta di lihat dari sudut dukungan masyarakat bangsa-bangsa di dunia melalui kongres-kongres internasional yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Walaupun pidana penjara masih patut dipertahankan sebagai salah satu sarana kebijaksanaan penanggulangan kejahatan, namun perlu ditempuh kebijaksanaan rasional yang selektif dan limitatif dalam pengoperasionalisasiannya.
Dalam penelitian ini dijumpai faktor-faktor kondusif dari kebijaksanaan legislatif selama ini yang kurang memberikan jarninan bagi terlaksananya kebijaksanaan yang demikian. Faktor-faktor kondusif tersebut, ialah :
a. sebagian besar perumusan delik kejahatfin di dalam produk perundang-undangan yang diteliti raemuat ancaman pidana penjara dan sebagian besar diantaranya memuat perumusan yang bersifat imperatif;
b. tidak adanya ketentuan perundang-undangan sebagai katup pengaman (veiligheidsklep) yang memberi pedoman dan kewenangan bagi hakim untuk menghindari, membatasi atau memperlunak penerapan pidana penjara yang dirumuskan secara imperatif;
c. lemahnya ketentuan pidana bersyarat selama ini sehingga kurang dapat mengatasi- sifat kaku dari sistem perumusan pidana penjara secara imperatif;
d. lemahnya kebijaksanaan legislatif selama ini dalam mengefektifkan operasionalisasi pidana denda yang sering dirumuskan secara alternatif dengan pidana penjara;
e. tidak adanya pedoman penjatuhan pidana penjara yang dirumuskan secara eksplisit dalam perundangundangan;
f. tidak adanya ketentuan prosedural yanp memberi kewenangan untuk melakukan penundaan penuntutan pidana.
Mekanisme pengoperasionalisasian pidana penjara yang rasional, selektif dan limitatif dalarn rangka usaha penanggulangan kejahatan akan dapat terjatmin apabila dalam kebijaksanaaji legislatif :
1. tersedia pembagian jenis dan kualitas pidana peram pasan keiherdekaan;
2. tersedia pedoman penjatuhan pidana penjara yang dirurauskan secara eksplisit;
3. sejauh mungkin menghindari perumusan pidana penjara secara imperatif, khususnya perumusan tunggal;
4. ada ketentuau-ketentuan yang merupakan katup-pengajnan untuk mengimbangi, dalam arti untuk dapat menghindari, membatasi atau memperlunak sistem perumusan pidana penjara secara imperatif, yang berupa:
a. ketentuan prosedural untuk melakukan penundaan penuntutan bersyarat;
b. ketentuan yang dapat lebih menjamin penerapan pidana (penjara) bersyarat secara lebih efektif;
c. pedoman untuk menerapkan sistem perumusan pidana penjara secara imperatif, khususnya secara tinggal, yang memberi kewenangan kepada hakim untuk tidak menjatuhkan pidana penjara dengan menyedia kan alternatif pidana atau tlndakan lain yang lebih ringan.
5. ada ketentuan untuk merubah atau menghentikan sama sekali pelaksanaan pidana penjara yang telah dijatuhkan hakim."
Depok: Universitas Indonesia, 1986
D240
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soedjono Dirdjosisworo
Bandung: Sinar Baru, 1984
345.598 SOE f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Setya Wahyudi
"ABSTRAK
Tesis ini berjudul "Kebijakan Penerapan dan Pelaksanaan Pidana Penjara Dalam Rangka Reintegrasi Sosial Terhadap Terpidana kejahatan Kekerasan", dan tujuan penelitian dalam tesis ini yaitu untuk mengetahui kebijakan hakim di dalam penerapan pidana penjara dan kebijakan pembina lembaga pemasyarakatan di dalam pelaksanaan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial terpidana kejahatan kekerasan.
Penelitian ini bersifat deskriptif, dan pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian di lapangan berupa studi dokumen, observasi, angket dan wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto, Petugas Pembina Lembaga Pemasyarakatan dan Narapidana kejahatan kekerasan di Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto. Penentuan responden dilakukan secara purposive non random sampling, dan analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
Maksud kebijakan penerapan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial, yaitu kebijakan hakim di dalam menjatuhkan pidana penjara dengan tujuan untuk perlindungan masyarakat terhadap bahaya akibat tindak pidana dan, dengan tujuan untuk mendidik pelaku tindak pidana. Kebijakan pelaksanaan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial dilaksanakan dengan cara memasukkan narapidana ke dalam lembaga pemasyarakatan dan selama menjalani pidana dilakukan pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian dan pembinaan reintegrasi dengan masyarakat yang berupa asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas.
Kebijakan penerapan pidana penjara terhadap terpidana kejahatan kekerasan di Pengadilan Negeri Purwokerto apabila dilihat dari berat pidana penjara yang dijatuhkan, telah memenuhi dan dapat sebagai sarana proses reintegrasi sosial yang berupa asimilasi, pembebasan bersyarat ataupun cuti menjelang bebas, namun apabila dilihat dari pertimbangan-pertimbangan penjatuhan pidana penjara maka dapat dikatakan tidak berdasar tujuan reintegrasi sosial sepenuhnya.
Kebijakan pelaksanaan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial terhadap terpidana/narapidana kejahatan kekerasan di Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto lebih ditonjolkan pada bentuk pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian serta pembinaan dalam bentuk asimilasi di dalam lembaga atau di dalam gedung lembaga pemasyarakatan yang meliputi kegiatan pembinaan mental spiritual atau keagamaan, olah raga, keterampilan pertukangan, perbengkelan, pertanian dan peternakan. Pembinaan narapidana dalam bentuk asimilasi dilakukan dengan cara pembauran antara narapidana dengan petugas pembina lembaga, pembauran dengan sesama narapidana dan Pembauran dengan masyarakat pengunjung lembaga pemasyrakatan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial diperlukan sarana dan prasarana yang memadai, profesionalisme pembina lembaga pemasyarakatan dan diperlukan partisipasi positif dari masyarakat.

ABSTRACT
The title of the thesis is 'The application and implementation of imprisonment sentence policies based on social reintegration of violent crime offenders. The aim of the present research were to know the judge policy in inflicting imprisonment sentence and to know the prison management policy in implementing the imprisonment sentence based on social reintegration of the violent crime offenders.
This 'research was descriptive.. The data was obtained through library and field researches involving documentary study, observation, questionnaire and interview with the Purwokerto state court, prison management and prisoner of violent crime prisoners in Purwokerto prison. Respondents were chosen based on purposive non random sampling. Data was analyzed based on descriptive qualitative methods.
The aims of the imprisonment policy based on the social reintegration was the implementation of imprisonment sentence based on social defence and treatment of offender method. This policy was implemented by giving i;a treatment to the offenders in a prison like personality and self-esteem education; and reintegration education, involving programs like assimilation, conditional release and to go on leave before released.
If, the judge policy on the application of imprisonment sentence was viewed based on its heaviness, it would be fit in with the social reintegration policy involving assimilation, conditional release and to go on leave before released, but if it was wied based on its considerations in inflicting imprisonment sentence, it would not be fit in with the aims of the social reintegration policy.
The implementation of the imprisonment sentence in the Purwokerto prison was more focused on the personality and self-esteem educations, and assimilation inside the Purwokerta prison involving activities like moral and spirituai1l educations, sport, artisan, mechanic, agriculture and husbandry. The assimilation of offenders was done by establishing close communication with prison officers, Other prisoner and public prison visitors.
To Teach the aims of the implementation of imprisonm1nt sentence based on social reintegration, it needed sufficient facilities; professionalism of the prison officers and positive social participation.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salman Luthan
"Kebijakan legislatif tentang kriminalisasi dalam peraturan perundang-undangan meliputi tiga unsur, yaitu dasar pembenaran kriminalisasi, kepentingan hukum yang dilindungi dalam kriminalisasi, dan gradasi keseriusan tindak pidana. Untuk mengetahui fenomena ketiga unsur kriminalisasi tersebut diteliti 17 macam undang-undang, khususnya aspek tindak pidananya. Kepentingan hukum yang dilindungi dalam kriminalisasi adalah kepentingan pembangunan yang terdiri dari kepentingan pembangunan politik, ekonomi, kesejahteraan sosial dan SDM, lingkungan hidup, dan kepentingan pembangunan tata nilai sosial. Kepentingan hukum yang dilindungi tersebut lebih mencerminkan perlindungan kepentingan pemerintah daripada kepentingan masyarakat.
Dasar pembenaran kriminalisasi memiliki lima pola dasar pembenaran, yaitu peranan dan arti penting suatu hal bagi kehidupan manusia dan penyalahgunaan hal itu dapat mendatangkan kerugian kepada masyarakat, bangsa dan negara, merugikan kepentingan masyarakat dan/atau negara, bertentangan dengan norma agama, moral atau kesusilaan, kepatutan dan budaya bangsa, bertentangan dengan ideologi negara Pancasila dan UUD 1945, dan bertentangan dengan kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, politik, keamanan, dan sosial budaya. Dasar pembenaran kriminalisasi tersebut mencermin tiga pendekatan, yaitu pendekatan kebijakan, pendekatan nilai, dan pendekatan ilmu pengetahuan.
Kebijakan legislatif menetapkan dua kriteria umum dan tujuh kriteria khusus gradasi keseriusan tindak pidana. Kedua kriteria umum tersebut adalah pembedaan tindak pidana dalam kejahatan dan pelanggaran dan perbedaan substantif perbuatan, sedangkan ketujuh kriteria khusus itu adalah pembedaan tindak pidana dalam kesengajaan dan kealpaan, perbedaan kualitas karya cipta, perbedaan kualitas zat bahan terlarang, perbedaan modus operandi pelaksanaan tindak pidana, perbedaan akibat hukum, perbedaan subjek hukum tindak pidana, dan perbedaan status kelembagaan. Kebijakan legislatif tentang kriminalisasi menunjukkan adanya tiga kelemahan, yaitu perbedaan gradasi keseriusan tindak pidana yang cukup tajam dalam satu rumpun delik, perumusan perbuatan yang berbeda kualitasnya dalam satu delik, dan perlindungan hukum yang berlebihan terhadap aparatur pemerintah."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T3931
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barda Nawawi Arief, 1943-
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2010
345 BAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fatimah
1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"makalah ini disampaikan dalam seminar tentang revitalisasi dan reinterpretasi nilai-nilai hukum tidak tertulis dalam pembentukan dan penemuan hukum, diselenggarakan oleh BPHN DEPKUMHAM RI tanggal 28-30 september 2005 di makassar"
300 MHN 1:1 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Soehartono Soeryoprastowo
"ABSTRAK
Di dalam Pola Umum Pelita IV yang merupakan kelanjutan dari Pelita III, dalam rangka usaha bertahap mencapai suatu sasaran dalam bidang hukum Pembangunan Jangka Panjang, telah dinyatakan sangat perlunya mewujudkan kesadaran serta kepastian hukum masyarakat yang semakin mantap. Hal ini dapat dilihat dalam GBHN Pada Tap
MPR-RI Nomor II/MPR/1983, khususnya yang menyangkut Wawasan Nusantara, yang dapat dijadikan dasar dari pembangunan Nasional di bidang hukum, karena di dalam bidang hukum dinyatakan bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan hukum dalam arti bahwa hanya satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional. Dalam pola umum pelita IV, khususnya yang mengenai arah dan kebijaksanaan pembangunan bidang hukum ditegaskan :
a. Pembangunan dan pembinaan hukum dalam hukum Indonesia didasarkan atas Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
b. Pembangunan dan pembinaan hukum diarahkan agar dapat:
1. Memantapkan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.
2. Menciptakan kondisi yang lebih mantap, sehingga setiap anggota masyarakat dapat menikmati suasana serta iklim ketertiban dan kepastian hokum yang berintikan keadilan.
3. Lebih memberi dukungan dan pengamanan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran.
c. Dalam pembangunan dan pembinaan hukum ini akan dilanjutkan usaha-usaha untuk :
1. Meningkatkan dan menyempurnakan pembinaan hukum nasional dalam rangka pembaharuan hukum dengan antara lain mengadakan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan memperhatikan kesadaran hukum yang berkembang dalam masyarakat.
2. memantapkan kedudukan dan peranan badan-badan penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing.
3. Memantapkan sikap dan perilaku para penagak hukum serta kemampuannya dalam rangka meningkat kan citra dan wibawa hukum serta aparat penegak hukum.
4. Meningkatkan penyelenggaraan bantuan hukum dan pemberian bantuan hukum bagi lapisan masyarakat yang kurang mampu.
5. Meningkatkan prasarana dan sarana yang diperlukan untuk menunjang pembangunan bidang hokum.
d. Meningkatkan penyuluhan hukum untuk mancapai kadar kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat sehingga setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam rangka tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum sesuai Undang-Undang Dasar 1945?
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>