Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12465 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Bioesei Ureaplasma urealyticum perlu dikembangkan sebagai teknik untuk mendeteksi dan mendeterminasi faktor patogen bakteri, sehingga patogenesis penyakit yang disebabkan infeksi ureaplasma dapat dipahami dengan baik. Tahap pertama penelitian ini adalah mengembangkan metoda untuk kultivasi dan verifikasi ureaplasma; kultivasi pada media padat maupun cair dapat digunakan untuk mendeteksi ureaplasma dalam sampel yang diperiksa. Meskipun demikian teknik PCR yang mengamplifikasi DNA bakteri menggunakan primer yang meliputi gen urease (ure) lebih memberikan konfirmasi yang akurat tentang keberadaan U. urealyticum. Untuk memahami patogenisitas ureaplasma, uji expresi gen menggunakan gen reporter yang berfungsi sebagai penanda (marker) expresi dapat digunakan untuk membuktikan aktifitas gen yang membawa sifat patogen bakteri. Gen iceC dapat digunakan sebagai gen reporter untuk mendeterminasi patogenisitas ureaplasma karena gen ini mempunyai keunggulan sangat sensitif, mudah dideteksi dan diukur aktifitasnya menggunakan uji pembekuan es (ice nucleation assay). Patogenesis penyakit juga dapat dipantau dengan uji mutagenesis in vitro, dimana gen kompeten untuk patogenisitas bakteri diinaktifkan dengan menginsersikan gen penanda (marker) dalam proses transformasi bakteri. IgA1 protease merupakan enzim ureaplasma yang menentukan patogenisitas dan diperlukan untuk kolonisasi bakteri pada situs infeksi, sehingga identifikasi gen iga dan uji aktifitas IgA1 protease juga sangat menunjang pemahaman tentang patogenesis penyakit yang disebabkan infeksi ureaplasma. Dalam penelitian ini gen iga putatif Mycoplasma genitalium digunakan sebagai acuan untuk melacak gen iga U. urealyticum. Amplifikasi DNA ureaplasma dengan PCR menggunakan primer yang didesain kompatibel dengan gen iga putatif M. genitalium dilanjutkan sikuensing DNA, membuktikan adanya homologi sikuens nukleotida 100% seperti yang terekam pada data acuan (referensi). IgA1 protease U. urealyticum adalah enzim seluler yang tidak disekresikan; ini dibuktikan dengan aktifitas enzim yang terdeteksi didalam sel, bukan di media kultur. IgA1 protease telah terbukti merupakan protein integral membran sel dan digunakan untuk merusak IgA dipermukaan mukosa jaringan sehingga memungkinkan bakteri untuk mengkolonisasi mukosa dan menginduksi patogenesis penyakit. Penemuan ini mempunyai implikasi luas pada penanganan penyakit yang meliputi diagnosis dan terapi infeksi ureaplasma. (Med J Indones 2005; 14: 204-14)

Bioassay of Ureaplasma urealyticum is necessary for detection as well as determination of pathogenic factors in order to understand the pathogenesis of diseases associate with ureaplasma infection. Cultivation and verification of ureaplasma is the first step of this study in the purpose of discovering sensitive method for ureaplasma detection. Cultivation of ureaplasma either in liquid or in solid media are able to detect the existence of ureaplasma in samples analyzed. However, application of PCR using specific primers to be compatible with urease gene (ure) would confirm the presence of ureaplasma. The pathogenicity of ureaplasma is potentially monitored using reporter gene as a marker for gene expression. IceC was chosen as reporter gene for ureaplasma pathogenic determination as the gene has great sensitivity, easily detectable and quantitated in simple method of ice nucleation assay. Transposon 916 (Tn916) was selected as a vector for iceC gene to transform ureaplasma. The application of recombinant Tn916-iceC which is considered as pUI, allow detection of ureaplasma activities when transform ureaplasma is tested by ice nucleation assay. It was expected that ureaplasma transformation is the manifestation of mutagenesis which interfere genes responsible for bacterial pathogenicity, in order pathogenesis of bacterial infection to be analyzed accurately. IgA1 protease is considered to be an important factor for ureaplasma pathogenicity as the enzyme is required for successful colonization. Identification of iga gene and determination of IgA1 protease activity are important for understanding the pathogenesis of ureaplasma infection. Putative iga gene of Mycoplasma genitalium was used as a reference to identify the presence of iga nucleotide sequence in U. urealyticum. Convincing evidence were obtained after PCR amplification of ureaplasma DNA using primers designed to be compatible with putative iga gene of M. genitalium followed by the discovery of 100% sequence homology of amplified ureaplasma iga gene and iga gene of M. genitalium mentioned in establish data. IgA1 protease activity of U. urealytium has been detectable in the cell rather than in media culture, suggesting that IgA1 protease is not secreted out of cell. It was proofed that IgA1 protease is membrane bound enzyme capable of digesting IgA1 in mucosal tissues of various organs and considered as potential virulence factor for ureaplasma that cause disease or gain entry to mucosal membrane. The existence of IgA1 protease activity in bacterial plasma membrane would have implication in ureaplasma management such as diagnosis and therapy of ureaplasma infection. (Med J Indones 2005; 14: 204-14)"
Medical Journal Of Indonesia, 14 (4) October December 2005: 204-214, 2005
MJIN-14-4-OctDec2005-204
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Laila Fitria
"Kontaminan yang paling sering dijumpai pada makanan adalah bakteri. Bakteri dapat berasal dari berbagai sumber di lingkungan, termasuk dari tinja manusia dan hewan yang tertular ke dalam makanan karena perilaku penjamah makanan, pencucian peralatan yang tidak bersih, dan penggunaan air pencuci yang berulang kali. Salah satu tempat pengolahan makanan yang mendapat perhatian adalah Kantin FKM UI, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa air bilasan dan piring makan yang tersedia di kantin tersebut telah terkontaminasi bakteri Coliform dan Faecal Coliform. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menurunkan jumlah bakteri kontaminan pada air bilasan dan piring makan dari kantin tersebut dengan cara penambahan asam cuka dengan volume tertentu ke dalam air bilasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asam cuka sebanyak 9 ml pada 2 liter air bilasan hingga mencapai pH 4 berhasil menurunkan jumlah bakteri selain E. coli pada air bilasan dan pada piring makan. Sedangkan penurunan jumlah bakteri E. coli baru tampak setelah penambahan asam cuka sebanyak 90 ml pada 2 liter air bilasan hingga mencapai pH 3. Namun hal tersebut dianggap bias, karena keterbatasan teknik pemeriksaan bakteri dengan Total Plate Count yang sangat mengandalkan kemampuan penaamatan visual.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengamati efek penambahan asam cuka dalam air bilasan terhadap penurunan E. coli dengan menggunakan metode pemeriksaan laboratorium yang lebih khusus (menggunakan media selektif untuk pertumbuhan E. coli)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Tumbuhan Tanjung (Mimusops elengi Linn.) adalah tumbuhan tegak, tingginya mencapai 15 m. Buahnya berbentuk memanjang dengan panjang 2-3 cm, berwarna orange, sedangkan daunnya berbentuk panjang bulat telur atau bulat memanjang dengan panjang 9-16 cm. Tumbuhan ini banyak terdapat di kawasan India bagian selatan, Burma, Malaysia, Philipina dan Indonesia. Tumbuhan jenis ini banyak ditanam orang dihalaman dan tepi-tepi jalan sebagai tanaman perindang. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menentukan struktur molekul senyawa kimia yang terkandung dalam buah tanjung, yang kemudian senyawa ini diharapkan mempunyai sifat aktivitas anti bakteri. Isolasi dilakukan dengan Cara maserasi terhadap serbuk daging buah tanjung dalam petroleum eter dan metanol. Kemudian komponen-komponen dipisahkan dengan kolom kromatrografi. Untuk mengetahui sifat aktivitas anti bakteri dari komponen yang berhasil diisolasi, maka dilakukan uji aktivitas anti bakteri dengan metode tabur langsung dengan menggunakan kertas cakram ("paper disc"). Penentuan struktur molekul dari komponen hasil isolasi menggunakan spektrofotometer infra merah (IR), spektrometer resonansi magnetik inti (1H-NMR) serta spektrometer massa (MS). Senyawa kimia yang berhasil diisolasi dan identifikasi diduga adalah senyawa asam dehidro ursolat dengan rumus molekul C30H46Q3 yang didapat dari fraksi metanol dan ternyata komponen tersebut tidak mempunyai sifat aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli, B. subtillis, S. aureus dan Klebsiella."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Santoso
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pH pertumbuhan optimum dari 3 strain Acetobacter xylinum yang dimiliki oleh Universitas Indonesia Culture Collection, yaitu strain UICC-B,UICC-P, dan UICC-T.
Substrat fermentasi berupa limbah cair tahu yang ditambahkan dengan 12,5% sukrosa (gala pasir) dan 0,5% NH4H2PO4 yang disterilisasi pada suhu 115°C selama 5 menit. Substrat dibagi atas 4 kelompok yang masing-masing diatur sehingga mempunyai pH awal 4,5 ; 5,0 ; 5,5 ; atau 6,0. Ke dalam setiap kalompok substrat fermentasi diinokulasikan dengan 105 (vlv) Axylinum UICC-B, UICC-P, atau UICC-T. Biakan diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari untuk strain UICC-P dan UICC-T sedangakan strain MCCB diperpanjang hingga 21 hari.. Pertumbuhan diukur melalui ketebalan nata yang terbentuk. Pada akhir fermentasi dilakukan juga pengukuran pH substrat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan rata rata strain UICC-P (1,384 -1,514cm) dan. UICC-T (0,910 - 1,132 cm) lebih besar dari ketebalan rata rata UICC-B (0,420 - 0,978 cm), walaupun waktu inkubasi UICC-B telah diperpanjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa strain UICC-P merupakan strain terunggul dan berpotensi untuk dikembangkan dalarn industri fermentasi nata. Pertumbuhan ke dua strain, UICC-P dan UICC-T, tidak dipengaruhi oleh pH awal substrat fermentasi sedangkan strain UICC-B walaupun pertumbuhannya lambat, tampak akan tumbuh lebih baik pada pH di atas pH 5, 0."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Shirly Kumala
"Ruang Lingkup dan metodologi: Pasca paparan antibiotik di bawah KHM mempengaruhi proses sintesis dan lisis septum bakteri, perubahan bentuk dan ukuran bakteri, penurunan jumlah pertumbuhan bakteri serta berkurangnya daya melekat bakteri pada set pejamu sehingga akan mempengaruhi aktivitas fagosit PMN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan aktivitas fagosit PMN pada bakteri pasca paparan antibiotik di bawah KHM, dengan mengukur 'up take' dan 'killing' bakteri. Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coil ATCC 25922 dilabel dengan (methyl 3H) thymidine, dipaparkan antibiotik sefprosil dengan dosis ½, ¼ dan KHM selama 3 jam. Pengukuran 'up take' dan 'killing' bakteri dilakukan setelah bakteri diinkubasi dengan PMN selama 5, 10, dan 20 menit.
Hasil dan kesimpulan : Nilai rata-rata persen 'up take' dan 'killing' untuk Staphylococcus aureus pada paparan antibiotik sefprosil dosis ½, 1/4 KHM sama dibandingkan 'up take' dan 'killing' Staphylococcus aureus pads paparan antibiotik sefprosil dosis KHM (p > 0,05). Nilai rata-rata persen 'up take' dan 'killing' untuk Escherichia coil pada paparan antibiotik sefprosil dosis 1/2 ¼ KHM sama dibandingkan 'up take' dan 'killing' Escherichia coli pada paparan antibiotik sefprosil dosis KHM (p > 0,05), namun persen 'killing' untuk paparan antibiotik sefprosil dosis ¼ KHM dalam waktu 20 menit lebih kecil bila dibandingkan dengan dosis K M (p < 0,05). 'Up take' bakteri oleh PMN untuk Staphylococcus aweus lebih besar dibandingkan dengan Escherichia coli (p < 0,05). 'Killing' bakteri oleh PMN untuk Escherichia coli pada dosis KHM lebih kecil dari 'killing' Staphylococcus aureus (p < 0,05). Dari penelitian ini dapat disimpulkan aktivitas fagosit PMN pada Staphylococcus aureus pasca paparan sefprosil dosis KHM dan KHM sama dengan aktivitas fagosit PMN dosis KHM. Aktivitas fagosit PMN pads Escherichia call pasca paparan sefprosil dosis 1/2 KHM sama dengan aktivitas fagosit PMN dosis KHM, sedangkan pada pasca paparan antibiotik dosis KHM memberikan aktivitas fagosit PMN yang lebih kecil dibandingkan dengan dosis KHM. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan sementara bahwa dosis di bawah KHM bila perlu dapat dipertimbangkan sebagai dosis terapi, selama aktivitas fagosit PMN pada penderita cukup baik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T3699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariadna Adisattya Djais
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan Cara Penelitian : Umumnya pada masyarakat Indonesia pencabutan gigi masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan gigi. Pasca pencabutan gigi seringkali menimbulkan bakteremia, yang dapat melanjut menjadi endokarditis atau infeksi pada organ lain. Profilaksis yang dilakukan berupa pemberian antibiotika dan upaya profilaksis lain yaitu berkumur, untuk mengurangi jumlah bakteri oral yang dapat masuk dalam darah akibat tindakan pencabutan gigi. Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan Hexetidine 0,1% dalam mereduksi jumlah bakteri oral, dan juga daya Hexetidine 0,1% dalam mencegah kasus bakteremia pasca pencabutan gigi terhadap bakteri aerob maupun anaerob. Telah diteliti empat puluh subyek penelitian yang dibagi dalam dua kelompok. Sebelum pencabutan gigi kelompok kontrol berkumur dengan air garam faal steril dan kelompok perlakuan dengan Hexetidine 0,1%, dilakukan pemeriksaan terhadap hasil kumuran, plak gigi dan darah peserta yang diambil dari vena cubitis.
Hasil dan kesimpulan : Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa besar reduksi bakteri oral setelah berkumur dengan Hexetidine 0,1% dan air garam foal steril, terdapat perbedaan yang bermakna dengan p < 0,05. Pada pemeriksaan darah lima menit, pada kelompok kontrol terdapat kasus bakteremia sebesar 85% dan pada kelompok perlakuan sebesar 50%. Pada pemeriksaan darah sepuluh menit, pada kelompok kontrol terdapat kasus bakteremia 40% dan kelompok perlakuan sebesar 25%. Disimpulkan bahwa dengan berkumur Hexetidine 0,1% sebelum pencabutan gigi, akan mereduksi bakteri oral dengan persentasi tinggi dan menurunkan insidens kasus bakteremia pasca pencabutan gigi. "
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruyitno Nuchsin
"Telah dilakukan penelitian distribusi vertikal bakteri dan kaitannya dengan klorofil-a di perairan Kalimantan Timur pada bulan Agustus - September 1999. Tujuan penelitian adalah mengamati kaitan bakteri dengan klorofil -a. Analisa bakteri menggunakan metoda Acridine Orange- Epifluorescence Microscopy sedangkan analisa klorofil-a menggunakan metode fluorometrik.
Hasil kajian menunjukkan bahwa pada lokasi yang populasi bakterinya tinggi cenderung diikuti dengan tingginya kandungan klorofil-a. Di lokasi yang populasi bakterinya tinggi, konsentrasi klorofil-a nya juga tinggil. Populasi bakteri dan konsentrasi klorofil-a yang tinggi diperoleh pada lapisan kedalaman 25 m, berkisar antara (4 hingga 90) x 106 sel per ml untuk populasi bakteri dan berkisar antara (0,2 hingga 1,14) mg per m3 untuk konsentrasi klorofil-a. Kesimpulan hasil pengamatan, distribusi vertikal populasi bakteri ada kaitannya dengan konsentrasi klorofil-a.

Vertical distribution of bacteria population in relation to chlorophyll-a in East Kalimantan waters. Study on distribution of bacteria population and its relation to concentration of chlorophyll-a has been conducted in August - September 1999 in East Kalimantan waters. The purpose of the study was to observe the correlation between population of bacteria and concentration of chlorophyll-a in water column. Acridine Orange Epifluorescence Microscopy method was used to analyze bacteria population, while fluorometric method was used to determine chlorophyll-a concentration.
The result of the study showed that bacteria population was positively correlated to chlorophyll-a concentration, area with high bacteria population has high concentration of chlorophyll-a. The high bacteria population was found in the water columnh of the 25 m deep,as well as for chlorophyll-a concentration, ranged between (4 and 90) x 106 cell per ml and (0.2 and 1.14) mg per m3 respectively. It was concluded that vertical distribution of bacteria population was closely correlated to the concentration of chlorophyll-a."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marvella Nethania
"Enam isolat bekteri pembentuk histamin telah ditapis untuk melihat kemampuannya menghasilkan histamin pada medium Niven termodifikasi. Hasil penapisan menunjukkan ke enam isolat mampu menghasilkan histamin dengan ditandai terjadinya perubahan warna merah jambu/pink pada medium. Produksi histamin ke enam isolat pada medium Niven cair diukur menggunakan metoda Hardy & Smith. Hasil uji menunjukkan ke enam isolat menghasilkan histamin pada medium cair sebanyak 92,35 - 305,49 mg/100 ml medium. Dari enam isolat tersebut, Enterobacter spp. menghasilkan aktivitas tertinggi (305,49 mg/100 ml). Medium sintetik digunakan untuk mempelajari pola pertumbuhan dan waktu optimum produksi enzim HDC pada Enterobacter spp and Morganella morganii (kontrol). Hasilnya menunjukkan bahwa untuk kedua jenis bakteri tersebut, jam ke 8 merupakan waktu optimum untuk memproduksi enzim.

Selection and test of L-histidine decarboxylase enzyme activity of six isolates of histamine forming bacteria. Six isolates of histamine forming bacteria were screened to see the degree of ability in producing histamine on modified Niven?s medium. The result showed that the six bacteria were able to produce histamine by giving a pinkish color on the medium, which could be used as a preliminary identification of histamine-forming bacteria (HFB). The isolates were grown in liquid modified Niven medium to measure the production of histamine. The histamine produced were determined by Hardy and Smith method. The result showed that all of the isolates produced high level of histamine (92.35 - 305.49 mg/100 ml of the medium). From all of them, Enterobacter spp. produced the highest level of histamine (305.49 mg/100 ml). A synthetic medium was used to measure the growth pattern and optimum time required by Enterobacter spp and Morganella morganii (as control bacteria) to produce the L-histidine decarboxylase enzyme (HDC) which is responsible for histamine production. The result showed that for both bacteria, the optimum enzim production was 8 hours after incubation."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The main objective of this research was to study the marine bacteriology of the coast of North Sulawesi. The study was
accomplished by calculating the abundance of coliform, heterotrophic, and pathogenic bacteria, and analyzing the
coexistence relationship between bacteria and phytoplanktons. This research, which included the sampling and
laboratory works, has been carried out on 25 – 28 October, 2000. The results suggested that the abundance of each
bacteria was as follows: coliform bacteria range between 227-5940 cfu/100 ml with averages 1814.1 cfu/100 ml, found
in all stations; heterotrophic bacteria range between (1-82) x 103 cfu/ml with averages 12.1 x 103 cfu/ml, it was high
density and has association with phytoplankton Trichodesmium thieubautii. It was also found 6 species of pathogen
bacteria e.g. Aeromonas, Citrobacter, Proteus, Pseudomonas, Yersinia and Shigella. The presence of coliform and
pathogen bacteria was indicator of low quality of the seawater in the sampling area. Based on bacteriological study, the
North Sulawesi Coastal is not suitable for aquaculture and need treatment and controlled for further coastal exploitation."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>