Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1162 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Reseptor follicle-stimulating hormone (FSHR) hanya terekspresi pada sel granulosa ovarium dan sel Sertoli testis. Ekspresinya yang sangat spesifik menunjukkan adanya peristiwa-peristiwa traskripsi khusus pada kedua tipe sel tersebut yang bertanggung jawab untuk aktivasi gen reseptor FSH. Walaupun mekanismenya belum diketahui, namun telah dicapai beberapa kemajuan menyangkut mekanisme yang mengontrol proses transkripsi dan regulasi gen reseptor FSH. Sampai saat ini telah diidentifikasi beberapa elemen regulator penting yang bertanggung jawab untuk proses transkripsi gen reseptor FSH yang tidak mengandung TATA box tersebut seperti elemen E box (CACG(A)TG, –124/–119), elemen GATA (TATC, –88/–85), E2F (TTTCGCG, –45/–39), dan elemen regulator-3 (–197/–171). Studi fungsional menunjukkan bila mutasi terjadi pada elemen regulator tersebut akan menurunkan fungsi promoter secara bermakna dan dampak terbesar terdeteksi bila mutasi terjadi pada elemen E box. Metilasi pada situs CpG spesifik dalam daerah promoter inti tampaknya memegang peranan penting dalam regulasi transkripsi gen reseptor FSH tikus dan mencit. (Med J Indones 2003; 12: 187-93)

Follicle-stimulating hormone receptor (FSHR) is exclusively expressed in granulose cells of the ovary and Sertoli cells of the testis. The highly cell-specific of gene expression revealed that transcriptional events unique to these two cell types are responsible for activation of the FSHR gene. Even though its mechanisms are still unclear, several progress regarding the mechanism that control its basal transcription and regulation has been made. It has been identified several important elements that responsible for the transcription of the TATA-less FSHR gene such as: E box element (CACG(A)TG, –124/–119), an inverted GATA (TATC, –88/–85), E2F (TTTCGCG, –45/–39), and regulator element-3 (–197/–171). The functional studies shown that mutations through these regulatory elements significantly decrease the promoter function with greatest impact detected when mutation was done in E-box element. The site-specific CpG methylation within the core promoter seems play an important role in the regulation of rat and mouse FSHR gene expression. (Med J Indones 2003; 12: 187-93)"
Medical Journal of Indonesia, 12 (3) Juli September 2003: 187-193, 2003
MJIN-12-3-JulSep2003-187
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Monica Dwi Hartanti
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Endometriosis merupakan salah satu masalah yang sering dijumpai pada wanita usia reproduktif. Kelainan ini dapat menyebabkan terjadinya infertilitas. Hormon estrogen memegang peranan penting dalam patogenesis endometriosis. Biosintesis estrogen merupakan rangkaian reaksi yang memerlukan enzim untuk mengkatalisis salah satu reaksi komponennya yaitu aromatase. Sel yang mengekspresi aromatase adalah sel granulosa yang aktifitasnya dikendalikan oleh FSH. Agar dapat menjalankan fungsinya, FSH harus berikatan dengan reseptor spesifiknya, yaitu reseptor FSH. Interaksi FSH dengan reseptor FSH yang merupakan bagian integral membran sel granulosa akan sangat menentukan respon ovarium untuk menghasilkan estrogen melalui aktifitas katalitik enzim aromatase. Respon ovarium terhadap FSH ditentukan oleh genotip reseptor FSH. Hasil skrining mutasi gen reseptor FSH menunjukkan adanya dua polimorfisme pada gen reseptor FSH. Polimorfisme pertama terdapat pada posisi 307 domain ekstraseluler, yang dibaca sebagai kode Alanin (Ala) atau Threonin (Thr). Polimorfisme kedua terdapat pada posisi 680 domain intraseluler, yang dibaca sebagai kode Asparagin (Asn) atau Sarin (Ser). Sensitivitas reseptor FSH terhadap FSH ditentukan oleh kombinasi alel yang terbentuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh polimorfisme gen reseptor FSH pada wanita-wanita dengan endometriosis. Hasil dan Kesimpulan : Analisis pada reseptor FSH dengan PCR-SSCP dalam penelitian ini mendapatkan perbedaan frekuensi alel Mn dan Ser yang bermakna antara wanita dengan endometriosis dengan wanita normal (p < 0,05, chi-square), sedangkan frekuensi alel Ala dan Thr pada kedua kelompok tidak terdapat perbedaan bermakna. Tidak terdapat perbedaan bermakna kadar FSH basal antara genotip-genotip pada kedua daerah polimorfik reseptor FSH pada kedua kelompok Genotip SerfSer cenderung memiliki kadar FSH basal yang lebih tinggi, baik pada wanita dengan endometriosis maupun wanita kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa polimorfisme gen reseptor FSH tidak berperan dalam patogenesis endometriosis walaupun alel Ser cenderung berasosiasi dengan endometriosis. Karena banyaknya penderita endometriosis yang mengikuti program fertilisasi in vitro (FIV), maka disarankan untuk memeriksa polimorfisme gen reseptor FSH pada penderita endometriosis yang mengikuti program FIV agar dicapai hasil yang optimal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T 16209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusnita Rahman
"

Latar Belakang: Melasma merupakan bercak hiperpigmentasi yang sebagian besar terdapat pada wajah. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kadar hormon tiroid secara bermakna lebih tinggi pada pasien melasma. Akan tetapi, belum terdapat penelitian yang menjelaskan perbedaan kadar hormon tiroid pada gradasi derajat keparahan melasma.

Tujuan: Mengetahui perbandingan kadar hormone tiroid pada derajat melasma yang berbeda yaitu pada melasma ringan atau sedang-berat yang dinilai dengan mMASI dan Janus II facial analysis system.

Metode: Empat puluh delapan perempuan disertakan sebagai subjek penelitian potong lintang ini. Sampel dipilih menggunakan metode consecutive sampling. Subjek dinilai derajat keparahan melasma secara subjektif menggunakan skor mMASI di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUPN Cipto Mangunkusumo setelah diagnosis ditegakkan. Pemeriksaan dikonfirmasi menggunakan alat Janus II facial analysis system di RSPAD Gatot Subroto. Subjek penelitian kemudian diperiksa hormon tiroid FT4 dan TSH.

Hasil: Berdasarkan skor mMASI, 24 pasien (50%) didiagnosis sebagai melasma derajat ringan dan 24 pasien (50%) didiagnosis sebagai melasma derajat sedang. Sebanyak 2 pasien (4%) juga didiagnosis dengan hipertiroid subklinis dan 1 pasien (2%) didiagnosis dengan hipotiroid subklinis. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara derajat melasma berdasarkan mMASI dengan kadar TSH dan FT4 serum. Pemeriksaan Janus menggunakan modalitas cahaya polarisasi memiliki korelasi positif dengan kadar FT4 serum (r = 0,3, p = 0,039) dan skor mMASI (r = 0,314, p = 0,03).

Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan kadar TSH serum antar berbagai derajat melasma berdasarkan penilaian mMASI dan Janus II facial analysis system. Kadar FT4 serum memiliki korelasi positif dengan hasil penilaian Janus II facial analysis system menggunakan modalitas cahaya polarisasi.

 

 



Background:

Melasma is characterized by hypermelanosis manifested mostly on facial area. Previous studies have shown that thyroid hormone level was significantly higher in melasma patient. However, no studies has defined comparison of thyroid hormone level on varying severity of melasma yet.

Aim

To study comparison of thyroid hormone level across varying severity of melasma, between mild and moderate-severe melasma, evaluated using mMASI and Janus II facial analysis system.

Metode:

Forty eight women included in this cross-sectional study. Samples were included using consecutive sampling method. The severity of melasma was measured subjectively using mMASI score in Dermatology and Venereology Outpatient Clinic of Cipto Mangunkusumo General National Hospital after the diagnosis of melasma has been made. The measurement was confirmed using Janus II facial analysis system in Gatot Subroto General Army Hospital. Lastly, we measured the level of FT4 and TSH of each patients.

Results:

Based on mMASI score, 24 patients (50%) were diagnosed as mild melasma and 24 patients (50%) were diagnosed as moderate-severe melasma. As many as two patients (4%) were also diagnosed with subclinical hyperthyroidism and one patient (2%) with subclinical hypothyroidism. There is no assosciation between severity of melasma and level of TSH and FT4. Janus examination using polarisasi light modalities has weak positive correlation with level of FT4 (r = 0,3, p – 0,039) and darkness score of mMASI (r = 0,3, p = 0,03).

Conclusion:

There is no association between TSH and varying severity of melasma. Using mMASI and Janus. FT4 level has weak positive correlation with Janus facial analysis system examiniton results on polarisasi light modalities.

 

"
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dheeva Noorshintaningsih
"Usia subur merupakan usia yang paling penting dalam reproduksi perempuan. Usia subur berkisar 15 tahun hingga 46 tahun. Usia memiliki pengaruh terhadap sekresi GnRH, pada saat perempuan menempuh dekade ketiga dan keempat folikel akan mengalami penurunan sehingga sekresi GnRH juga akan terpengaruh, namun menjelang menopause sekresi GnRH akan meningkat karena folikel sudah tidak ada lagi dan tidak akan yang memberikan umpan balik negatif kepada GnRH, maka itu sekresi GnRH pada orang menopause tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar LH berdasarkan perempuan dengan usia subur yang mengalami gangguan menstruasi. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional analitik, dalam penelitian ini terdapat 74 perempuan usia subur (15-45 tahun) yang mengalami gangguan menstruasi yang terlibat. Data pada penelitian didapatkan dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari hasil pemeriksaan laboratorium dan kuesioner SCL-90 pada penelitian ?Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik?. Data pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 17.0 dengan analisis chi-square. Berdasarkan analisis, didapatkan hasil bahwa proporsi usia dibawah 30 tahun yang memiliki kadar LH yang tergolong normal lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi usia dibawah 30 tahun yang mempunyai kadar LH abnormal yaitu masing-masing nilainya 60,9% dan 39,1%. Perbedaan proporsi tersebut secara statistic bermakna dengan P sama dengan 0,009. Sementara, tidak terdapat perbedaan bermakna kadar LH pada aktivitas fisik, status gizi, gejala gangguan mental emosional, serta status SOPK perempuan dengan gangguan menstruasi. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa usia memiliki peran dalam perbedaan kadar LH pada perempuan dengan gangguan menstruasi.

Reproductive age is the most important phase in women?s reproductive cycle. In most women the reproductive age is around 15-46 years old. Age has influence on GnRH secretion, when women take the third and fourth decades of follicles will decrease so the secretion of GnRH may also be affected, but the menopause GnRH secretion will increase as the follicle is no longer there and that will not give negative feedback to GnRH, the GnRH secretion was higher in the menopause. This study aimed to compare the levels of LH by women of reproductive age, especially in women with menstrual disorders. The study design is cross-sectional analytic involving 74 women of childbearing age (15-45 years) who experience menstrual disorders. The study was conducted using secondary data derived from the results of laboratory tests and the SCL-90 questionnaire of study titled "The Role of Adiponection to polycystic ovary syndrome (PCOS) and Its Relationship to Genetic Factors, Endocrine and Metabolic". Data analysis was performed with SPSS for Windows version 17.0 using chi-square analysis. Based on the analysis, showed that the proportion aged under 30 years who have a relatively normal LH levels higher than the proportion aged under 30 years who have abnormal levels of LH values ​​respectively 60.9% and 39.1%. The difference was statistically significant proportion of the P equals 0.009. Meanwhile, there were no significant differences in the levels of LH in physical activity, nutritional status, symptoms of mental, emotional, as well as the status of PCOS women with menstrual disorders. It can be concluded that there are differences in the role of age in LH levels in women with menstrual disorders."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaima Amalia
"Keamanan pangan merupakan salah satu isu internasional. Bahaya penggunaan antibiotik pada budidaya hewan menjadi salah satu penyumbang timbulnya resistensi pada manusia. DiIndonesia, lazim digunakan antibiotik sebagai growth promotor pada budidaya hewan.Larangan penggunaan hormon dan antibiotik imbuhan pakan tertulis dalam Undang-UndangNo. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang kemudian diperjelasdengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14/Permentan/PK.350/5/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Tesis ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kebijakan larangan penggunaan hormon dan antibiotik imbuhan pakan, khususnya faktor kesehatan, hukum, politik, dan ekonomi. Penelitian menggunakan studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan menggunakan wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomi memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan faktor politik, hukum dankesehatan.

Food safety is an international issue. Using antibiotic in poultry production is dangerous and it could be caused of antibiotic antimicrobial resistance for human. In Indonesia, poultries using antibiotic as growth promoter AGP. The prohibition of hormones andantibiotics as feed additive using written in Act 18 of 2009 on Livestock and Animal Health, which is then clarified by the Regulation of the Minister of Agriculture No.14 Permentan PK.350 5 2017 on Classification of Animal Drugs. This thesis discusses the factors that influence the making policy of prohibiting the use ofhormones and antibiotics as feed additive, especially health, legal, politic, and economicfactors.This is a descriptive study by qualitative approach. The data were collected by of in depthinterview and literature review. The result is the economy factor is more influence thanpolitic, legal and health`s factor."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47574
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taufiq Soekarno
"Gen tilapia Growth Hormone (tiGH) merupakan gen pengkode hormon pertumbuhan dari ikan nila yang berperan untuk meningkatkan pertumbuhan. Penelitian bertujuan melakukan kloning dan ekspresi gen tiGH untuk memproduksi protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus). Penelitian meliputi tahapan isolasi gen tiGH dari pMBA_tiGH, ligasi ke dalam pETBlue-2, serta transformasi vektor rekombinan ke dalam sel inang dengan menggunakan elektroporasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa vektor rekombinan dapat ditransformasi ke dalam sel inang E. coli BL2 dengan efisiensi transformasi 1,12x103 cfu/μg. Ekspresi gen tiGH dilakukan menggunakan induksi IPTG 0,4 mM dan dipurifikasi menjadi protein rekombinan growth hormone dengan berat molekul sebesar 22 kDa.

Tilapia growth hormone gene (tiGH) is a gene encoding growth hormone from the tilapia whose folr is to increase the growth. The research objective is to do cloning and expression tiGH gene to produce growth hormone recombinant proteins of tilapia (Oreochromis niloticus). Stages of research include isolation tiGH gene from pMBA_tiGH, ligation into pETBlue-2, and the transformation recombinant vector into host cells by using electroporation.
The result showed that recombinant vectors have been successfully transformed into the host cell E.coli BL21with transformation efficiency reached 1.12 x103 cfu/μg. Expression tiGH gene performed using 0.4 mM IPTG induction and purified recombinant protein growth hormone with a molecular weight of 22 kDa.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1351
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Husnul Khatimah
"Penyebab terbesar kematian ibu masih tetap sama yaitu perdarahan. Upaya untukmengendalikan terjadinya perdarahan yaitu dengan memperbaiki kontraksi danretraksi myometrium. Hormon oksitosin diketahui dapat memicu kontraksi ototpolos pada uterus sehingga akan terjadi involusi uterus dan mencegah terjadinyaperdarahan. Oksitosin dapat diperoleh dengan berbagai cara baik melalui oral,intranasal, intra-muscular, pemijatan yang merangsang keluarnya hormonoksitosin, dan melalui pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini IMD . Pada tahun2013 Sulawesi Selatan menempati posisi kedua cakupan IMD tertinggi diIndonesia dengan pelaksanaan IMD berkisar 42 . Penelitian ini bertujuan untukmengetahui perbedaan kadar hormon oksitosin pada ibu 2 jam post partum yangmenerapkan IMD di RSKDIA Siti Fatimah Makassar Tahun 2017. Penelitian iniadalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi dalampenelitian ini adalah adalah ibu post partum yang melahirkan di RSKDIA SitiFatimah Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ibu yang IMDkadar hormon oksitosinnya akan lebih tinggi 35,90 pg/ml setelah dikontrolvariabel kecemasan, hisapan bayi dan dukungan keluarga. Pada ibu yang memilikikecemasan ringan kadar hormon oksitosinnya akan lebih tinggi 17,95 pg/mlsetelah dikontrol variabel IMD, hisapan bayi dan dukungan keluarga. Pada ibuyang hisapan bayinya efektif kadar hormon oksitosinnya akan lebih tinggi 7,26pg/ml setelah dikontrol variabel IMD, kecemasan dan dukungan keluarga danpada ibu yang mendapatkan dukungan keluarga kadar hormon oksitosinnya akanlebih tinggi 11,98 pg/ml setelah dikontrol variabel IMD, kecemasan dan hisapanbayi. Perlu meninjau kembali kebijakan pelaksanaan IMD dengan lebihmemperhatikan kualitas pelaksanaan tidak berfokus pada waktu tapi berfokuskepada kepuasaan bayi.

The greatest cause of maternal death remains the same is bleeding. Efforts tocontrol the occurrence of bleeding is to improve contraction and retraction ofmyometrium. The hormone oxytocin is known to trigger smooth musclecontraction in the uterus so that there will be involution of the uterus and preventthe occurrence of bleeding. Oxytocin can be obtained by various means eitherthrough oral, intranasal, intra muscular, massage that stimulates the release ofoxytocin hormone, and through the implementation of Early InitiationBreastfeeding. In 2013 South Sulawesi ranked second highest IMD coverage inIndonesia with IMD implementation ranging from 42 . This study aims todetermine differences in hormone levels of oxytocin in the mother 2 hours postpartum that implements IMD in RSKDIA Siti Fatimah Makassar in 2017. Thisresearch is a quantitative research with cross sectional design. The population inthis study is the post partum mother who gave birth in RSKDIA Siti FatimahMakassar. The results showed that in mothers with IMD their hormone oxytocinlevels would be higher 35.90 pg ml after controlled for anxiety, infant suckingand family support variables. In mothers who have mild anxiety, their hormoneoxytocin levels will be higher at 17.95 pg ml after controlled for IMD variables,baby sucking and family support. In mothers with effective baby sucking theirhormone oxytocin levels will be higher 7.26 pg ml after controlled for IMDvariables, anxiety and family support and in mothers who get family support thehormone oxytocin levels will be higher 11.98 pg ml after controlled variablesIMD , Anxiety and baby sucking. Need to review IMD implementation policywith more attention to implementation quality not focused on time but focusing onbaby satisfaction."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rylis Maryana
"ABSTRAK
Karsinoma prostat adalah kanker yang sering ditemukan pada stadium lanjut.Masalah ekonomi menjadi penyebab utama sulitnya pemberian terapi luteinizinghormone releasing hormone LHRH dan menjadikan operatif sebagai pilihanuntuk ablasi androgen yang terjangkau. Penelitian ini dilakukan untuk mengkajiefektivitas operasi orkidektomi subkapsular bilateral sebagai pilihan terapipaliatif. Penelitian ini deskriptif analitik retrospektif pada kasus karsinoma prostatstadium lanjut pasien RSCM mulai Januari 1999 hingga Juni 2015. Data yangdikumpulkan adalah usia, ukuran tumor klasifikasi TNM, nodul, volume prostat,PSA pre- dan pascaoperasi, skor Gleason, lokasi metastasis tumor, komplikasi,dan lama perawatan. Hasil penelitian pada 48 pasien karsinoma prostat yangmemenuhi kriteria memiliki rerata usia 66,6 8,3 tahun. Keluhan LUTS dijumpaipada 42 87,5 subjek, ukuran tumor terbanyak adalah T2 37,5 , nodul padaprostat ditemukan pada 36 75 subjek, rerata volume prostat adalah55,59 30,16 gram, dengan metastasis terbanyak ke tulang 85,4 , dan gambaranhistopatologi tersering adalah adenokarsinoma prostat berdifferensiasi buruk 87,5 . Terdapat penurunan bermakna nilai PSA sebelum operasi dengan nilaiPSA tiga bulan pascaoperasi p= 0,005 . Besarnya penurunan PSA dipengaruhioleh banyaknya titik metastasis dan adanya nodul pada pemeriksaan prostat.Ablasi androgen operatif ini sangat baik pada volume prostat yang besar. Semakinbesar volume prostat, maka nilai PSA yang turun semakin banyak.Kata kunci: karsinoma prostat stadium lanjut, orkidektomi subkapsular bilateral,paliatif, penurunan PSA.

ABSTRACT
Prostate carcinoma mostly founded at advanced stage. Economic be the mainproblem of the Luteinizing Hormone Releasing Hormone LHRH therapy andmake operative androgen ablation as an affordable treatment. This researchevaluated the efficacy of bilateral subcapsular orchiectomy as a palliativetreatment in advanced prostate carcinoma. This is a retrospective analyticdescriptive study using medical records from January 1999 to June 2015 in CiptoMangunkusumo General Hospital. Data collected are age, tumor size accordingTNM classification, nodules, prostate volume, PSA pre and post operation,Gleason score, metastasis location, complications, and length of stay. There were48 patients with mean age 66.6 8.3 years old, LUTS found in 42 87.5 subject,most of size tumor is T2 37.5 , nodules found in 36 75 prostate, prostatevolume mean is 55.59 30.16 grams, most have bone metastasis 85.4 . There isa significant decrease between preoperative and post operative PSA in threemonths after operation p 0.005 . Decreasing of PSA value affected by numbersof metastasis point, and the presence nodules in prostate examination. Bilateralsubcapsular orchiectomy is suitable for large prostate. Larger prostate volume,than larger level of PSA decrease."
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Previous studies had shown that pasak bumi(PB) root chloroform extract given to laboratory animal would cause aphrodisiac effect and increase the testosterone hormone,FSH and LH whic mechanism of action was assumed to be by central simulation....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>