Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1173 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Penelitian ini bertujuan mengevaluasi hasil dari beberapa teknik bedah katarak dan implantasi lensa intraokuler (LIO) pada anak, di Jakarta Eye Center, Jakarta, Indonesia. Penelitian ini merupakan studi retrospektif pada 44 penderita anak (57 mata) yang menjalani bedah katarak dan pemasangan LIO. Tiga macam teknik yang dipakai adalah: 1. Ekstraksi katarak ekstrakapsular dan pemasangan LIO dengan kapsul posterior tetap intak, yang dilakukan pada 21 mata (kelompok 1). 2. Ekstraksi katarak ekstrakapsular dan pemasangan LIO dengan kapsuloreksis posterior (PCCC) dan optic capture, yang dilakukan pada 24 mata (kelompok 2). 3. Ekstraksi katarak ekstrakapsular dan pemasangan LIO dengan kapsuloreksis posterior dan vitrektomi anterior serta optic capture, yang dilakukan pada 24 mata (kelompok 3). Seluruh penderita menjalani evaluasi tindak lanjut selama lebih dari 1 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekeruhan kapsul posterior (PCO) terjadi pada 20 mata pada kelompok 1. Semua mata mempunyai aksis visual yang jernih pada kelompok 2, dan terjadi PCO hanya pada 1 mata pada kelompok 3. Kesimpulan : PCCC dengan atau tanpa vitrektomi anterior dan optic capture adalah metoda yang efektif untuk mencegah timbulnya PCO pada bayi atau anak-anak. (Med J Indones 2003; 12: 21-6)

This study evaluated the surgical outcome of various surgical technique in paediatric cataract implant surgery, at Jakarta Eye Center, Jakarta, Indonesia. This was a retrospective study of 57 eyes in 44 children who had primary cataract implants surgery. Three surgical techniques used were : 1. Extracapsular cataract extraction with intraocular lens implantation with intact posterior capsule which was performed on 21 eyes (group 1). 2. Extracapsular cataract extraction with intraocular lens implantation and posterior capsulorhexis (PCCC) and optic capture which was performed on 24 eyes (group 2). 3. Extracapsular cataract extraction with intraocular lens implantation, posterior capsulorhexis and anterior vitrectomy which was performed on 24 eyes (group 3). All patients were followed up more than one year. Our results showed that posterior capsule opacity (PCO) was developed in 20 eyes with intact capsules in group 1. All eyes had a clear visual axis in group 2. PCO developed only in one eye in group 3. In conclusion, PCCC and optic capture with or without anterior vitrectomy are effective methods in preventing PCO in infant and children. (Med J Indones 2003; 12: 21-6)"
Medical Journal of Indonesia, 12 (1) January March 2003: 21-26, 2003
MJIN-12-1-JanMar2003-21
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Satu uji klinik batu tunggal untuk membandingkan efektivitas biaya teknik pembedahan antara ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECC) dan fakomuksifikasi (PEA) telah dilakukan di hospital Universiti Kebangsaan Malaysia (HUKM) antara Maret 2000 sampai Agustus 2001."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arcci Pradessatama
"Latar Belakang: Meningkatnya resistensi bakteri okular terhadap levofloxacin mendorong perlunya disiapkan agen alternatif untuk antibiotik intrakamera. Moxifloxacin, golongan florokuinolon generasi baru, memiliki potensi.
Metode: Desain penelitian berupa randomized controlled trial (RCT) dengan lengan perlakuan: 0.1 cc moxifloxacin 0.5% dan 0.1 cc levofloxacin 0.5% intrakamera tanpa dilusi pada akhir operasi katarak.
Luaran utama penelitian: endothelial cell density (ECD), central corneal thickness (CCT), central macular thickness (CMT), tekanan intraokular (TIO), tingkat peradangan segmen anterior, serta kejadian tidak diinginkan.
Hasil: Dari 68 subjek penelitian, tidak didapatkan perbedaan signifikan pada parameter dasar. Pada pengukuran satu hari pascaoperasi, didapatkan TIO yang signifikan lebih tinggi pada lengan moxifloxacin (p=0.004; mean diff=4.9; IK95%=1.7 – 8.2). Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada luaran utama lain pada hari pertama pascaoperasi. Hasil pengukuran satu minggu dan satu bulan tidak didapatkan perbedaan parameter yang signifikan antara kedua kelompok perlakuan.
Kesimpulan: Pada penelitian ini, didapatkan penggunaan 0.1 cc moxifloxacin intrakamera 0.5% menunjukkan profil keamanan yang mayoritas sebanding dengan levofloxacin. Namun, didapatkan parameter tekanan intraokular hari pertama pascaoperasi yang lebih tinggi secara signifikan pada kelompok yang menerima moxifloxacin. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aryanti
"Tujuan: Mengetahui prevalensi katarak senilis dan faktor-faktor risiko yang berperan pada kejadian katarak di Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross-sectional, pada 2550 subyek dari 85- klaster. Semua subyek dilakukan kunjungan rumah untuk pemeriksaan visus secara kasar dengan pin-hole, pemeriksaan lensa serta segmen posterior mengunakan senter dan oftalmoskop langsung. Setelah itu dilakukan wawancara faktorfaktor risiko katarak. Faktor-faktor risiko yang berperan dicari dengan memakai analisis statistik multivariat. Hasil: Subyek yang dapat diperiksa secara lengkap sebesar 95% dari semua target, Prevalensi katarak senilis di kabupaten Kutai Kartanegara adalah 31,7%. Faktor-faktor yang berperan pada kejadian katarak antara lain faktor usia, suku dan letak geografi. Kesimpulan: Prevalensi katarak senilis di Kutai Kartanegara masih tinggi, diperlukan penanganan yang komprehensif dan Iintas sektoral. Suku Dayak dan penduduk yang tinggal di daerah pegunungan inempunyai risiko katarak lebih besar di bandingkan dengan keseluruhan pupulasi yang tinggal di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Objective: To determine the prevalence rates and contribution of risk factors cause of senile cataract in east Kalimantan. Method: An observational cross-sectional study was carried out involving 2550 subjects aged 50 years and over divided into 85 clusters. Home visits were conducted for ophthalmology examination including visual acuity evaluation with pin-hole, inspection of posterior segment and lens using flash light, and direct ophthalmoscopy. Major risk factors were analized using multivariate statistical method. Results: Ninety five percent subjects were examined completely. Prevalence of senile cataract in Kutai Kartanegara was 31,7%. The factors influent cataract prevalence were age, ethnic and geographic. Dayaknis and people living in mountain range have higher cataract risks than others population in this study. Conclusion: Prevalence of senile cataract in Kutai Kartanegara is quite high. More comprehensive cataract management is needed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patsy Sarayar Djatikusumo
"Tujuan :untuk mendapatkan data kadar vitamin C plasma dan humor akuos penderita katarak senilis dan faktor-faktor yang berhubungan.
Tempat : Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUPN Cipto Mangunkusumo
Metodologi : suatu studi korelasi, dengan subjek 123 penderita katarak senilis yang menjalani operasi katarak, dipilih secara consecutive sampling. Data meliputi data umum, gradasi katarak, pola dan asuhan makan ditentukan dengan metode tanya ulang 2x24jam dan FFQ serta pemeriksaan kadar vitamin C plasma dan humor akuos menggunakan spektrofotometri.
Hasil : Kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin C terdapat pada 26% subjek. Pola makan dan asupan vitamin C dengan kriteria kurang pada 62,6% dan 52,9% subjek. Median kadar vitamin C plasma 0,545 (0,203 - 1,986) mgldL dan humor akuos 16,753 (3,528 - 37,505) mg/dL, Penderita katarak gradasi III mempunyai kadar vitamin C plasma yang tertinggi, sedangkan di humor akuosnya terendah. Terdapat korelasi positif antara vitamin C plasma dengan asupan zat gizi (energi, protein dan serat) dan vitamin C humor akuos. Terdapat hubungan antara pola makan, asupan zat gizi, kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin C dengan gradasi katarak. Kadar vitamin C plasma > 0,7 mg/dL (batas risiko katarak) yang diperoleh dari asupan vitamin C 140 mg/hari mempunyai hubungan dengan gradasi katarak.
Kesimpulan : Tidak( ada subjek penelitian yang menderita defisiensi vitamin C. Kadar vitamin C humor akuos pada katarak gradasi III lebih rendah dibanding gradasi lanjut kemungkinan dikarenakan sejumlah serat-serat lensa masih aktif menggunakannya. Pola makan yang baik, asupan vitamin C > 140 mg/hari dan kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin C lebih banyak ditemukan pada penderita katarak gradasi awal. Dibutuhkan asuhan vitamin C lebih tinggi dari AKG untuk menunda progresivitas katarak.

Purpose: to identify the plasma and aqueous humor level of vitamin C in senile cataract patient and related factors.
Setting: Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine, University of Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Material and Method: A correlation study of 123 consecutive samples of senile cataract patients who underwent cataract surgery. Data were collected include demographic profiles, cataract grades, assessment of dietary profile and intake by food recall 2x24 hours question and FFQ, vitamin C level in plasma and aqueous humor, analyzed by spectrophotometer method.
Result: Subject who regularly consumed vitamin C supplement was up to 26%. Poor dietary profile and vitamin C intake were found on 62.6% and 52.9% of the subject respectively. The median of vitamin C level in plasma was 0.545 (0.203-1.986) mg/dL and in aqueous humor was 16.753 (3.528-37.505) mg/dL. The highest median plasma level along with the lowest median aqueous humor level of vitamin C was found on cataract grade 3. Plasma level of vitamin C had a positive correlation with a variety of nutrient intake (energy, protein and fiber) and vitamin C level in aqueous humor. The grade of lens opacities was associated with dietary profile, intake of nutrient, vitamin C supplement consumption. Plasma level of vitamin C higher than 0.7 mg/dL during vitamin C intake of 140 mg per day was related with the grade of lens opacities.
Conclusion: None of these senile cataract patients was vitamin C deficient. The aqueous humor level of vitamin C in cataract grade 3 was lower than in other grades. It is assumed that numerous healthy lens fibers are still active utilizing the vitamin C in aqueous humor. Fine dietary profile, high vitamin C intake (>140 mg/dL) and regular consumption of vitamin C supplement were associated with grades of cataract. It is suggested to increase vitamin C intake higher than RDA in order to prevent the progression of cataract.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T1414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wida Setiawati
"Tujuan: menilai prevalensi katarak terinduksi radiasi, serta menghubungkannya dengan dosis paparan radiasi dan penggunaan perlengkapan proteksi radiasi.
Metode: Studi potong lintang dan studi kasus-kontrol. Seratus delapan puluh subyek
berpartisipasi dalam penelitian. Prevalensi katarak terinduksi radiasi dinilai menggunakan analisis Scheimpflug pada alat Pentacam® Oculus. Dosis paparan radiasi kumulatif dan penggunaan perlengkapan proteksi radiasi pada subyek diidentifikasi melalui kuesioner dan personal dosimeter"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Satu uji klinik acak buta tunggal untuk membandingkan efektifitas biaya teknik pembedahan antara ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE) dan fakoemulsifikasi (PEA) telah dilakukan di Hospital Universiti Kebangsaan Malaysia (HUKM) antara Maret 2000 sampai Agustus 2001. Biaya yang dihitung pada kajian ini ialah biaya yang ditanggung oleh pihak rumah sakit, pasien, serta rumah tangga pada waktu sebelum pembedahan, satu minggu, dua bulan (untuk kedua-dua teknik) dan enam bulan (untuk ECCE saja). Penilaian efektifitas pembedahan katarak menggunakan ?Visual Function 14? (VF-14) yaitu kualitas hidup mengenai fungsi penglihatan. Hasil analisis biaya masing-masing 50 subjek pada ECCE dan PEA menunjukkan bahwa rata-rata biaya pembedahan untuk satu kasus ECCE setelah enam bulan pembedahan sebesar USD 458 (± USD 72) dan bagi PEA sebesar USD 528 (± USD 125). Skor VF-14 meningkat dengan signifikan setelah seminggu, dua bulan dan enam bulan pasca pembedahan dibandingkan sengan skor sebelum pembedahan bagi kedua teknik (p < 0,001). Namun, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara teknik pembedahan ECCE dan PEA (p = 0.225). Hasil kajian menunjukkan bahwa biaya dengan teknik pembedahan ECCE lebih efektif dibandingkan dengan PEA yaitu biaya per peningkatan satu unit kualitas kehidupan (VF-14) untuk ECCE adalah USD 14 dibandingkan dengan PEA sebesar USD 20.

Abstract
A randomized single blinded clinical trial to compare the cost-effectiveness of cataract surgery between extracapsular cataract extraction (ECCE) and phacoemulsification (PEA) was conducted at Hospital Universiti Kebangsaan Malaysia (HUKM) from March 2000 until August 2001. The cost of a cataract surgery incurred by hospital, patients and households were calculated preoperatively, one week, two months (for both techniques) and six months (for ECCE only). Effectiveness of cataract surgery was assessed using Visual Function 14 (VF-14), quality of life measurement specifically for vision. The cost analysis results from each 50 subjects of ECCE and PEA group showed that average cost for one ECCE after six months post-operation is USD 458 (± USD 72) and for PEA is USD 528 (± USD 125). VF-14 score showed a significant increased after a week, two months and six months post-operation compared to the score before operation for both techniques (p<0.001). However, there was no significant difference between them (p = 0.225). This study indicated that ECCE is more cost effective compared to PEA with cost per one unit increment of VF-14 score of USD 14 compared to USD 20 for PEA."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia. Department of Community Health], 2007
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Malhotra, Raman
Edinburgh: Elsevier, 2008
617.742 MAL c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk menilai adanya perbedaan nilai quality of life (QoL) dan time trade-off utility (TTO), pasca tindakan bedah katarak pada mata pertama dan mata kedua pada penduduk Lombok, Indonesia.
Metode: Data epidemiologis dan penilaian QoL dan TTO didapat dari subjek, sebelum dan tiga minggu setelah menjalani tindakan bedah katarak pada sarana bedah komunitas di Pulau Lombok. Kelompok A adalah pasien yang menjalani operasi pada mata pertama, sedangkan kelompok B adalah pasien yang menjalani operasi pada mata kedua. Pertanyaan kuesioner ditujukan untuk mendapatkan data kemampuan mengurus diri sendiri, kemampuan mobilitas, kehidupan sosial, dan status mental. Data dianalisis dengan uji chi-square untuk data kategorik dan uji t tidak berpasangan atau Mann-Whitney untuk data numerik.
Hasil: Data didapat dari 77 subjek, yang terdiri dari 50 subjek dari kelompok A dan 27 subjek dari kelompok B. Pasca bedah didapatkan adanya peningkatan QoL dalam hal kemampuan mengurus diri sendiri, kemampuan mobilitas, kehidupan sosial, dan status mental yang bermakna (p < 0,001), pada kedua kelompok. Peningkatan QoL terjadi pada 46 subjek di kelompok A, dan lebih meningkat lagi pada 22 subjek di kelompok B. Pengukuran TTO dapat diterima oleh 35 subjek pada kelompok A dan 22 subjek pada kelompok B. Delapan puluh tujuh persen subjek menyatakan hasil operasi yang sesuai dengan harapan mereka.
Kesimpulan: Tindakan bedah katarak pada mata kedua terbukti dapat lebih meningkatkan QoL pada subjek dengan hasil penglihatan mata pertama yang baik. Peningkatan kemampuan penglihatan pasca bedah telah sesuai dengan harapan para subjek.

Abstract
Background: This study aims to assess the quality of life and the time trade off-utility value of the first eye cataract surgery and the second eye cataract surgery in Lombok Island-Indonesia.
Methods: This was an epidemiologic survey study on community of cataract surgery. Evaluations of quality of life (QoL) and time trade-off (TTO) were performed using questionnaire prior and three weeks after cataract surgeries who had either first (group A) or second eye cataract surgery (group B). Personal data was noted especially on self-care, mobility, socially, and mentally status. Data was analyzed by chi-square test for categorical data and unpaired t-test or Mann-Whitney test for numeric data.
Results: A total of 77 subjects was included in this study, there were 50 subjects in group A and 27 subjects in group B. Elements of QoL were improved after surgeries including self care, mobility, social, and mental status in both groups (p < 0.001). The modified TTO was accepted in 35 subjects in group A and 22 subjects in group B. Quality of life was improved in 46 patients in group A, there was further improvement in 22 patients in group B. The degree of patient?s expectation was good in 87% of all subjects.
Conclusion: Second- eye cataract surgery showed further improvement in QoL despite better outcome of the first- eye cataract surgery. The outcome of cataract surgery conducted was relevant to the patient?s expectation."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2013
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>