Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122645 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sylvia Octaviani
"Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Maksudnya disini adalah perkawinan dilakukan oleh seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami isteri untuk tujuan hidup bersama yang bahagia dan berlangsung seumur hidup. Putusnya perkawinan dapat disebabkan karena kematian, perceraian dan putusnya pengadilan. Perceraian itu haruslah didahului dengan adanya perkawinan yang sah menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, sehingga untuk
mendapatkan kepastian hukum. Dalam hal perceraian maupun
putusan pengadilan, keduanya harus dilakukan di muka pengadilan. Dengan demikian apabila seseorang ingin bercerai, maka ia harus mengajukan gugatan cerai ke pengadilan dan harus menggunakan alasan-alasan yang telah ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku. Gugatan cerai dalam penelitian disini diajukan berdasarkan alasan percekcokkan dan penelitian diantara kedua suami-isteri
yang tidak dapat didamaikan lagi, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah Deskriptif berupa penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan berupa kunjungan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Timbul permasalahan mengenai sah tidaknya
perkawinan suami-isteri tersebut. Setelah diteliti dan dianalisa, perkawinan itu ternyata tidak sah menurut hukum yang berlaku. Dengan demikian untuk memutuskan perkawinan tersebut, maka lebih baik diajukan gugatan pembatalan perkawinan daripada gugatan cerai."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16333
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Mutiara
"Perkawinan siri merupakan perkawinan yang dilakukan secara agama saja atau hanya di depan pemuka agama. Persoalan mengenai perkawinan siri memang masih menimbulkan pro dan kontra. Satu pihak ada yang beranggapan perkawinan seperti itu boleh saja dilakukan, di pihak lain meragukan ke absahannya. Sistem hukum Indonesia tidak mengenal adanya istilah perkawinan siri serta tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan siri dalam sebuah peraturan. Namun, secara umum, istilah ini diberikan bags perkawinan yang tidak dicatatkan kepada Pegawai Pencatat Nikah. Bagaimana status perkawinan siri dimata Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta akibat hukumnya terhadap istri yang dinikahi dan anak yang dilahirkan di dalam perkawinan siri, merupakan masalah yang diteliti dalam tulisan ini.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yuridis. Perkawinan siri menurut. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan perkawinan yang tidak sah, karena perkawinan jenis ini merupakan suatu penyimpangan dari ketentuan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yakni ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai pencatatan perkawinan. Sedangkan akibat hukum terhadap istri, istri bukan merupakan istri sah dan karenanya tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami serta tidak berhak atas harta gono-gini dalam hal terjadi perpisahan. Terhadap anak, statusnya menjadi anak luar kawin dan karenanya ia hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta sewaktu-waktu ayahnya dapat menyangkal keberadaan anak tersebut, selain itu ia tidak berhak atas nafkah hidup, biaya pendidikan, serta warisan dari ayahnya. Bahwa terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (2) mengenai sahnya perkawinan dan kewajiban pencatatan perkawinan sebaiknya dituangkan ke dalam satu pasal dan bagi yang ingin melakukan perkawinan tersebut dianjurkan untuk mengurungkan niatnya serta bagi yang telah melakukannya dianjurkan untuk mencatatkan perkawinan dengan itsbat nikah atau melakukan perkawinan ulang dan bagi yang non-Islam dianjurkan untuk melakukan perkawinan ulang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miggi Sahabati
"Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang yang kemudian diwujudkan dalam sebuah perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Akan tetapi dalam pelaksanaannya sering timbul konflik di antara suami istri. Perjanjian perkawinan muncul sebagai alternatif untuk memberikan keseimbangan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban bagi suami istri dalam perkawinan. Namun, perlu diteliti lebih lanjut mengenai pola pengaturan dan materi apa saja yang dapat diatur dalam perjanjian perkawinan menurut KUHPerdata dan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan berkaitan dengan hak-hak istri dalam lembaga perkawinan, serta bagaimana pelaksanaannya selama ini di dalam praktek. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini diberi judul "Perjanjian Perkawinan Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Hak Istri Ditinjau Dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata Dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan."
Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dan metode lapangan yang didukung dengan pendekatan kualitatif sebagai metode dalam pengolahan data.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pola pengaturan perjanjian perkawinan dalam KUHPerdata diatur sesudah bab mengenai harta kekayaan perkawinan, sedangkan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan mengaturnya sebelum hak dan kewajiban suami istri serta harta kekayaan perkawinan. Materi dalam perjanjian perkawinan menurut KUHPerdata lebih kepada persoalan harta kekayaan, sedangkan menurut UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dapat diperjanjikan hal-hal lain di luar persoalan harta kekayaan. Perjanjian perkawinan di dalam prakteknya masih mengatur seputar persoalan harta kekayaan suami istri.
Adapun saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah agar dibuat suatu Peraturan Pelaksanaan mengenai ketentuan dalam Pasal 29 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan perjanjian perkawinan dan agar diadakan suatu program penyuluhan dari pemerintah kepada masyarakat mengenai pentingnya dibuat suatu perjanjian perkawinan antara calon suami istri sebelum perkawinan berlangsung."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Marzen
"Pada dasarnya sebuah perkawinan dilangsungkan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan akan tercapai bila perkawinannya dilangsungkan secara sah, baik sah secara agama maupun sah menurut negara. Perkawinan merupakan perbuatan hukum dan karenanya berakibat hukum pula. Di antara akibat hukumnya adalah anak berhak mewaris dari kedua orang tuanya. Semua hak-hak yang ditimbulkan akibat dari sebuah perkawinan tidak akan timbul bila perkawinannya dilangsungkan secara tidak sah. Begitu juga terhadap perkawinan di bawah tangan yaitu perkawinan yang dilangsungkan hanya menurut ketentuan agama saja, tidak memenuhi aturan negara sehingga perkawinan tersebut tidak tercatat pada Kantor Pencatatan Perkawinan, sebagai bukti bahwa perkawinan sudah dilakukan secara sah menurut hukum positif.
Beberapa pokok permasalahan yang ditemukan adalah apakah anak yang dilahirkan dari perkawinan di bawah tangan dapat diakui oleh ayah biologisnya, dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak hasil perkawinan di bawah tangan. Undang-Undang Perkawinan yang walaupun sudah dibuat sesempurna mungkin tetapi ternyata masih ada yang tidak mentaatinya sehingga terjadi penyelundupan hukum seperti misalnya terjadinya perkawinan di bawah tangan tersebut, yang dapat merugikan isteri serta anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut, karenanya diperlukan upaya hukum untuk melindungi hak-hak istni dan anakanaknya tersebut.
Maka, melalui penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan tipologi penelitian bersifat deskriptif dengan bentuk evaluatif, telah secara khusus meneliti mengenai perlindungan hukum terhadap anak hasil perkawinan di bawah tangan berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. Sebagai kajian lebih mendalam kami bahas mengenai kasus upaya hukum terhadap pengesahan perkawinan dan status hukum anak hasil perkawinan di bawah tangan baik oleh yang beragama Islam, maupun oleh yang beragama non-Islam.
Dan penulis berkesimpulan bahwa anak yang dilahirkan dari perkawinan di bawah tangan dapat diakui oleh ayah biologisnya. Dengan disahkannya perkawinan di bawah tangan oleh Pengadilan maka anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut menjadi anak sah dan terlindungi hak-haknya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16531
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivi Rahmadani
"Perkawinan adalah suatu sendi dasar dalam aspek kehidupan manusia, karena dengan perkawinan sebuah keluarga yang merupakan sendi utama dalam masyarakat terbentuk. Semakin majunya perkembangan zaman menyebabkan semakin besar kemungkinan teijadinya perkawinan antara Warga Negara Indonesia (WNI) yang berbeda agama. Meskipun hal tersebut tidak diatur atau didukung secara tegas dan jelas oleh UU No.1/1974 tentang Perkawinan, namun tetap saja perkawinan beda agama sering teijadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan adanya perkawinan beda agama ini maka timbul permasalahan apa yang mendorong teijadinya perkawinan beda agama? Bagaimana akibat hukum yang timbul dari perkawinan beda agama dan apa akibat dari peralihan agama dalam suatu perkawinan tersebut? Bagaimana kepastian hukum perkawinan beda agama terhadap suami istri di Indonesia? Penulis malakukan penelitian dengan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Sifat dari penelitian ini adalah eksplanatoris yaitu merupakan suatu penelitian yang bersifat menjelaskan mengenai akibat hukum yang timbul dari perkawinan beda.
Perkawinan antar suami istri yang berbeda agama paling sering teijadi di kota besar karena kemajuan teknologi. Menurut agama Islam jika perkawinan antara pria Islam dengan wanita yang bukan Islam akibat hukumnya akan menjadi sah tetapi sebaliknya, perkawinan tersebut tidak sah dan akan menimbulkan pengaruh besar terutama bagi anak-anak karena di besarkan dalam keraguan dan ketidakpastian terhadap agama. Akibat lainnya salah satu pihak dapat meninggalkan agama semula yang dianutnya. Kepastian hukum yang bersendi utama pada martabat manusia sebagai norma terpenting, harus diletakkan secara proporsional terhadap manusia yang akan melangsungkan perkawinan. Untuk menghindari kesimpangsiuran pendapat tentang perkawinan beda agama maka perlu kiranya pihak yang berwenang segera mengadakan penyempurnaan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dengan tidak mengenyampingkan ketentuan hukum agama yang berlaku di Indonesia agar tercipta suatu kepastian hukum dalam perkawinan yang berbeda agama. Perkawinan beda agama antara suami istri agar tidak mengalami hambatan sebaiknya melalui pilihan hukum.

Marriage is a bottom line in every comer of human life, because with marriage, a family as a main line is formed. More further development makes more possibility marriage among Indonesian nationality with different religion. Although it is not ruled or supported with certainty and obviously by Statue number 1 Year 1974 about Marriage, but it still happened in Indonesia society life. Because of it, there are problems, what are stimulating marriages between different religions? How law impact of them and what impact of changing religion on those marriage? How certainty law of marriage between different religions on husband and wife in Indonesia? Writer did research by library research (normative juridical). Nature of from this research is ekspianatoris that is is a explanatory research about legal consequences arising from marriage of religion difference.
Marriage among husband and wife who are different on religion, is commonly happen in big city because of technology development. On Islam religion, if marriage between Muslim man with non-Muslim women, the law impact of it becomes legal but on the other hands, that marriage is non-legal and could occurring big influence especially on children because they are growing up on doubtless and uncertainty in religion. The other impact is one party could leave his or her first religion. Certainty of law that based on human dignity as an important norm, must be placed with proportionality against human being who is going to marriage. To prevent uncertainty opinions about marriage between different religion, they need the authority party to do completing on Statue number 1 Year 1974 about marriage with not to aside religion rule of law in Indonesia to make certainty of law on them. Marriage between different religion among husband and wife is not occurring delay but otherwise through choice of law."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T36947
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Naura Niyomi
"Harta Benda Perkawinan adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Harta Benda Perkawinan ini terdiri dari 2 macam, yaitu Harta Bersama dan Harta Bawaan. Harta Bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung baik karena pekerjaan suami atau pekerjaan istri. Sedangkan Harta Bawaan adalah harta yang diperoleh oleh masing-masing suami atau istri baik sebagai hadiah atau warisan. Di dalam Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sehingga diharapkan terjadinya perceraian dapat dihindari, karena Undang-Undang menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian.
Yang menjadi pokok permasalahan dalam penyusunan tesis ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bersama menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bawaan menurut Undang-Undang Perkawinan; dan bagaimanakah pelaksanaan pembagian Harta Benda Perkawinan (Harta Bersama) apabila terjadi perceraian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research), dimana bahan-bahan yang diperlukan diperoleh dengan mempelajari teori mengenai perkawinan, khususnya mengenai pembagian Harta Bersama Perkawinan apabila terjadi perceraian dari sumber-sumber tertulis, seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, referensi maupun makalah yang terdapat di perpustakaan yang berkaitan dengan judul tesis ini.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa perceraian biasanya membawa akibat hukum terutama terhadap Harta Benda Perkawinan, baik terhadap Harta Bersama maupun Harta Bawaan. Apabila terjadi perceraian, maka menurut Undang-Undang Perkawinan Harta Bersama akan dibagi menjadi 2 banyak yang sama besar, yaitu: ½ bagian untuk suami dan ½ bagian lagi untuk istri.
Sedangkan Harta Bawaan suami istri tersebut akan kembali ke masing-masing pihak yang mempunyai harta tersebut, kecuali jika ditentukan lain, yaitu dengan membuat Perjanjian Perkawinan. Masalah Pembagian Harta Benda Perkawinan inilah yang sampai saat ini masih menjadi pokok perdebatan apabila terjadi perceraian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T14471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirbito Prastyono
"Undang-Undang Perkawinan menetapkan bahwa suatu perkawinan harus dicatatkan di lembaga pencatatan perkawinan. Menurut undang-undang ada dua lembaga pencatatan perkawinan yaitu Kantor Urusan Agama bagi para pemeluk agama Islam dan Kantor Catatan Sipil bagi mereka yang tidak beragama Islam. Dari ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa pencatatan perkawinan sangat penting, dan berguna untuk mendapatkan bukti otentik yang dapat menjelaskan tentang perkawinan tersebut Serta bukti pengakuan dleh Negara. Jika suatu perkawinan tidak dicatatkan maka akan menimbulkan masalah terhadap status perkawinan, status anak yang dilahirkan dan status harta bersama.Dalam Kenyataannya para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat dengan mudah mencatatkan perkawinannya pada Kantor Catatan sipil. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat mengenai penafsiran ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut masing-masing agamanya dan kegercayaannya itu. Ada pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan agamanya dan kepercayaannya adalah kepercayaan terhadap agamanya tapi ada yang berpendapat bahwa kata agama dan kepercayaannya merupakan dua kata yang terpisah.Untuk mencari pemecahan masalah ini upaya hukum yang dapat dilakukan hingga saat ini dengan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk memperoleh Penetapan/Persetujuan/Dispensasi. Sedangkan bagi mereka yang telah terlanjur menikah tapi permohonan pencatatan perkawinannya ditolak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Disriyanti Laila
"Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kemudian dilanjutkan dengan ayat (2) yang menyebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku. Pencatatan perkawinan disini bukan semata-mata merupakan tindakan administratif saja akan tetapi merupakan jaminan kepastian hukum adanya suatu perkawinan. Perkawinan yang tidak dicatatkan sebagai akibatnya tidak akan memperoleh akta perkawinan sehingga perkawinan tersebut dianggap tidak ada dan tidak diakui oleh negara. Kemudian akan timbul suatu persoalan apabila perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut akan diajukan pembatalannya. Dalam pembatalan perkawinan, yang dibatalkan adalah perkawinan yang sudah dilangsungkan kemudian dibatalkan dengan suatu keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan sehingga perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi sama sekali. Pembatalan perkawinan yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 adalah pembatalan terhadap perkawinan yang memang diakui keberadaannya oleh negara, yang dapat dibuktikan dengan adanya suatu akta perkawinan. Sehingga pembatalan perkawinan atas perkawinan yang tidak dicatatkan tidak diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 karena perkawinan yang tidak dicatatkan bukanlah perkawinan yang dimaksud oleh UU No. 1 Tahun 1974. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan. Sedangkan dalam metode analisis data mempergunakan metode pendekatan kualitatif, dimana analisis dilakukan terhadap data yang wujudnya bukan berupa angka. Dengan demikian penelitian ini menghasilkan sifat deskriptif analitis, yang memberikan gambaran secara luas terhadap fakta yang melatarbelakangi permasalahan pembatalan perkawinan atas perkawinan yang tidak dicatatkan, kemudian menganalisis fakta tersebut dengan bantuan data yang diperoleh sehingga memberikan alternatif.

Article 2 section 1 Law No. 1 of 1974 concerning Marriage describe that a marriage is legal, if it is committed within the rule of its religions and believes. Go on, section 2 describe that a marriage shall be registered according to the law in a ruling time. A marriage registration cannot be describe as a merely act but it is a legal base of a marriage. At the end, the unregistered marriage as a consequences will not have a marriage decree, which is the marriage will be consider never happen and will not be recognize by country indeed. It is will cause a problem if the unregistered marriage is being submitted it annulment. In annulment of marriage, the one that will be annul is a marriage that has already been done and than by the decision of court is terminated and take place from when the marriage already committed until the marriage will be consider never happen at all. The annulment of marriage under Law No.1 of 1974 is, annulment meant for a marriage that acknowledge by the country, which can be prove with the marriage decree. Therefore the annulment of unregistered marriage is not regulated in Law No.1 of 1974, since the unregistered marriage can not be consider as a marriage under Law No.1 of 1974. The Method that being used is a normative law exploration method. The Data that being used are secondary data which are data that achieve by study of library documentations. The analyze data method is using a comprehensive qualitative method, where the analyze is used for data that appear to be not a number. Based on that fact this exploration will develop an analyze description type, which will make a overview from a basis fact concerning annulment of marriage for the unregistered married, afterward analyze the fact until find the alternative solution through the analysis that has been done."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21353
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>