Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25806 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Foxe, John
"John Foxe lahir di Boston, Inggris pada tahun 1516 dan meninggal pada tanggal 18 April 1587. Tahun 1563, Foxe sangat terkenal dengan karyanya berjudul ?Acts and Monuments of These Latter and Perillous Dayes?. Anehnya, buku itu lebih dikenal sebagai ?Foxe?s Book of Martyrs?. Sejak itu, Foxe?s Book terus diperbarui oleh para penerusnya, sesuai dengan kejadian-kejadian yang ada.
Buku ini (ditulis dan diperbarui oleh Harold J. Chadwick) berisi kisah orang-orang Kristen yang meninggal karena iman mereka (dari tahun 35 ? 2001). Kita mengenalnya dengan ?martir?. Para martir ini tidak selalu meninggal atas penganiayaan kelompok di luar Kristen, kebanyakan malah oleh kelompok gereja sendiri, yang pada jaman tertentu mengalami banyak perseteruan internal.
Cakupan kisah di buku ini lumayan luas, termasuk di Indonesia. Beberapa tragedi atau konflik berdarah di Ambon dan daerah lain di Indonesia tercatat di sini, lengkap dengan gambarnya.
Membaca kisah-kisah penganiayaan di buku ini akan menyadarkan kita bahwa manusia bisa bertindak melebihi (maaf) binatang, dengan membawa nama Tuhan. Penyiksaan paling keji sepanjang masa ada di buku ini.
Agama dipercaya banyak orang sebagai jalan menuju kebaikan, tapi seringkali agama juga dijadikan alasan menuju neraka. Sejarah membuktikan itu. Karena itulah, jika manusia yang mengaku beragama tidak pernah belajar dari sejarah, maka hanya kesengsaraanlah yang akan menjelang?:(
------------------------------
Risensi oleh: Kalarensi Naibaho
"
Yogyakarta: Andi , 2006
272 FOX f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Shellabarger, Samuel
Boston: Little, Brown, 1947
813.54 SHE p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Solehudin
"Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika masih terus menjadi ancaman serius bagi setiap negara, hal ini diakibatkan oleh terjadinya peningkatan produksi narkotika secara illegal dan pendistribusian yang begitu cepat dan meluas dengan tidak lagi mengenal batas antara Negara, yang mengakibatkan korban penyalahgunaan narkotika setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Negara secara berkelanjutan senantiasa memperbaharui aturan perundangundangan yang mengatur upaya pemberantasan penyalahgunaan narkotika.
Perubahan paradigma dalam menangani kasus penyalahgunaan narkotika di Indonesia mulai bergeser dengan adanya Amandemen Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika menjadi UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Tujuan yang ingin dicapai dengan pembentukan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika salah satunya adalah menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika. Namun hasil survey yang dilakukan oleh BNN bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia pada tahun 2011 tentang Survey Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia, diketahui bahwa angka penyalahguna narkotika di Indonesia telah mencapai 2,2% atau sekitar 3,8 juta orang dari total populasi penduduk. Hal ini mengalami peningkatan bila dibandingkan pada tahun 2008 yaitu sekitar 3,3 juta orang. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam UU No. 35 Tahun 2009 tersebut diatas belum sesuai dengan yang diharapkan, dimana dari tahun ke tahun jumlah penyalahguna atau pecandu narkotika semakin meningkat.
Penelitian yang dilakukan dalam tesis ini bersifat yuridis normatif dan menggunakan metode pengumpulan data yang meliputi: penelitian pustaka melalui pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier, serta penelitian empiris melalui pengisian kuesioner dan tehnik wawancara secara depth interview, dengan para narasumber untuk mendapatkan informasi yang diperlukan. Sistem hukum Indonesia memposisikan kejaksaan sebagai penyandang asas dominus litis yang memiliki fungsi sentral dalam pengendalian proses perkara yang menentukan dapat tidaknya seseorang dinyatakan sebagai terdakwa dan diajukan ke pengadilan.
Peran Jaksa Penuntut Umum untuk bisa mewujudkan tercapainya tujuan dari UU No. 35 Tahun 2009 khususnya upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika yaitu dengan cara meningkatkan kompetensi pemahaman Jaksa Penuntut Umum terhadap UU No. 35 Tahun 2009 dan ketentuan-ketentuan lainnya yang mengatur mengenai tindak pidana narkotika, selanjutnya memaksimalkan kewenangannya untuk melakukan pra penuntutan, penuntutan serta melaksanakan penetapan hakim. Selain itu diharapkan konsistensi dan sinergi antara aparat penegak hukum (integrated criminal justice system) mengingat dalam pengimplementasian UU No. 35 Tahun 2009 melibatkan berbagai stakeholder terkait, yakni Kementrian Sosial, Kementrian Kesehatan, Lembaga Pemasyarakatan, disamping juga terdapat aparat penegak hukum yakni polisi, jaksa dan Hakim.
Setelah konsistensi dan sinergi antara stakeholder terkait telah berjalan dengan baik, diperlukan juga adanya dukungan dari pemerintah untuk menambah fasilitas rehabilitasi medis dan sosial di seluruh Indonesia, karena saat ini jumlah lembaga rehabilitasi/RSKO yang bisa menampung para terdakwa tindak pidana narkotika masih sangat terbatas.

Abuses and illegal circulation of narcotic drugs continue to pose serious threat to any country. This is due to increased production of illegal drugs and their fast and extensive distribution across state borders. This results in increasing number of drug victims each year. The State continually and at any time necessary amends laws and regulations that govern efforts to eradicate abuses of drugs and the similar substances. The paradigm in handling cases of drug abuses in Indonesia has shifted following amendment to Law Number 22 Year 1997 on Narcotic Drugs and Law Number 5 Year 1997 regarding Psychotropic Drugs to become Law No. 35 Year 2009 regarding Narcotic Drugs.
The objective of the drafting of Law No.35 Year 2009 on Narcotic Drugs is to ensure regulation on efforts to do medical and social rehabilitation on drug abusers and addicts. However, based on the result of survey conducted by BNN in cooperation with the Health Research Center of Universitas Indonesia in 2011 on development of drug abuses in Indonesia, the drug abuse rate in Indonesia has reached 2.2% of the population or around 3.8 million. This is an increase compared to the figure in year 2008 namely around 3.3 million. Hence, we can say that the objective of Law No. 35 Year 2009 as mentioned above cannot be achieved as expected, and instead increase in term of the total number of drug abusers or addicts year by year.
The research conducted in this thesis is juridical normative in nature and uses the following methods of data collection: literature studies through collection of primary legal materials, secondary legal materials, tertiary legal materials, and empirical research through questionnaires and in-depth interviews with the source persons to get the required information. The Indonesian legal system positions the public prosecutor’s office as the holder of dominus litis principles and has the central function in controlling a case proceeding and determines whether an individual can be declared as the defendant and brought to justice.
Public prosecutors play the role in realizing the achievement of objective of Law No. 35 Year 2009, in particular, efforts of medical and social rehabilitation on drug abusers and addicts namely by enhancing their competency and understanding on Law No. 35 Year 2009 and other provisions that regulate drugrelated crimes, and subsequently maximize their authority to perform preprosecution, prosecution and execute the judge’s stipulation. In addition, consistency and synergy among legal enforcement apparatuses (integrated criminal justice system) related to the implementation of Law No. 35 Year 2009 involve various relevant stakeholders namely the Ministry of Social Affairs, Ministry of Health, Correctional Institutions, as well as law enforcers such as police, prosecutors and judges. Asides from consistency and synergy among relevant stakeholders, supports are required from the government to provide more medical and social rehabilitation facilities throughout Indonesia, as presently there are limited number of rehabilitation institutions/RSKOs that can accommodate defendants in drug-related crimes.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marbuhal Sindak Panaili Bitik Maninga Pardamean D.
"Skripsi ini membahas mengenai konsepsi permufakatan jahat yang diterapkan dalam kasus Fredi Budiman. Dalam perkara ini, Fredi Budiman dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan ldquo;permufakatan jahat untuk secara tanpa hak dan melawan hukum menjual, membeli, dan menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I rdquo;, padahal perbuatan ldquo;membeli rdquo; yang dilakukan Fredi Budiman telah selesai dilakukan. Penerapan seperti demikian terjadi karena fakta bahwa dalam perkara ini, ldquo;permufakatan jahat rdquo; diterapkan selayaknya ldquo;penyertaan rdquo;. Hal ini bertentangan dengan konsepsi dasar permufakatan jahat samenspanning yang hanyalah perbuatan kesepakatan antar para pihak untuk melakukan sebuah tindak pidana, sehingga seharusnya tidak diterapkan lagi terhadap para pelaku yang telah melakukan sebuah tindak pidana hingga selesai sesuai dengan niatnya. Pada akhirnya akan didapatkan kesimpulan bahwa penerapan konsepsi permufakatan jahat selayaknya penyertaan adalah penerapan hukum yang keliru.

This thesis analyzes the application of the concept of criminal conspiracy in the case of Fredi Budiman. In this case, Fredi Budiman was declared guilty of ldquo conspiracy to unlawfully buy, sell, and broking sales of Narcotic Drugs rdquo , whereas Fredi Budiman rsquo s act of ldquo buying rdquo have been done completely. Such application occurred due to the fact that in this case, ldquo criminal conspiracy rdquo was applied as if it is a ldquo criminal complicity rdquo . This does not conform to the basic concept of criminal conspiracy samenspanning itself which is merely an act of agreement between parties to commit a crime, so it should not be applied extensively to the perpetrators of a completed crime. Eventually, it will be concluded that the utilization of criminal conspiracy similar to complicity is an incorrect application of law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68025
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soekarno
Jakarta: Citra Lamtoro Gung Persada , 1991
320.958 9 SOE d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Retnowati
"Individu dewasa menengah yang berusia 40an tahun aiau mendekati usia 50an tahnn, yang menikah dan hidup bersama selama lebih dari 20 tahun, berada dalarn masa perkawinan dewasa menengah. Pada masa ini, anak-anak mulai meninggalkan rumah untuk kuliah, bekerja atau menikah (Glick, dalam Newman &. Newman 1991). Periode Selama anak-anak mulai meninggalkan rumah disebut sebagai Iaunching period (Mattessich & Hill, dalam Newman & Newman, 1991).
Dalam hublmgan antara suami-istri, pada umumnya, kepuasan perkawinan pacla tahap ini belum meneapai puncaknya karena kepuasan perkawinan mengikuti pola huruf U, yang kepuasan perkawinan terbesar te1jadi pada awal dan akhir kehidupan perkawinan, atau ketika anak terakhir menjadi remaja (Steinberg, Silverberg, dalam Davidson & Moore, 1996). Maksudnya, setelah tahun pertama perkawinan, kepuasan cenderung menurun Selama usia perkawinan 20-24 tahun pada saat individu memasuki masa dewasa menengah, kepuasan perkawinan semakin menurun, dan kepuasan mulai meningkat saat anak meninggalkan rumah dan individu memasuki atau dalam masa pensiun (Orbuch dkk, dalam Papalia, Olds & Fieldman, 2001).
Kepuasan perkawinan sedikit banyak juga dipengaruhi oleh iaktor einta. Semakin besar cinta individu terhadap pasangan mal-ca sernakin besar kepuasan dalam perkawinan. Pengekspresian einta juga merupakan sesuatu hal yang penting (Sternberg, 1988). Gaya cinta pada masa dewasa menengah di Amerika Serikat adalah gaya cinta storge dan pragma(dalam Montgomery & Sorell, 1997). Namun, ada perbedaan dalam memandang cinta dalam suatu perkawinan, disebabkan karena adanya perbedaan kebudayaan di Indonesia, yaitu apa yang disebut sebagai budaya timur dengan budaya barat. Walaupun setiap orang di mana saja ia berada, memiliki cinta namun yang masih menjadi pertanyaan adalah adalah apakah teori cinta yang dikembangkan di negara barat yang memiliki adat budaya individu yang berbeda dengan di tirnur terutama di Indonesia, sesuai dan dapat diterapkan di negara kita.
Karena alat ukur gaya cinta belurn pernah dipakai di Indonesia, maka peneiitian eksploratif-deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui apakah alat ukur gaya Cinta ini reliabel dan valid untuk dipakai di Indonesia, dan mengetahui gambaran gaya cinta pada individu dewasa menengah di Indonesia serta melihat apakah ada perbedaan gaya cinta pada pria dan wanita dewasa menengah. Dengan demikian dapat diketahui apakah benar pasangan suami istri di Indonesia, teori gaya cinta itu memang benar terbagi menjadi 6 gaya cinta dan apakah benar pada pasangan suami istri dewasa menengah di Indonesia., mengalami gaya cinta storge dan pragma sesuai dengan hasil penelitian Hendrick dan Hendrick (1986) yang dilakukan di Amerika Serikat. Inventori yang akan digunakan dalam penelitian ini akan digunakan LAS versi Levesque, yang telah mengalarni sedikit perubahan dari versi Hendrick and Hendrick (Levesque, 1993). LAS ini terdiri dari 6 item pada setiap sub skala.
Pada analisis dan interpretasi data diperoleh hasil perhitungan reliabilitas dan validitas pada skala gaya cinta, ada beberapa item yang tidak siginfikan atau tidak valid untuk mengukur domain behavior yang sama, sehingga item-item tersebut harus dibuang. Juga terlihat bahwa hampir seiuruh item pada subskala gaya cinta Indus memiliki reliabilitas sangat rendah dan tidak valid imtuk mengukur gaya cinta ludus di Indonesia. Individu dewasa menengah yang menjadi subyek dalam penelitian ini, mengalami beberapa gaya ointa. Gambaran gaya Cinta yang paling banyak dialami oleh individu dewasa rnenengah dalam usia perkawinan 20-35 tahun adalah gaya cinta gabungan storge, pragma, agape, eros. Selain itu juga terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signinkan terhadap gaya cinta pada kelompok subyek pria dewasa menengah dan kelompok subyek wanita dewasa menengah dalam usia perkawinan 20-35 tahun.
Setelah didiskusikan ternyata individu dapat mengalami beberapa gaya cinta dari enam gaya cinta. Dalam gaya cinta, individu dapat memilih iebih dari satu pilihan gaya cinta dalam kehidupannya. Pria dan wanita dewasa menengah sama-sama menganggap penting adaoya gairah (eros), persahabatan (storge) dan pengorbanan (agape) dalam cinta. Tidak valid dan tidak reliabelnya hampir seluruh item pada subskala gaya cinta Iudus, dan beberapa item pada subskala gaya cinta storge, pragma dan mania; munglcin disebabkan oleh penyusunan kalimat pernyataan item pada gaya cinta Indus, storge, pragma dan mania yang knrang baik. Disamping itu, karena memang di Indonesia ada perbedaan konsep dalam memandang cinta dengan di Amerika.
Selanjutnya saran untuk perbaikan penelitian ini adalah pengujian item-item untuk rnelihat apakah pernyataan-pemyaiaan yang digunakan pada alat ukur sesuai dengan budaya Indonesia, memperbanyak jumlah sampel dan mernbandingkan tahap perkembangan yang berbeda misalnya tahap perkembangan dewasa awal dengan dewasa menengah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38367
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hamilton, Mark
Nevada: Neo-tech books, 2000
153.42 HAM b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Elyani
"Osteoporosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Osteoporosis adalah suatu penyakit dengan sifat-sifat khas, berupa massa tulang yang rendah disertai perubahan perubahan mikro arsitektur dan kemunduran kualitas jaringan tulang. Keadaan ini akhirnya akan menyebabkan terjadinya peningkatan kerapuhan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah tulang. Osteoporosis dapat terjadi pada wanita maupun laki-laki. Densitas Massa Tulang (DMT) adalah ukuran kepadatan tulang yang sering digunakan untuk mendiagnosa kesebatan tulang. Uji Densitas Massa Tulang merupakan uji yang paling sering digunakan untuk rnengetahui apakah seseorang berisiko osteoporosis atau tidak. Pengukuran dipusatkan pada tulang belakang, pinggul pergelangan tangan, kaki atau jari tangan. Alat untuk mengukur Densitas Massa Tulang disebut Densitometer Tulang.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian osteoporosis pada kelompok vegetarian usia > 35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. Disain penelitian yang digunakan yaitu disain studi potong lintang (cross-sectional). Penelitian dilaksanakan di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Populasi adlah seluruh vegetarian baik laki-laki dan wanita yang dating ke pertemuan rutin kelompok Agama Budha di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. Sampel yang diperoleh berjumlah 85 orang vegetarian. Osteoporosis diukur dengan alat ukur densitometer tulang Achilles Express/InSight metode kuantitatif ultrasound dengan sensitivitas alat sebesar 97%, diperoleh nilai t-score (osteoporosis: - 2,5 atau lebih kecil Preva1ensi osteoporosis pada penelitian ini s.ebesar 22.4%.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara umur dengan osteoporosis pada ketornpok vegetarian (p-value < 0,05). Hasil akhir analisis regresi logistic ganda model prediksi diperoleh 3 (tiga) variabel yang berrnakna sooara signifikan (p-value < 0,05) dan substasi yaitu umur, jenis kelamin dan olah raga, dimana umur p-value = 0,001 (OR: 5,365; Cl 95% : 1,933 - 14,890), jenis kelamin memponyai p-val"e 0,028 (OR : 0,277; Cl 95% : 0,088 - 0,869) dan olah raga p-value = 0,069 (OR : 0,378; Cl95%:0,133 -1,077).
Hasil akhir analisis multivariat rnenunjukkan bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan osteoporosis pada kelompok vegetarian usia 35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat adalah umur, ke1ompok vegetarian berumur 49,93 tahun akan berpeluang 5,37 kali mengalami osteoporosis dibandingkan dengan kelompok vegetarian yang berumur < 49;93 tahun setelah dikontrol dengan jenis kelamin dan olah raga.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel kelompok vegetarian yang lebih banya.k dengan rnengukur kadar kalsium dalam darah atau dengan intervensi tablet kalsiurn dan menggunakan studi longitudinal ataupun studi eksperimental. Tujuannya untuk mengetahui pengaruh zat glzi terutama kalsium dan fosfor serta faktor lain yang berkaitan dengan osteoporosis.

Osteoporosis is one of public health problems, Osteoporosis is a disease with specific characteristics, such as low bone mass with changes of micro architecture and deterioration of bone tissue quality. This condition will cause the increase of bone fragility and the increase of risk of bone fiacture. Osteoporosis could be happened both on woman and man. Bone Mass Density or Densitas Massa Tulang (DMI) is measurement of bone solidity flat frequently used in making a diagnose of the bone health. DMT test is an examination that most frequently used to assess whether someone has a risk to osteoporosis or not. The measurement focuses on the backbone, hip, wrist, legs or fingers. The tool used in measuring density bone mass is called bone densitometer.
The study aimed to assess factors related to the occurance of osteoporosis on vegetarian group aged 2:35 years old in Pusdildat Maitreyawira, West Jakarta. Study design used cross-sectional design. The study was conducted ill Pusdiklat Maitreyawlra, West Jaknrta from March to April 2008. Population were all of vegetarians hnth men and women who came to regular meeting of Buddhist group in Pusdiklat Maltreyawlra, West Jakarta. Sample in this study were 85 vegetarians. Osteoporosis was measured by bone demirometer: Aehilles Express/Insight using ultrasound quantitative method with tool sensitivity 97%, gained t-score value (osteoporosis:- 2.5 or less). Osteoporosis prevalence in this study was 22,4%. Statistic test showed significant association between age and osteoporosis on vegetarian group (p-value < 0,05%).
Final result of double logistic regression analysis of prediction model was gained 3 (three) variables that had significant association (p-value <0,05%): age (p-value = 0.001 (OR: 5.365; CI 95% : 1.933 - 14.890)), sex (p-value = 0.028 (OR : 0.277 ; CI 95% : 0.088 - 0.869), and exercise p-value = 0.069 (OR : 0.378; CI 95% : 0.133 - 1.077)).
Final result of multivariate analysis showed the most dominant factors associated with osteoporosis on vegetarian group aged > 35 years old in Pusdiklat Maitreyawira, West Java, were age. Vegetarian group age >49.39 years old would have probality 5.37 times to get osteoporosis than those whose age < 49.39 years old after controlled by sex and exercise.
The study recommended the further research using more samples of vegetarian group in measuring calcium level in blood or conducting calcium tablets intervention and using longitudinal or experimental study. 1t was aimed to assess the influence of nutrition especially calcium and fosfor and other factors related to osteoporosis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Surya Atmaja
"Bahan dan Metode : Desain cross seksional pada 99 subyek laki-laki tahun yang dipilih secara simple random sampling dari sarnpel MONICA Jakarta III. Data yang dikumpulkan meliputi data umum subyek, asupan makanan, antropometri, tekanan darah, EKG dan pemeriksaan laboratorium darah. Uji statistik yang digunakan adalah uji X2, Fisher dan Kolmogorov-Smimov, Mann Whitney dan korelasi Pearson / Spearman rank.
Hasil : Kadar feritin serum ?200 p.glL tedapat pads 8,1% subyek. Asupan besi total 4,81 mg (1,59-13,24 mglhari), besi hem 0,21 mg (0-1,22 mg/had), 93,9% asupan besi kurang 1 AKG. Terdapat 13,1% dengan IMT >27 kglm2, 20,2% dengan Lpe X94 cm aan rasio LpelLpa X0,95; 34,3% dengan tekanan darah >149190 mm Hg, Kadar kolesterol total abnormal 41,4% (?200 mgldL); kolesterol HDL abnormal 63,6%(z40 mgldL); kolesterol LDL abnormal 52,5% (?130 mgldL); trigiiserida abnormal 11,I%(200 mg/dL); gula puasa abnormal 5,1% (?126 mgldL). Kebiasaan merokok pada 54,5% subyek. Tidak trdapat korelasi bermakna antara asupan besi total (r--0,038) dan besi hem (r,027) dengan feritin serum. Rasio Odds kasar antara feritin serum dengan PJK (diagnostik EKG) 5,5 kali (CI. 0,87-34,33). Pada uji statistik didapat perbedaan bermakna median feritin serum pads subyek diabetes daengan non diabetes (p~,001) dan subyek dengan kelebihan lemak tubuh dengan subyek dengan lemak tubuh normal (Lpe dengan p:1,009; LpelLpa dengan p"0,047).
Kesimpulan: Didapatkan hubungan tidak bermakna antara feritin serum dengan asupan zat gizi. Terdapat hubungan moderat antara feritin serum dengan risiko PJK. Subyek dengan feritin serum ? 200 .iglL mempunyai kecenderungan risiko 5,5 kali menderita PJK (diagnostik EKG) dibandingkan subyek dengan feritin serum <200 p.g(L,

Serum ferritin in men 35 years old or over and its relating factors at Mampang PrapatanMethods : A cross sectional study had been carried out of on 99 subjects age 35 years selected using simple random sampling method from MONICA Jakarta's III sample. Data collected consist of socio-economic state, dietary intake, anthropometric, laboratory, blood pressure and electrocardiogram examination. Statistical analysis was performed by X-, Fisher, Kolmogorov-Sm imov, Mann-Whitney, and Pearson/ Spearman rank correlation.
Result : Serum ferritin 1200 1.tglL was found in 8,1% subjects. Total iron intake 4,81 mg (1,59-13,24 mg/day), heme iron 0,21 mg (0-1,22 mg/day), 93,9%% of iron intake below the RDA. There were 13,1% subjects with BMI >27 kg/m2; 20,2% with AC >94 cm and WHR >0,95; 34,5% with blood pressure >140/90 mm Hg. Abnormal total cholesterol level 41,4% (1200 mg/dL); abnormal HDL cholesterol 63,6% (<40 mg/dL); abnormal LDL cholesterol 52,5% (1130 mg/dL); abnormal triglyceride 1,1% (~0d mg/dL); abnormal fasting glucose 5,1% (?126 mgldL); 54,5% had smoking habits. Lack association between total iron (r=-0,038) and heme iron (r 0,027) with serum ferritin. Men with ferritin serum 1200 l.tg1L had an crude odds ration 5,5 fold suffer from CHD (according to ECG diagnostic) compare to subjects with ferritn serum <200 .iglL (CI. 0,87-34,33). Statistical analysis showed significant difference of serum ferritin median in diabetic and non diabetic subjects (p:1,001), overfatness subjects and normo fatness subjects (AC with. pC,009 and WHR with p=0,047).
Conclusion : There is no significant relationship between serum ferritin level and dietary intake. Bivariate analysis found moderate relationship between serum ferritin and CHD. Men with serum ferritin 1200 pglL had a crude odds ratio 5,5 fold suffer from CHD (according to ECG diagnostic) compare to the subjects with serum ferritin < 200 pg/L."
2001
T597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>