Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144333 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marwito Wiyanto
"Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh piperin per oral pada kegiatan listrik otak tikus jantan melalui rekam EEG dilihat dari perubahan amplitudo & frekuensi dibandingkan dengan kontrol.
Rancangan Penelitian : Merupakan studi eksperimental, memakai sampel tikus jantan spesies Sprague-Dawley membandingkan pengaruh pemberian piperin per oral (dalam pelarut CMC) dengan kontrol yang diberi CMC, masing masing terdiri 16 ekor. Perubahan amplitudo dan frekuensi EEG dilihat pada rekam EEG menit ke 5, ke 30 dan 60 tanpa rangsang cahaya (fotik) dan dengan rangsang cahaya (fotik). Menggunakan bioelektrik amplifire seri AB 620G, time konstan 2 Hertz dan sensitivitas 0.02 mv/div. Data dianalisis dengzm uji t independent dengan derajad kemaknaan a=0.05.
Amplitude antara kontrol dan piperin non fotik dan dengan fotik tidak terdapat perbedaan bemtakna, walaupun amplitudo piperin dengan fotik mempunyai kecenderungan lebih rendah. Frekuensi kontrol dan piperin fotik pada menit ke 5, ke 30 dan ke 60 terdapat perbedaan bermakna, frekuensi piperin fotik lebih besar di banding kontrol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16245
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Pelawati
"Latar belakang : Prevalensi penyakit dengan gejala kejang di Indonesia cukup tinggi. Sejalan dengan Iangkah strategis Universitas Indonesia untuk meneliti tanaman herbal yang bermanfaat, maka peneiitian ini ingin menyelidiki kemungkinan pemanfaatan piperine (ekstrak dari lada jawa) sebagai obat anti kejang.
Tujuan : Mengetahui efek protektif piperin terhadap peningkatan kegiatan listrik otak tikus kejang akibat induksi oleh bicuculline dilihat dari iiekuensi dan amplitudo pada rekaman elektroensefalograii, dibandingkan kontrol.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in-vivo, dilakukan pada empat kelompok tikus, masing-masing kelompok terdiri dari 6 tikus. Seluruh tikus beljumlah 24 ekor, diberi induktor kejang bicuculline. Sam kelompok kontrol tanpa diberi piperin dan tiga kelompok uji diberikan piperin dengan dosis yang berbeda. Hewan uji yang digunakan adalah tikus Sprague Dawley jantan. Kelompok uji dibagi menjadi tiga yaitu kelompok dosis piperin 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB. Perubahan amplitudo dan frekuensi EEG direkam pada menit ke-0, menit ke-30, menit ke-40, menit ke-50, dan menit ke-60 setelah pemberian piperin.
Hasil penelitian : Pemberian piperin dosis 100 mg/kgBB, dosis 200mg/kgBB dan dosis 400 mg/kgBB menurunkan ampliludo dan meningkatkan frekuensi serta menghilangkan spike pada rekaman EEG. Piperin dosis 100 mg/kgBB setelah 50 menit pemberian peroral secara bermakna meningkatkan frekuensi dan menurunkan ampliludo.
Kesimpulan : Piperin mempunyai efek pencegahan peningkatan kegiatan Iislrik otak dengan bukti meningkatkan frekuensi dan menunmkan amplitudo EEG. Pemberian piperin dosis 100 mg/kgBB lebih efektif dibandingkan dosis 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB.

Background: The prevalence of disease with seizure symptom has found in Indonesia high enough. In line with strategic plan of University of Indonesia to encourage studies on ingenious herbs in Indonesia, the present study is directed to investigate the possible beneficial effect of pipperine (extract java pepper) in the treatment of seizure.
Objective: This study was conducted to investigate the protective effect of pipperine against amplitude and frequency alterations of electroencephalogram (EEG) induced by bicuculline in the rat.
Design of study: Twenty four male Sprague Dawley rats were used in the study, in which the rats were grouped into 4, each consisted of 6 animals. The control group was the rats which received oral CMC 1% (carboxy methyl cellulose), 30 minute prior to subcutaneously injected bicuculline of 2,7 mg/kgBW. The other 3 treated goups received oral piperine 100mg/kgBW, 200mg/kgBW and 400 mg/kgBW respectively, 30 minute prior to subcutaneously injected bicuculline of 2,7 mg/kgBW. The amplitude and frequency of EEG were recorded at zero time, 30?' minute, 40?? minute, 50? minute, and 60"? minute aiter the administration of pipperine.
Result: Injected of bicuculline in the rats, caused no alterations of EEG pattern as compared with the EEG at zero point measurement. At 20 minute after bicuculline injection, there was an were dose of amplitude and reduce of frequency of EEG with spike wave. Piperine at various concentrations reduced the EEG abnormalities. Piperine of l00 mg/kgBW showed the best protective effects against EEG alteration.
Conclution: Pipperine l00 mg/kgBW given before bicuculline reduced the amplitude and increased the iiequency of EEG to near normal condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T29431
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
William
"Latar Belakang: Latihan fisik aerobik telah lama diketahui memberikan pengaruh yang baik kepada tubuh dan rutin, latihan fisik aerobik yang rutin dan dalam jangka waktu lama dapat membuat jantung mengalami remodeling. Proses remodeling ini bukan hanya terjadi pada struktur tetapi juga pada kelistrikan jantung, beberapa studi menunjukkan remodeling listrik jantung yang terjadi mengakibatkan berbagai bentuk aritmia, dan belum banyak yang diketahui tentang remodeling listrik jantung setelah henti latih.
Metode: Pemeriksaan EKG dilakukan pada tikus Wistar jantan yang telah menjalani latihan fisik aerobik 4 minggu,12 minggu, 4 minggu latihan fisik aerobik serta 4 minggu henti latih dan 12 minggu latihan fisik aerobik serta 4 minggu henti latih. Kecepatan lari pada tikus 20 m/menit durasi latihan 20 menit dengan interval istirahat 90 detik setiap 5 menit berlari.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk voltase dan durasi gelombang P pada semua kelompok perlakuan. Terjadi peningkatan voltase gelombang R pada kelompok latihan fisik aerobik 4 minggu dan 12 minggu (p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk voltase gelombang R pada kelompok henti latih. Terdapat pemanjangan durasi segmen dan interval PR pada kelompok latihan fisik aerobik 4 minggu, 12 minggu (terutama pada kelompok latihan fisik aerobik 4 minggu dengan p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok henti latih untuk durasi segmen dan interval PR. Terjadi pemanjangan durasi repolarisasi ventrikel (durasi gelombang T, interval QT) pada kelompok latihan fisik aerobik 4, 12 minggu (terutama pada kelompok latihan fisik aerobik 4 minggu, p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk durasi gelombang T, interval QT pada kelompok henti latih. Terjadi penurunan frekuensi denyut jantung istirahat pada kelompok latihan fisik aerobik 4,12 minggu (terutama pada kelompok latihan fisik 4 minggu, p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk frekuensi denyut jantung istirahat pada kelompok henti latih.
Kesimpulan: Terjadi perubahan aktivitas listrik jantung (interval QT, interval PR, durasi gelombang T dan voltase gelombang R) , perubahan frekuensi denyut jantung istirahat tikus Wistar jantan setelah latihan fisik aerobik 4 minggu dan 12 minggu. Henti latih mengembalikan perubahan aktivitas listrik jantung dan perubahan frekuensi denyut jantung istirahat tersebut.

Introduction: Aerobic training have long been known to give a good impact to body, aerobic training if been done routinely and with long period of time will make remodeling process to the heart. This remodeling process is not only occur in structure but also in heart electrical activity, several study reveal that this electrical activity cause many form of aritmia, there also evidence that structural remodeling that also cause electrical changes is a persistent process, if structural remodeling persistent process, what about electrical activity of this persistent structural remodeling, the answer to this question is less known.
Methods: ECG is conducted in male Wistar rat that have completed 4 weeks, 12 weeks aerobic training, 4 weeks aerobic training with 4 weeks detraining, and 12 weeks aerobic training with 4 weeks detraining. The speed that been use is 20 m/minute with 20 minute training duration and 90 second intermitten resting interval for every 5 minute training.
Results: There is no differences for P wave voltage and duration in all group. R wave voltage is increase in 4, 12 weeks aerobic training group (p<0.05). There is no significant differences for R wave voltage in detraining group. PR segment and interval is prolonged in 4, 12 weeks aerobic training group (especially in 4 weeks aerobic training group, p<0.05). There is no significant differences for PR segment and interval in detraining group. Ventricular repolarization time (T wave duration, QT interval) is prolonged in 4, 12 weeks aerobic training group (especially in 4 weeks aerobic training group, p<0.05). There is no significant differences for T wave duration dan QT interval in detraining group. Resting heart rate is lower in 4, 12 weeks aerobic training group (especially in 4 weeks aerobic training group, p<0.05). There is no significant differences for resting heart rate in detraining group.
Conclusion: Male Wistar rat heart electrical activity (QT interval, PR interval, T wave duration time and R wave voltage) and resting heart rate change after 4 weeks and 12 weeks aerobic training. Detraining restore that changes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Imam Afandi
"Tesis ini bertujuan untuk melakukan modifikasi algoritma digital Phase Locked-Loop (PLL) untuk mengatasi kondisi unbalance pada pengukuran tegangan listrik tiga fasa. Kondisi unbalance pada sistem tegangan listrik tiga fasa ini merupakan hal yang sering terjadi karena ketidaksetimbangan antar fasa yang biasanya disebabkan oleh gangguan beban, sumber dan/atau jalur distribusinya. Saat terjadi kondisi unbalance seringkali algoritma digital Phase Locked-Loop konvensional akan mengalami osilasi/hunting pada saat melakukan pengukuran parameter sudut fasa, frekuensi dan amplitudo dari sinyal tegangan listrik tiga fasa. Padahal keakuratan informasi pengukuran parameter sudut fasa, frekuensi dan amplitudo sangat penting dibutuhkan dalam melakukan sistem sinkronisasi dan sistem proteksi pada peralatan pengkondisian daya. Sehingga diperlukan modifikasi pada algoritma digital PLL untuk mengatasi kondisi unbalance tersebut dengan menambahkan digital filter pada keluaran perhitungan algoritma PLL. Selain itu, untuk menjamin algoritma sesuai dengan hasil yang diharapkan maka perlu diperhatikan proses pengkondisi sinyal data dan waktu cuplik pengambilan sinyal data. Hasil yang diperoleh membuktikan bahwa modifikasi algoritma digital PLL dengan digital filter mempunyai respon yang lebih stabil pada saat kondisi unbalance dibandingkan dengan algoritma digital PLL konvensional dalam melakukan perhitungan parameter sudut fasa, frekuensi, dan amplitudo tegangan listrik tiga fasa.

This thesis aims to modify the digital Phase Locked-Loop (PLL) algorithm for measurement of phase angles, frequency, and amplitude in unbalance condition of the three-phase grid voltage. The condition of unbalance voltage in the three-phase grid is a thing that often happens due to imbalance between the phase that is usually caused by load disturbances, the source and/or distribution lines. When unbalance condition occurs, the conventional PLL algorithm will tend to have oscillation/hunting to estimate the parameter value of phase angles, frequency, and amplitude in the three-phase grid voltage. Whereas the precision of measurements of phase angles, frequency, and amplitude are the important information to make grid synchronization system and protection system for electronics power converter. In addition, to ensure the algorithm works properly so the signal conditioning and the time sampling must be more precise and accurate. The testing result obtained that the modified algorithm of digital PLL with digital filter has a more stable response in unbalance condition compared with the conventional PLL algorithm in order to calculate the estimation parameter of phase angles, frequency, and amplitude in the three-phase grid voltage."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T31399
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Praptini Rahayu
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S38261
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Sutrisno
"Telah dilakukan penelitian pengaruh perubahan amplitudo dan frekuensi pada transduser ultrasonik berbahan piezoelektrik dan rangkaian amplifier switching. Pada penelitian ini rangkaian amplifier switching digunakan untuk menggetarkan transduser ultrasonik. Sumber input gelombang kotak bolak-balik yang digunakan berasal dari function generator dengan memberikan variasi tegangan input pada frekuensi 1 -50 kHz dengan rentang 1 kHz. Sumber catu daya yang digunakan dari power supply variabel DC. Setelah dilakukan pengujian, sinyal gelombang ultrasonik transduser diperoleh frekuensi daerah kerja resonansi yang efektif pada frekuensi 44,03 kHz. Sedangkan untuk uji output daya rangkaian ultrasonik diperoleh kesimpulan bahwa semakin besar sumber catu daya yang diberikan, semakin besar pula daya outputnya.

A study about the effect of changes in amplitude and frequency of the type piezoelectric ultrasonic transducer and switching amplifier circuit. The switching amplifier circuit is used to vibrate the ultrasonic transducer. Square wave input is derived from the function generator to provide input voltage variations at a frequency of 1 -50 kHz with a range of 1 kHz. Power supply is used from the variable DC power supply. After testing, the ultrasonic wave signal transducer obtained resonance frequency of the effective working area at a frequency of 44.03 kHz. As for the test series ultrasonic power output obtained the conclusion that the bigger the power supply source is given, the bigger it?s the power output."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S618
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Isdoni
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian. Magnesium telah lama digunakan dan diketahui, sebagai terapi medis yang efektif pada preeklampsi. Kuat dugaan magnesium dapat mengurangi vasokonstriksi pembuluh darah pada penderita preeklampsi, dengan bekerja sebagai kalsium antagonis, baik di membran sel otot polos pembuluh darah maupun di dalam sel. Preeklampsi merupakan salah satu gangguan utama pada kehamilan, dengan satu dari gejala utamanya adalah tingginya tekanan darah. Tingginya tekanan darah terjadi karena adanya vasokonstriksis dan resistensi perifer. Vasokonstriksi pembuluh darah terjadi karena kontraksi otot polos pembuluh darah. Kontraksi ini dirangsang oleh adanya peningkatan kadar kalsium bebas intrasel. Peningkatan kadar kalsium bebas intrasel dapat terjadi, melalui rangsangan yang meningkatan aktivitas biolistrik membran sel dan melalui rangsangan yang menyebabkan terjadinya pelepasan kalsium dari tempat penyimpanannya di dalam sel.
Penelitian ini merupakan studi analitis eksperimental untuk melihat pengaruh pemberian magnesium terhadap amplitudo kegiatan biolistrik vena umbilikalis dari penderita preeklampsi, yang dirangsang dengan angiotensin II. Sepuluh potong umbilikus dari wanita hamil normal dan sepuluh potong dari penderita preeklampsi, yang melahirkan di Rumah Sakit Budi Kemulian pada bulan Februari 1998, digunakan dalam penelitian Sebelum dilihat aktivitas biolistrikya, vena umbilikalis diinkubasi dalam larutan risiologis `cord buffer', yang diaerasi dengan carnpuran, 02 95% dengan CO2 5%, pada suhu 37° C selama 60 menit. Amplitudo kegiatan biolistrik vena umbilikalis dilihat dan direkam dengan poligraf, setelah dirangsang dengan angiotensin II dan kemudian diberi magnesium.
Pemberian magnesium dapat menurunkan amplitudo kegiatan biolistrik vena umbilikalis yang dirangsang dengan angiotensin II baik yang berasal dari penderita preeklampsi, maupun dari wanita hamil normal (p<0.01). Dari penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa amplitudo kegiatan biolistrik vena umbilikalis yang dirangsang dengan angiotensin II pada waktu 2.5, 5 dan 7.5 detik setelah pemberian magnesium tidak berbeda nyata (p > 0.05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T3156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iting
"Lada hitam dikenal masyarakat umum sebagai bumbu masakan yang memberikan rasa pedas. Ekstrak Iada hitam mengandung piperin yang dapat mempengaruhi kecepatan hantar saraf. Kecepatan hantar saraf dapat diketahui dengan mengukur jarak antara elektroda perangsang dan elektroda perekam dibagi durasi masa laten.
Tujuan penelitian: mengetahui durasi masa laten potensial aksi otot gastroknemius kontralateral pada kelompok tikus yang diberi piperin dan kelompok tikus kontrol sebagai pembanding. Penelitian eksperimental ini di dilakukan secara in vivo. Sampel menggunakan tikus Spargue-Dowley jantan dengan (n=15) kontrol dan (n=15) perlakuan. Tikus kontrol diberi CMC dosis 10 mL/kg dan tikus perlakuan diberi piperin dosis 100 mg/kg yang dilarutkan dengan CMC. Pengukuran durasi masa laten potensial aksi dengan menempatkan elektroda perangsang pada telapak kaki kiri dan elektroda perekam pada otot gastroknemius kontralateral. Pengukuran durasi masa laten dilakukan pada tiga waktu yaitu menit ke-5, 30 dan 60.
Hasil Rerata durasi masa laten potensial aksi menit ke-5 pada kelompok kontrol (11,55 kurang lebih 1,36) milidetik dan rerata pada kelompok perlakuan (10,92 kurang lebih 1,35) milidetik. Hasil pengukuran menit ke-30 rerata durasi masa laten pada kelompok kontrol (11,90 kurang lebih 2,87) milidetik dan kelornpok tikus perlakuan (16,36 kurang lebih 7,76) milidetik. Durasi masa laten menit ke-60, kelompok kontrol (13,35 kurang lebih 6,35) milidetik dan kelompok perlakuan (15,36 kurang lebih 8,37) milidetik. Durasi masa laten potensial aksi pada ketiga waktu pengukuran tidak berbeda bermakna dengan p>0.05.
Hipotesis penelitian berupa durasi masa laten potensial aksi kelompok yang diberi piperin lebih panjang dibanding durasi masa laten kelompok kontrol ditolak, berdasarkan: rerata durasi masa laten potensial aksi pada 3 waktu pengukuran antara kelompok yang diberi piperin dan kelompok kontrol tidak berbeda bermakna (p<0.05)."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16243
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rineke Twistixa Arandita
"Hipoksia merupakan keadaan dimana kadar oksigen berada dibawah kadar 20-21%. Otak merupakan salah satu organ yang rentan mengalami kematian sel akibat hipoksia disebabkan oleh kebutuhan energi yang lebih banyak untuk melakukan fungsinya. Aktivitas Enzim Laktat Dehidrogenase (LDH) memiliki peran dalam keadaan hipoksia untuk menghasilkan energi melalui reaksi glikolisis anaerob. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan mempelajari adaptasi jaringan otak dengan melihat aktivitas enzim LDH di jaringan otak tikus normoksia dibandingkan dengan hipoksia.
Penelitian ini merupakan studi eksperimental yang dilaksanakan sejak Maret 2011. Dilakukan pengkondisian hipoksia dalam hypoxic chamber (oksigen 10% dan nitrogen 90%) selama 1 hari, 3 hari, 7 hari, dan 14 hari kepada 20 tikus galur Sprague Dawley, sedangkan 5 ekor tikus akan berperan sebagai kontrol. Pasca perlakuan, otak tikus diambil melalui proses bedah dengan melakukan eutanasia dengan eter terlebih dahulu, otak ditimbang hingga batas 100 mg, dan diubah menjadi supernatan yang akan diperiksa absorbansinya dengan menggunakan elektrofotometer untuk menentukan aktivitas enzim LDH.
Hasil menunujukkan peningkatan aktivitas pada 1 dan 3 hari hipoksia, dan menurun pada 7 dan 14 hari hipoksia. Analisis dengan uji nonparametrik Kruskal-Wallis didapatkan nilai p > 0.05 sehingga tidak ada perbedaan bermakna antara aktivitas LDH pada kelompok kontrol dengan kelompok yang diberi perlakuan hipoksia.

Hypoxia is a term to a condition which oxygen level below 20-21%. The brain is an organ which is susceptible to cell death due to hypoxia caused by the need of more energy to perform its function. Lactate Dehydrogenase (LDH)?s activity has role in hypoxic condition to produce energy through anaerob glycolisis. This research aimed to observe and study about the adaptation of brain through LDH's activity in the tissue of normoxic rat brain compared to the hypoxic rat.
This is an experimental study which held from March 2011. 20 rats were placed in the hypoxic chamber (10% Oxygen, 90% Nitrogen) for 1, 3, 7, and 14 days; while 5 normoxic rats will be served as control. The brain were taken by a surgery with a process of eutanaschia before it. The brain weighed up to the limit of 100 mg, then converted to supernatant. Absorbance of the supernatant examined by electrophotometer as the activity of the enzymes.
There were increased activity in the 1, and 3-day hipoxia, and decreased in 7, and 14-day hipoxia. analyzed by Kruskal-Wallis nonparametric test obtained p > 0.05 which means there is no significant difference between LDH?s activity in the normoxic and hypoxic tissue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Ramadhani
"Hipoksia adalah defisiensi oksigen setingkat jaringan.Otak merupakan organ yang mutlak memerlukan oksigen. Hipoksia akan mengganggu integritas otak, dan bermanifestasi menjadi berbagai penyakit. Untuk itu, tubuh memiliki sistem penginderaan oksigen.Pada saat perfusi oksigen jaringan kurang, muncul mekanisme adaptasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas enzim alanin aminotransferase (ALT) pada jaringan otak saat keadaan hipoksia sistemik.Penelitian ini merupakan studi eksperimental yang dilakukan kepada 25 tikus Sprague Dawley yang dibagi rata ke dalam 5 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok kontrol, dipelihara dalam keadaan normoksia. Sisanya dipelihara dalam keadaan hipoksia (10% O2 dan 90% N2) masing-masing selama 1, 3, 7, dan 14 hari.Otak tikus diambil, dan dijadikan homogenat. Dilakukan pengukuran kadar protein jaringan otak untuk setiap sampel. Kemudian, dilakukan pengukuran aktivitas ALT menggunakan spektrofotometer.
Hasilnya dibagi dengan kadar protein untuk mengetahui aktivitas spesifik. Data kadarprotein dianalisis menggunakan ujione-way ANOVA. Diperoleh nilai p>0,05, artinya kadar protein di jaringan otak normoksia dan hipoksia tidak berbeda bermakna. Hasilnya,nilai p>0,05 yang berarti aktivitas enzim ALT di jaringan otak tikus pada keadaan normoksia tidak berbeda bermakna dengan keadaan hipoksia sistemik semua kelompok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari kadar protein dan aktivitas ALT pada keadaan hipoksia.

Hypoxia is a deficiency of O2 at tissue level. Brain is an organ that absolutely requires O2. Hypoxia will disrupt brain's integrity, and manifests as various diseases. Therefore, the body has oxygen sensing system. When oxygen perfusion level decreases, there will be some adaptive mechanisms to cope with the situation.
This study intends to ascertain the activity of ALT in brain tissue induced by systemic hypoxia. This is an experimental based study. Twenty five rats were divided into 5 groups. First group was placed in the normoxic condition. Four other groups were placed in hypoxic chamber (O2 10% and N2 90%), each group were placed for 1, 3, 7, 14 days. Their brains were extracted. Tissues? protein level was measured for sample. Subsequently, the measurement of ALT activity was done by using reagent in assay kit.
The results were divided by tissues protein level. Data of tissues protein level were analyzed using one-way ANOVA parametric test. This test obtained p value > 0.05, meaning there were no significant difference between the control and hypoxic groups. Data of specific ALT activity were analyzed using Kruskal-Wallis non-parametric test.The test obtained p value > 0.05, meaning there were no significant difference between the control and the hypoxic groups. Hence, it can be concluded that there were no significant difference of protein level and ALT activity in hypoxic brain.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>