Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161184 dokumen yang sesuai dengan query
cover
lkhsan
"Penelitian ini menganalisa pengaruh kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) dalam menghadapi terorisme internasional terhadap tumbuhnya fundamentalisme Islam di Palestina yang diwakili oleh kelompok Hamas, yang bertujuan untuk mengungkapkan dan menjelaskan motif dan tujuan AS dalam mengeluarkan kebijakan tersebut serta mengetahui bagaimana pengaruh kebijakan tersebut terhadap tumbuhnya gejala fundamentalisme Islam di Palestina, seperti kelompok Hamas. Gejala fundamentalisme llamas tersebut dibuktikan oleh pernyataan dan tindakan mereka yang selalu bersikap dan bertindak anti AS-Israel, data-data tersebut diperoleh dari dokumen resmi, seperti surat kabar dan situs intemet. Selain itu tulisan ini memprediksikan prospek pemberantasan terorisme dan fundamentalisme Islam di masa mendatang. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan AS pada masa pemerintahan George W. Bush sangat dipengaruhi oleh lobi Yahudi dan Neo Konservatif sehingga warna kebijakannya senantiasa represif dan militeristik. Kebijakan luar negeri AS pada masa pemerintahan George W. Bush mempunyai motif dan tujuan untuk merebut dominasi ekonomi global Isu pemberantasan terorisme internasional sebagai mega proyek Pemerintah AS dalam rangka menjadikan negaranya paling survive di dunia.
2. Akibat dari kebijakan Pemerintah AS tersebut yang cenderung menggunakan instrurnen militeristik ketimbang bermusyawarah antar sesama adalah mempersubur tumbuhnya gejala fundamentalisme, terutama di negara-negara Islam Timur Tengah. Fenomena fundamentalisme Islam Timur Tengah dibuktikan oleh gerakan Hamas di Palestina yang selalu menjadi perbincangan hangat di berbagai media, terutama media Eropa-Amerika. Petjuangan kelompok Hamas bukanlah seperti fundamentalisme yang muncul pada semua keyakinan agarna sebagai respon atas masalah-masalah yang diakibatkan modernitas. Fundamentalisme mereka juga tidak bisa diidentikkan dengan istilah terorisme yang umumnya "dipaksakan" pengertiannya oleh AS dan Barat, tetapi gerakan Hamas merupakan perlawanan terhadap sikap dan tindakan AS-Israel yang represip.
3. Kalau kebijakan AS dalam menghadapi terorisme masih dilakukan dengan Cara-cara yang represip, maka nasib dunia di masa mendatang akan semakin tidak aman dan fundamentalisme Islam akan semakin subur.

This research aimed to analyzes the background and influence of US foreign policy on overcoming international terrorism toward Islamic fundamentalism which is represented by Hamas in Palestine. The indicators of Hamas fundamentalism can be seen of their statements and attitude toward US and Israel. The data of this research is collected from legal documents such as news paper and cyber media. Additionally, this research has led to several findings as follows:
1. Neo-Conservative and Jews' lobbying highly influences the US policy which tends to be militaristic and repressive. The objective of US foreign policy under the government of George W. Bush's is to dominate the global economy. Overcoming the international terrorism has become the US mayor project in turn had US to be the most survival country in the world.
2. The effect of the US' policy which inclined to use the militaristic instruments then to discuss each other is the improvement of the fundamentalism indicators, especially in Middle East Moslem countries that become the pilot project of US' foreign policy. Islamic fundamentalism phenomenon in Middle East was proved by Hamas movement in Palestine that always becomes the theme on every public discussion, especially American-European press. The struggle of I-lamas group is one of the unique group and we must study specifically. Their unique is Hamas' fundamentalism custom must be differentiated with the definition of fundamentalism that often publicized in many media. Hamas fundamentalism is not based by religion and believes in responding the modernity issues. Their fundamentalism is not identical with the terminology of terrorism. Hamas' movement is an opponent toward US' and Israel policy.
3. If the US foreign policy on facing international terrorism was hold repressively, the international situation is not safe and the Islamic fundamentalism grows prosperously in the future."
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T 15036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Kurniady
"ABSTRAK
Samuel Huntington dalam "the Clash of Civilazation" menyebutkan signifikansi budaya dalam menganalisa fenomena hubungan internasional pasca perang dingin. Begitupun kontemplasi dari Francis Fukuyama dan Barry Smart menyebutkan faktor-faktor budaya cukup berperan dalam interaksi antar bangsa pasca perang dingin.
Produk para ilmuan di atas telah membangkitkan keingintahuan penulis mengkaji fenomena hubungan internasional dalam konteks signifikannya budaya dalam interaksi antar bangsa. Fenomena hubungan internasional yang akan menjadi fokus perhatian di dalam studi ini adalah munculnya kekuatan Islam sebagai alternatif penyaring kebudayaan Barat. Samuel Huntington telah menyebutkan bahwa Kebudayaan Barat telah mengalami pergeseran pengaruh dan berusaha mereidentifikasikan diri dan mereinventarisasikan kembali pengaruh besarnya. Dalam proses tersebut kebudayaan Barat menemukan munculnya kekuatan baru dan berhadapan dengan kebudayaan Islam dan Cina. Pengaruh kebudayaan ini cukup besar, yaitu sebagai pembanding dari kebudayaan Barat. Realita yang terjadi di negara-negara Timur Tengah dan beberapa negara Islam lainnya ternyata telah menghadapkannya pada posisi yang berlawanan dengan kepentingan Barat. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Aljazair, Revolusi Islam Iran, Libia, Iraq dan masyarakat di negara-negara Islam lainnya seperti Palestina memiliki kecenderungan untuk menolak kebudayaan Barat. Mereka secara relatif mungkin dapat menerima modernisasi tetapi tidak berarti harus menerima kebudayaan Barat itu. Keengganan mereka merupakan merupakan response akibat mengemukanya ketidakadilan dan dominasi yang dilakukan pihak Barat dalam interaksi internasional.
Dari paparan kerangka teoritis di atas, penulis mencoba merumuskan masalah penelitian , yaitu "Apakah Fundamentalisme Islam merupakan reaksi terhadap kebijakan Amerika Serikat terhadap Israel' dalam perjanjian Palestina Israel (1991-1993) ?" Dengan bertujuan untuk memahami bahwa dalam studi hubungan internasional, faktor-faktor di luar power atau keamanan konvensional dapat mempengaruhi hubungan antar negara. Salah satu faktor itu adalah pengaruh dari budaya (agama). Dalam penelitian ini juga akan menyangkut persepsi terhadap unsur budaya yang merupakan Fundamentalisme Islam yang akan dilihat keterhubungan antar variabelnya dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat, maka penulis mencoba mengaplikasikan model sistemik dengan metode penelitian "content analysis" untuk mencari hubungan pengaruh antara kedua variabel penelitian itu melalui verifikasi hipotesa.
Hasil penelitian ini adalah bahwa Fundamentalisme Islam merupakan reaksi terhadap kebijakan Amerika Serikat terhadap Israel. Sementara itu, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Peta Fundamentalisme Islam, mulai sumbernya di Barat sampai imbasnya dalam bentuk Fundamentalisme Lokal, menunjukkan persoalan fundamentalisme ternyata amat kompleks. Banyak faktor yang turut mempengaruhi, tidak hanya faktor sosial ekonomi tapi juga politik dan budaya.
Studi-studi tentang Fundamentalisme Islam seharusnya mendapat tempat yang besar di dalam kerangka pemikiran para peneliti oleh karena dewasa ini muncul fenomena Islam dalam hubungan internasional yang dapat mempengaruhi hubungan antar negara."
Lengkap +
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danar Hafidz Adi Wardhana
"Penelitian ini berjudul “Penyebaran Demokrasi di Timur Tengah oleh Amerika Serikat: Studi Kasus Implementasi Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dalam Konflik Suriah (2011-2016)”. Penelitian ini dilatar belakangi oleh Konflik Suriah yang terjadi setelah serangkaian aksi demonstrasi yang menuntut reformasi pemerintahan di Suriah di bawah kepemimpinan Presiden Bashar al- Assad. Konflik Suriah telah menarik perhatian komunitas internasional, hal ini disebabkan oleh berbagai pelanggaran HAM yang terjadi, dan Amerika menjadi salah satu negara yang fokus terhadap isu tersebut. Penelitian ini memiliki rumusan masalah, bagaimana Amerika mengimplementasikan kebijakan luar negerinya di Suriah di tengah keterlibatan berbagai pihak yang bertikai, baik kelompok domestik maupun internasional. Penelitian ini dilakukan untuk menyediakan analisis mengenai evaluasi implementasi kebijakan luar negeri Amerika dalam konflik Suriah. Penelitian ini juga akan menyajikan kepentingan nasional Amerika dalam keterlibatannya di Konflik Suriah.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode library research atau penelitian kepustakaan. Adapun sumber data yang digunakan adalah data-data primer dan sekunder dari press release, serta data dari berbagai kementerian Amerika Serikat. Untuk menganalisis kebijakan Amerika di Suriah, penulis menggunakan neorealisme digunakan sebagai teori utama dalam penelitian ini, disertai dengan rational choice theory dan konsep balance of power. Setelah mengumpulkan data, penulis kemudian mengelompokkan data-data tersebut dan menganalisisnya menggunakan teori dan konsep di atas.
Berdasarkan pada analisis yang telah dilakukan, penulis menemukan berbagai pokok kebijakan Amerika Serikat di Suriah. Mulai dari diplomasi, ekonomi hingga militer. Penulis juga menemukan bahwa kebijakan Obama di Suriah memiliki banyak kekurangan yang perlu di evaluasi. Hal ini berkaitan dengan efektivitas, konsistensi dan standar ganda yang terdapat dalam kebijakan yang diimplementasikan di Suriah.

This research entitled "U.S. Democracy Promotion in the Middle East: A Case Study on the Implementation of U.S. Foreign Policy in Syrian Conflict (2011-2016)". This research is motivated by the Syrian conflict which occurred after a series of demonstrations demanding government reform in Syria under the leadership of President Bashar al-Assad. The Syrian conflict has attracted the attention of the international community, this is due to the various human rights violations that have occurred, and America has become one of the countries that has focused on this issue. This research has a problem identification on how America implements its foreign policy in Syria amid the involvement of various warring parties, both domestic and international groups. This research was conducted to provide an analysis regarding the evaluation of the implementation of American foreign policy in the Syrian conflict. This research will also present America's national interest in its involvement in the Syrian Conflict.
In this research, the authors used the library research method. The data sources used are primary and secondary data from press releases, as well as data from various US ministries. To analyze U.S. policy in Syria, the author uses neorealism as the main theory in this study, accompanied by rational choice theory and the concept of balance of power. After collecting the data, the writer then classifies the data and analyzes it using the theory and concepts above.
Based on the analysis that has been carried out, the author finds various main points of US policy in Syria. Starting from diplomacy, economy to military. The author also finds that Obama's policy in Syria has many flaws that need to be evaluated. This is related to the effectiveness, consistency and double standard of the policies implemented in Syria.
"
Lengkap +
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isyana Adriani
"Tesis ini membahas berbagai kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) menyangkut terorisme sejak serangan 11 September 2011. Jika dibandingkan dengan perlakuan AS terhadap Irish Republican Army (IRA), kelompok terorisme asal Irlandia yang telah jauh lebih lama merajalela dan masih termasuk yang terbahaya, perlakuan AS terhadap apapun yang dicurigai berhubungan dengan Al-Qaeda (termasuk negara, organisasi, bahkan warga Muslim di AS sendiri) bisa dibilang tidak manusiawi. IRA bahkan secara terbuka didukung oleh para pejabat pemerintah dan organisiasi-organisasi yang diduga menyumbang dana bagi serangan-serangan terorisme IRA tetap berjalan dengan tenang. Tesis ini menjelaskan bahwa rasisme atau nosi etnisitas adalah satu-satunya alasan mengapa AS memihak IRA, meski seperti Al-Qaeda ia juga merupakan kelompok teroris, dan bukannya perdagangan bebas serta keinginan untuk mendominasi.

This thesis covers USA's different treatments on Irish Republican Army (IRA) and anything that is suspected to have relations with Al-Qaeda, including Muslim countries or countries with most Muslims, Muslim organizations and even Muslims in USA itself. Like Al-Qaeda, IRA is also a terrorist group, hailing from Ireland, which has been around far longer than Al-Qaeda. Like Al-Qaeda as well, IRA has conducted terrorist attacks worldwide, mostly in Ireland, Northern Ireland, The UK and UK colonies all over the world. Yet IRA is openly supported by many American high officials and organizations suspected to channel funds to IRA still operate to date. This thesis offers that the only explanation why The US is far less harsh to IRA than Al-Qaeda is notion of ethnicity or racism, instead of free trade or desire to dominate."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30582
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Randi Mohammad Ramdhani
"Saudi Arabia memiliki tempat yang sangat signifikan di dunia Arab dan Islam. Ini disebabkan statusnya sebagai negara terbesar di Semenanjung Jazirah Arab. Juga merupakan negara di dunia yang memiliki cadangan minyak terbesar sekitar 25% cadangan minyak dunia. Saudi Arabia berperan aktif dalam upayanya menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel, Peran Saudi Arabia dalam mewujudkan penyelesaian masalah Palestina merupakan tuntutan tugas dan misi politik luar negeri Saudi Arabia yang dirumuskan tahun 1943.
Saudi Arabia hingga kini tetap pada pendiriannya menganggap penyelesaian masalah Palestina merupakan togas dan misi politik luar negerinya yang dianggap perlu mendapat perhatian yang serius dan prioritas tinggi (urgent concern and top priority). Di antara upaya Saudi Arabia untuk menyelesaikan konflik, terdapat dua inisiatif perdamaian yang ditawarkan pada tahun 1982 dan 2002.
Inisiatif perdamaian ini menawarkan sebuah solusi perdamaian yang berlandaskan pads Resolusi PBB. Yang memberikan pengakuan kepada Israel untuk tetap eksis dan menawarkan normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab dengan imbalan Israel menerima dan melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB No 242 dan 338 yang meminta untuk mengakliiri pendudukan pada garis batas 1967. Saudi meyakini bahwa usahanya membantu menyelesaikan masalah Palestina merupakan tugas dan tanggung jawab bangsa Arab dan umat Muslim.
Di sate sisi Saudi Arabia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Amerika Serikat, dimana Israel merupakan anak emas Amerika Serikat di Timur Tengah. Isu Palestina telah menjadi duri dalam hubungan Saudi Arabia dan Amerika Serikat sejak Perang Dunia II. Selama ini Saudi Arabia berpandangan kedekatannya dengan Amerika Serikat dapat mempengaruhi sikap Amerika Serikat dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel untuk menjadi penengah yang lebih adil. Namun upaya mempengaruhi sikap Amerika Serikat dalam masalah Palestina tidak efektif, dikarenakan sikap politiknya yang selalu menguntungkan Israel.

Saudi Arabia has a significant place in the Arab's world and Islam. It's caused by status Arab as the biggest country in Arabic peninsula, and the biggest oil's resource, more about 25 % oil's resource in the world. Saudi Arabia has effectively role to finish conflict between Palestine and Israel.
Saudi Arabia's role in finishing conflict Palestine and Israel is his effort and his mission of foreign policy since 1943. Saudi Arabia said that until now the Palestine's problem is an urgent concern and top priority.
Two initiatively peaces offered a peace solving based on United Nations resolutions in 1982 and 2002. This resolution give legality to Israel to exist and offer normalization of relation with Arabic's countries by fee Israel accept that resolution number 242 and 338 which asked to end occupy in the limited line 1967.
Saudi Arabia sure that his effort can finish Palestine's problem as his responsibility of Arabic and all of Moslem. In the other side, Saudi Arabia has relation closely with United States which Israel as his close partner. The Palestine's problem has difficult to Arabs' Saudi and united state's relations since second's war of the world. Arab said that closely with America is as mediator between Palestine and Israel, but his attitude not effectively because always give lucky to Israel.
"
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20771
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heggy Kearens
"ABSTRAK
Tesis ini membahas Kebijakan Luar Negeri Australia terhadap Indonesia: Kebijakan Kontra Terorisme Pasca Serangan Bom Bali 1 pada kurun waktu 2002-2008. Penelitian ini berupa penelitian kuantitatif dengan metode studi literature. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia dipengaruhi oleh determinan internal berupa pemerintahan yang berkuasa (partai), opini publik, dan media massa. Selain itu, dipengaruhi pula oleh determinan eksternal berupa hubungan Australia dengan Amerika Serikat dan situasi global yang mendorong penguatan isu HAM. Kesemua variabel determinan tadi mempengaruhi pemerintah Australia dalam memutuskan kebijakan luar negeri yang mengacu pada pendekatan yang bersifat soft approach.

Abstract
This research discusses Australia‟s foreign policy toward Indonesia: Counter terrorism policy after the first Bali bomb attack during the period 2002-2008. The purpose of this research is to find and understand why Australia decided to use soft approach counter-terrorism due to Indonesia. The result of this research showed that Australia‟s foreign policy toward Indonesia affected by the internal determinants of the ruling party, public opinion, and mass media. It is also affected by external determinants of relations between Australian and the United States; global situation that encourages the strengthening of human rights issue. All these variables affect the government in deciding foreign policy which will be refers to the soft approach."
Lengkap +
2012
T30458
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul Awal
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis politik luar negeri AS terhadap proses demokratisasi serta perjuangan kelompok FSA (Free Syirian Army) dan SNC (Syirian National Council) dalam upaya menjatuhkan kediktatoran rezim Bashar Al-assad yang telah berkuasa selama 16 tahun di Suriah. Paradoksnya adalah bahwa selama terjadinya konflik antara kelompok oposisi dan rezim Assad yang didukung oleh kekuatan militer Rusia, Amerika Serikat sebagai pendukung demokrasi di dunia tidak memberikan suatu reaksi yang tegas terhadap tindakan rezim Suriah. Tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kerangka teori pilihan rasional, rasional aktor model dan kepentingan nasional. Penelitian ini menemukan bahwa Politik luar negeri Amerika Serikat di bawah pemerintahan Barack Obama dalam memperjuangkan demokrasi di Suriah cenderung beralih ke politik minimalis dari politik maksimalis. Tesis ini menyimpulkan bahwa, Peralihan paradigma politik tersebut disebabkan Suriah tidak mempunyai arti strategis bagi kepentingan keamanan nasional Amerika Serikat di Timur-Tengah.

ABSTRACT
This tesis analyzes US foreign policy towards the democratization process and the FSA (Free Syirian Army) and SNC (Syirian National Council) effort to topple the Bashar Al-Assad dictatorship regime that has ruled for 16 years in Syria. The paradox is that during the conflict between the opposition and Assad's regime that has been supported by the military power of Russia, US support of democracy in the world does not give an explicit reaction against the actions of the Syrian regime. Using qualitative approach and the theorotical framework of rational choice, rational actor models and national interest. This study finds that under Barack Obama‟s presidency in the fight for democracy in Syria US foreign policy is likely to turn from political maximalist to political minimalist. The study concludes that, this political paradigm shift happens because Syria does not have a strategic significance for US national security interests in the Middle East"
Lengkap +
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Jaelani
"Sepanjang tahun 2006 hingga 2010 Iran didera dengan lima sanksi dari Dewan Keamanan PBB yang disponsori oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Hal ini diakibatkan dari sikap Iran yang terus mengembangkan program nuklirnya tanpa mematuhi resolusi DK PBB dan mengabaikan arahan badan atom internasional (IAEA). Dengan kebijakan luar negerinya, Iran berusaha menjelaskan bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan damai dan sesuai dengan ketentuan Traktak Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Menariknya, di tengah deraan sanksi tersebut, dukungan dunia internasional semakin meningkat. Salah satunya terlihat dari penurunan dukungan negara-negara anggota DK-PBB terhadap sanksi Iran. Dengan demikian muncul permasalahan bagaimana kebijakan luar negeri Iran terhadap AS dan pengaruhnya terhadap resolusi DK PBB.
Dengan pendekatan kualitatif dan mengadopsi penelitian model studi kasus, penulis menemukan bahwa kebijakan luar negeri Iran secara umum terhadap AS bersifat konfrontatif dan responsif. Iran selalu menentang kebijakan luar negeri AS yang dominatif terhadap kestabilan dalam negeri dan kawasan. Sedangkan secara khusus, Iran memfokuskan diri untuk mengedepankan negoisasi dan diplomasi dalam rangka kerjasama mengembangkan program nuklir ke berbagai negara anggota DK PBB maupun ke negara-negara kawasan.
Kebijakan luar negeri Iran ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kepentingan pengembangan energi listrik sebagai antisipasi keterbatasan sumber daya alam lainnya (minyak dan gas), posisi geopolitik dan geostrategis Iran di jantung dunia, ideologi revolusi Islam para penguasanya yang selalu dijaga dan dilestarikan, dominasi ulama dan kelompok konservatif di dalam struktur pemerintahan, dan dukungan mayoritas masyarakat Iran terhadap kebijakan pemerintahan Ahmadinejad yang pro rakyat miskin.
Dikarenakan kebijakan luar negeri ini, Iran mendapatkan sanksi secara berturut. Sanksi melalui resolusi DK PBB yang semakin berat. Tercatat dari resolusi dengan sanksi yang hanya sebatas penundaan (no. 1696), pembekuan aset (no. 1737), larangan bantuan keuangan dari negara lain (no. 1747), pembatasan hubungan negara lain terhadap Iran (no. 1803) dan embargo ekonomi dan senjata (no. 1929). Akan tetapi hingga saat ini Iran tetap bertahan untuk terus melakukan pengembangan program nuklirnya.

Since 2006 until 2010 Iran has been the subject of five UN sanctions sponsored by the United States and its allies. These sanctions resulted from the Iranian policy to continue their nuclear program despite of UN Security Council?s resolution and international atom agency (IAEA)?s advice. Iran continues to state that their nuclear program is for peace keeping purposes and is in accordance with Nuclear Non-Proliferation Treaty.
Interestingly, in this unfortunate blow of sanctions, international support increases. One of them is the decreasing support of member countries of UN Security Council toward the sanctions; this lead to the question on US foreign policy against Iran and their implications on the Security Council resolutions.
By using qualitative approach and by adopting case study model of research, the writer assumes that Iranian foreign policy is generally confrontative and responsive. Iran is always against US foreign policy which is dominative to domestic and regional stability. On the other hand, Iran focuses on negotiation and diplomacy to promote cooperation to develop nuclear program with the members of UN Security Council and with neighboring countries in the region.
There are several key elements that give shape to Iranian foreign policy; development of electricity alternative energy, in an anticipation of the depletion of other natural resources (oil and gas), Iranian geopolitics and geocenties in the world, preserved Iranian Islamic Revolution ideology, ulama and conservative domination in the administration, and Iranian people?s support of Ahmadinejad administration policy which is in favor of the poor.
Iranian foreign policy has led to multiple sanctions. UN Security council releases tougher resolutions day to day. The sanctions range from suspension (no. 1696), freezing of the assets (no. 1737), prohibition on foreign aid (no. 1803), to economic and weaponry embargo (no. 1929). However, Iran survives them and continues to develop its nuclear program."
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Barichaldi
"
ABSTRAK
Letak geografis kawasan Asia Tenggara yang sangat strategis baik secara geogrfis, strategi militer maupun potensi ekonominya, telah menjadikan kawasan ini sebagai kawasan sengketa dari kepentingan kepentingan global negara-negara besar selam Perang Dingin. Sebagai akibatnya, stabilitas keamanan di kawasan ini sering goncang bahkan dapat membahayakan perdamaian dunia. Konflik intern suatu bangsa atau negara dalam mencari identitasnya sebagai bangsa dan negara yang merdeka, sering dimanfaatkan oleh negara-negara adikuasa sebagai kesempatan untuk menenamkan pengaruhnya. Itulah sebabnya, persaingan adikuasa di Asia Tenggara yang sering diiringi dengan konflik senjata itu, telah mempengaruhi arah perkembangan negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini.
Perkembangan keadaan di Asia Tenggara dimana persaingan antara negara adikuasa semakin meningkat di era 1970-an, telah menyebabkan negara-negara ASEAN menambahkan politik sebagai bidang kerja sama disamping bidang ekonomi, sosial dan budaya. Melalui deklarasi Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN), ASEAN juga memperjuangkan untuk mewujudkan Asia Tenggara sebagai wilayah damai, bebas dan netral.
"
Lengkap +
1997
S12478
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trisari Dyah Paramita
"Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri AS dalam konflik Israel-Palestina khususnya pada saat masa Presiden Bush, serta menjelaskan faktor-faktor eksternal dan internal AS yang berubah dan tidak dapat diabaikan pada saat itu sehingga membuat AS melakukan adaptasi dalam perilakunya. Dalam hal ini penulis menggunakan negara sebagai unit analisa. Tesis ini sangat menarik bagi penulis karena yang dianalisa adalah perilaku kebijakan AS sebagai satu-satunya negara yang mengalami perubahan secara signifikan dalam doktrin dan kebijakan luar negerinya setelah peristiwa serangan teroris tanggal 11 September 2001.
Adaptasi perilaku AS, merupakan respon AS terhadap perkembangan di lingkungan eksternalnya yaitu peningkatan eskalasi konflik di wilayah pendudukan di Palestina, adanya tekanan dari negara-negara asing termasuk dari negara-negara yang merupakan "sekutu dekat" AS di kawasan serta strategi ofensif yang dijalankan oleh Perdana Menteri Israel Ariel Sharon sejak tahun 2001. Di samping itu, adaptasi perilaku AS tersebut juga merupakan respon AS atas perkembangan di lingkungan internalnya yaitu adanya keprihatinan anggota Kongres/Senat serta publik domestik AS, adanya kekhawatiran kehilangan momentum positif proses perdamaian di Timur Tengah serta adanya kekhawatiran menurunnya koalisi global anti terorisme di kalangan Pemerintah AS.
Pembahasan mengenai permasalahan dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan berbagai kerangka pemikiran sebagai alat analitis.Dengan menggunakan pendapat Rosenau yang mengaitkan antara tindakan suatu negara terhadap lingkungan eksternalnya dengan respon terhadap aksi dari lingkungan eksternal dan internal serta penjelasan bahwa kebijakan luar negeri perlu dipikirkan sebagai suatu proses adaptif, pendekatan sistem politik David Easton, Mochtar Mas'oed dan Hoisti mengenai komponen kebijakan luar negeri serta teori yang dikemukakan Howard Lentner bahwa dalam mencapai tujuan politik luar negerinya, suatu negara mengalami serangkaian penyesuaian yang tetap yang terjadi di dalam negara maupun antara negara dengan situasi yang dihadapi, penulis mencoba membahas permasalahan tersebut.
Hasil dari penulisan ini adalah adaptasi perilaku AS diwujudkan dalam beberapa penyesuaian kebijakan luar negeri AS mengenai konflik Israel-Palestina, yang mencapai puncaknya pada peluncuran roadmap pembentukan dua negara sebagai penyelesaian terhadap konflik Israel-Palestina pada tanggal 30 April 2003. Dalam roadmap disebutkan bahwa realisasi pengakhiran konflik Israel-Palestina hanya dapat dicapai dengan penghentian kekerasan dan tindakan terorisme, dengan pemimpin Palestina yang mampu secara tegas mengambil tindakan melawan tindakan teror dan mampu untuk membangun demokrasi berdasarkan toleransi dan kemerdekaan, kesediaan Israel untuk melakukan apa yang diperlukan bagi berdirinya negara Palestina dan diterimanya oleh kedua pihak suatu wilayah pemukiman sebagaimana telah diatur dalam roadmap tersebut.
Peluncuran roadmap perdamaian merupakan wujud adaptasi kebijakan Presiden Bush pada tingkat perilakulaksi dalam konflik Israel-Palestina, dimana sebelumnya Presiden Bush selalu menolak thrill tangan langsung untuk menggerakkan proses perdamaian. Presiden Bush kini mengulurkan tangannya langsung dengan meletakkan kapasitas dan pengaruh AS untuk membuka kembali solusi politik yang selama lebih dari dua tahun tertutup rapat."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12314
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>