Latar belakang penelitian dilandasi oleh capaian Banyuwangi sebagai peringkat pertama Indeks SPBE nasional tahun 2023 dengan skor 4,50, yang menunjukkan keberhasilan implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) pada masa kepemimpinan Ipuk Fiestiandani. Dalam menganalisis dinamika kepemimpinan digital, penelitian ini menggunakan kerangka teori yang merujuk pada model strategic triangle yang dikembangkan oleh Moore (1995), serta pengembangannya oleh Branderhorst (2024) yang memformulasikan sembilan dimensi kepemimpinan digital. Pendekatan penelitian bersifat post-positivist dengan metode kualitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan sembilan narasumber kunci, termasuk pejabat Diskominfo, DPMDes, DPRD, camat, tokoh LSM, hingga masyarakat setempat. Penelitian ini memanfaatkan wawancara mendalam sebagai sumber data primer dan kajian pustaka sebagai sumber data sekunder. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode ilustratif diakhiri dengan komparasi best practice. Secara keseluruhan, kepemimpinan digital Ipuk Fiestiandani dapat dikatakan efektif karena berhasil menyelaraskan strategi berbasis nilai publik, memperoleh legitimasi yang luas, dan membangun kapasitas organisasi memadai. Namun, tetap diperlukan pendekatan inklusif, kolaboratif, dan adaptif yang diterapkan untuk membawa perubahan signifikan pada kualitas pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat melalui teknologi digital. Temuan ini menegaskan pentingnya pendekatan terpadu mencakup visi yang inklusif, partisipasi multi-pemangku kepentingan, serta prioritas pada infrastruktur dan SDM yang mendorong transformasi digital yang berkelanjutan di pemerintahan daerah.
The background of the research is based on Banyuwangi's achievement as the first rank of the national SPBE Index in 2023 with a score of 4.50, which shows the successful implementation of the Electronic-Based Government System (SPBE) during the leadership of Ipuk Fiestiandani. In analyzing the dynamics of digital leadership, this research uses a theoretical framework that refers to the strategic triangle model developed by Moore (1995), as well as its development by Branderhorst (2024) which formulates nine dimensions of digital leadership. The research approach is post-positivist with qualitative methods. Primary data was obtained through in-depth interviews with nine key informants, including officials from Diskominfo, DPMDes, DPRD, sub-district heads, NGO leaders, and local communities. This research utilized in-depth interviews as the primary data source and literature review as the secondary data source. Data analysis was conducted using the illustrative method, ending with best practice comparisons. Overall, Ipuk Fiestiandani's digital leadership can be said to be effective because it has succeeded in aligning public value-based strategies, gaining broad legitimacy, and building adequate organizational capacity. However, an inclusive, collaborative and adaptive approach is still needed to bring significant changes to the quality of public services and community empowerment through digital technology. The findings emphasize the importance of an integrated approach that includes an inclusive vision, multi-stakeholder participation, and prioritization of infrastructure and human capital to drive sustainable digital transformation in local government.