Industri konstruksi di Indonesia sedang mengalami ekspansi yang signifikan, didorong oleh proyek-proyek infrastruktur besar seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) serta inisiatif pembangunan nasional yang tertuang dalam rencana strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sebagai respons terhadap meningkatnya kompleksitas proyek, dampak lingkungan, dan kekhawatiran terhadap keselamatan kerja, perusahaan konstruksi milik negara (BUMN) diwajibkan untuk mengadopsi standar internasional yang diakui, termasuk ISO 9001:2015 untuk Sistem Manajemen Mutu (SMM), ISO 14001:2015 untuk Sistem Manajemen Lingkungan (SML), dan ISO 45001:2018 untuk Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3L). Namun, ketika diterapkan secara terpisah, sistem-sistem ini dapat menyebabkan ketidakefisienan dan menghambat koordinasi. Penelitian ini mengkaji sejauh mana standar-standar tersebut telah diadopsi dalam bentuk Sistem Manajemen Terintegrasi (IMS) di lingkungan perusahaan konstruksi milik negara (BUMN) serta mengeksplorasi potensi strategisnya. Penelitian ini menggunakan metode survei kuesioner, validasi pakar, dan analisis terstruktur. Hasil menunjukkan bahwa seluruh 86 responden menyatakan bahwa ketiga standar ISO telah diterapkan secara penuh dan wajib dalam bentuk sistem yang terintegrasi. ISO 9001:2015 memperoleh skor implementasi tertinggi (3,71), diikuti oleh ISO 14001:2015 dan ISO 45001:2018 dengan skor masing- masing 3,67, serta menunjukkan tingkat konsensus yang tinggi dan standar deviasi yang rendah. Analisis SWOT kemudian dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan seperti peningkatan koordinasi dan kepercayaan pemangku kepentingan, serta kelemahan seperti keterbatasan keahlian staf dan tingginya biaya operasional. Peluang ditemukan dalam program reformasi pemerintah dan transformasi digital, sementara ancaman mencakup keterbatasan finansial dan persaingan eksternal. Berdasarkan temuan SWOT, analisis komparatif menunjukkan bahwa BUMN memperoleh manfaat dari stabilitas regulasi, tetapi kurang fleksibel dibandingkan perusahaan swasta dan kurang memiliki keunggulan global seperti perusahaan asing. Analisis TOWS kemudian menghasilkan rekomendasi strategis, termasuk penyelarasan IMS dengan agenda infrastruktur nasional, penguatan nilai-nilai budaya AKHLAK, dan penerapan sistem pemantauan digital. Studi ini menyimpulkan bahwa implementasi IMS memperkuat daya saing, kepatuhan, dan efisiensi di lingkungan BUMN. Namun, komitmen kepemimpinan yang berkelanjutan dan pengembangan kapasitas sangat penting untuk mencapai kinerja organisasi yang berkelanjutan dalam sektor konstruksi Indonesia yang terus berkembang.
The construction industry in Indonesia is undergoing significant expansion, driven by major infrastructure projects such as the development of the new capital city (IKN) and national development initiatives outlined in the Ministry of Public Works and Housing’s strategic plan. In response to increasing project complexity, environmental impacts, and occupational safety concerns, state-owned construction enterprises (SOEs) are required to adopt internationally recognized standards, including ISO 9001:2015 for Quality Management System (QMS), ISO 14001:2015 for Environmental Management System (EMS), and ISO 45001:2018 for Occupational Health and Safety Managemet System (OHSMS). However, when implemented separately, these systems can create inefficiencies and hinder coordination. This study investigates the extent to which these standards have been adopted as an Integrated Management System (IMS) within SOEs and explores their strategic potential. The research employed survey questionnaires, expert validation, and structured analysis. Results show that all 86 respondents confirmed full and mandatory implementation of the three ISO standards in an integrated form. ISO 9001:2015 received the highest implementation score (3.71), followed by ISO 14001:2015 and ISO 45001:2018 (3.67), with strong consensus and low standard deviation. A SWOT analysis was then conducted, identifying strengths such as improved coordination and stakeholder trust, and weaknesses like limited staff expertise and high operational costs. Opportunities were found in government reform programs and digital transformation, while threats included financial constraints and external competition. Based on the SWOT findings, a comparative analysis revealed that SOEs benefit from regulatory stability but lack the flexibility of private companies and the global expertise of foreign companies. TOWS analysis then generated strategic recommendations, including aligning IMS with national infrastructure agendas, embedding AKHLAK cultural values, and adopting digital monitoring systems. The study concludes that IMS implementation strengthens competitiveness, compliance, and efficiency within SOEs. However, continuous leadership commitment and capacity building are critical for achieving sustainable organizational performance in Indonesia’s evolving construction sector.