Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik Wajib Pajak, karakteristik sengketa pajak dan penyebab terjadinya sengketa banding Pajak Penghasilan Pasal 26 yang memiliki amar mengabulkan seluruhnya. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk melihat pertimbangan Majelis Hakim dari aspek pembuktian maupun aspek yuridis dalam memberikan putusannya. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan terkait tingginya tingkat kekalahan DJP dalam sengketa banding PPh Pasal 26. Kekalahan DJP yang tinggi ini berpotensi akan menurunkan tingkat kepercayaan dari masyarakat terhadap sistem perpajakan di Indonesia sekaligus adanya ketidakpastian hukum terkait kewajiban pajak yang seharusnya dimiliki oleh Wajib Pajak. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis konten melalui Putusan Pengadilan Pajak PPh Pasal 26 yang memiliki amar mengabulkan seluruhnya untuk tahun 2021 sampai dengan 2023. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sengketa banding PPh Pasal 26 yang memiliki amar mengabulkan seluruhnya didominasi oleh Wajib Pajak yang berasal dari Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Wajib Pajak diwakili oleh kuasa hukum, sedangkan dari sisi DJP, persidangan diwakili oleh Direktorat Keberatan dan Banding. Dibutuhkan rata-rata 5,85 tahun sejak berakhirnya tahun pajak hingga diputuskannya sengketa PPh Pasal 26. Rata-rata nilai sengketa PPh Pasal 26 yang mengabulkan seluruhnya memiliki nilai Rp2.806.297.633,00 di mana 74,89% sengketa terkait dengan sengketa objek dan 25,11% merupakan sengketa tarif. Terdapat 3 alasan utama terjadinya sengketa PPh Pasal 26 yakni adanya perbedaan pendapat atas kondisi suatu transaksi, perbedaan pendapat terkait subjek pajak yang menerima penghasilan dan adanya perbedaan pendapat mengenai pemenuhan kewajiban dalam melakukan pemotongan dan pelaporan. Dari sisi pembuktian, Majelis Hakim melihat kepada substansi dan nature yang seharusnya dari sengketa dalam menentukan suatu putusan sedangkan dari segi yuridis, Majelis Hakim akan berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjadi dasar penilaian bukti yang diserahkan oleh para pihak yang bersengketa.
This research aims to analyze the characteristics of taxpayers, tax disputes and the causes of Income Tax Article 26 disputes that have the “Grant Entirely” verdict. This research is expected to answer problems related to the high level of DGT defeat in the dispute of Income Tax Article 26. The high of defeat level has the potential to reduce the level of trust from the public in the tax system in Indonesia as well as legal uncertainty related to tax obligations that should be owned by taxpayers. This research is conducted using content analysis method through Income Tax Article 26 Court Decisions that have a ruling to grant entirely for the years 2021 to 2023. The results of this study show that Income Tax Article 26 appeal disputes that have a ruling to grant entirely are dominated by taxpayers from the Daerah Khusus Jakarta Province, taxpayers are represented by legal counsel, while from the DGT side, the trial is represented by the Directorate of Objections and Appeals. It takes an average of 5.85 years from the end of the tax year until the Income Tax Article 26 dispute is decided. The average value of Income Tax Article 26 disputes has a value of Rp2,806,297,633.00 where 74.89% of disputes are related to object disputes and 25.11% are tariff disputes. There are 3 main reasons for the occurrence these disputes, namely differences of opinion on the conditions of a transaction, differences of opinion regarding the tax subject who receives income and differences of opinion regarding the fulfillment of obligations in withholding and reporting. In terms of evidence, The Judges look at the substance and nature of the dispute in determining a decision while from a juridical perspective, The Judges will be based on the applicable laws and regulations and become the basis for evaluating the evidence in the dispute.