UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Penjualan Tanah Yang Merupakan Harta Bersama Dalam Perkawinan Oleh Suami Kepada Istri Kedua Tanpa Persetujuan Istri Pertama (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 260 K/Pdt/2023) = Sale of Land, Which Is Joint Property in Marriage, by the Husband to the Second Wife Without the First Wife's Consent (Study of the Supreme Court Decision Number 260 K/Pdt/2023)

Abhyasa Shidqi Nugroho; Rosa Agustina, supervisor; Akhmad Budi Cahyono, supervisor; Daly Erni, examiner; Abdul Salam, examiner (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025)

 Abstrak

Perkawinan apabila tidak adanya perjanjian kawin untuk memisahkan harta sebelumnya dan pada saat perkawinan berlangsung maka semua hartanya akan bercampur antara suami dan istri yang disebut sebagai harta bersama seperti apa yang dikemukakan oleh Pasal 35 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dalam tindakannya untuk melakukan perbuatan melawan hukum haruslah berdasar kepada kesepakatan di antara kedua belah pihak yaitu suami dan istri sesuai dengan Pasal 36 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan. Transaksi jual beli di antara suami dan istri juga dilarang oleh KUHPerdata tepatnya pada Pasal 1467 KUHPerdata. Penelitian ini membahas mengenai akibat hukum dan pertimbangan hakim terhadap Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan seorang suami dengan menjual sebidang tanah yang merupakan harta bersama dengan istri pertamanya kemudian menjualnya kepada istri keduanya berdasarkan pada Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 260 K/Pdt/2023), namun gugatannya ditolak. Penelitian ini berbentuk doktrinal dengan melalui pengumpulan data sekunder seperti bahan-bahan hukum dalam studi dokumen, yang nantinya data tersebut akan diteliti menggunakan metode kualitatif. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa akibat hukum dari perbuatan hukum yang dilakukan terhadap Perbuatan Melawan Hukum mengenai harta bersama tanpa persetujuan istri pertama dan kemudian dijual kepada istri kedua yang menimbulkan kerugian adalah tidak sah dan jual beli tersebut batal demi hukum. Adapun terkait pertimbangan hakim mengenai penjualan harta bersama tanpa persetujuan istri pertama dan dijual kepada istri kedua terkesan keliru, dikarenakan Majelis Hakim menolak gugatan dari Nyonya DHC selaku ahli waris terhadap pembatalan Akta Jual Beli tersebut. Seharusnya Majelis Hakim lebih mengindahkan Pasal Pasal 36 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 1467 KUHPerdata kemudian menyatakan Akta Jual Beli tidak sah dan Batal Demi Hukum.

A marriage, in the absence of a prenuptial agreement to separate property before and during the marriage, results in all assets being combined between the husband and wife, referred to as joint property, as stipulated in Article 35, Paragraph (1) of Law Number 1 of 1974 on Marriage. In any legal act, it must be based on mutual agreement between both parties, the husband and wife, as stated in Article 36, Paragraph (1) of Law Number 1 of 1974 on Marriage. A sale and purchase transaction between a husband and wife is also prohibited by the Civil Code, specifically in Article 1467 of the Civil Code. This study discusses the legal consequences and the judge’s consideration regarding an unlawful act committed by a husband, who sold a plot of land, which was joint property with his first wife, and then sold it to his second wife, based on the Supreme Court Decision Number 260 K/Pdt/2023, where the lawsuit was rejected. This research is doctrinal in nature, involving the collection of secondary data such as legal materials through document studies, which will later be analyzed using qualitative methods. From the analysis conducted, the researcher concludes that the legal consequence of the unlawful act involving joint property without the first wife’s consent, and subsequently sold to the second wife, resulting in harm, is invalid, and the sale is legally null and void. Regarding the judge's consideration of the sale of joint property without the first wife’s consent and sold to the second wife, it appears to be flawed, as the panel of judges rejected the lawsuit filed by Mrs. DHC, as the heir, to annul the Sale and Purchase Deed. The panel of judges should have given more weight to Articles 36, Paragraph (1) of Law Number 1 of 1974 on Marriage and Article 1467 of the Civil Code, and should have declared the Sale and Purchase Deed invalid and legally null and void.

 File Digital: 1

Shelf
 T-Abhyasa Shidqi Nugroho.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Tesis Membership
No. Panggil : T-pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : ix, 75 pages : illustration
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-pdf 15-25-29914605 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920566558
Cover