Crude Palm Oil (CPO) merupakan salah satu komoditas perdagangan yang menguntungkan bagi Indonesia dan dunia. Dalam memperdagangkan CPO, proses pengangkutan yang secara khusus dilakukan melalui laut sebagaimana disebut transshipment merupakan kegiatan yang esensial. Umumnya, CPO yang sudah berada dalam proses transshipment akan dipindahkan dari kapal ke kapal lain dengan metode ship-to-ship menggunakan pipa atau selang. Namun, dalam proses transshipment CPO tersebut dapat ditemukan permasalahan baik dari ketidaklengkapan dokumen pengangkutan hingga masuknya material asing yang dapat mencemari CPO seperti dalam kasus Putusan Nomor 3311 K/Pdt/2019. Masuknya material asing dalam CPO dapat mengkontaminasi CPO yang berakibat menimbulkan kerugian bagi pengirim, pemilik, ataupun pembeli dari CPO tersebut. Penelitian ini menggunakan penelitian doktrinal atau disebut pula sebagai penelitian yuridis normatif dengan metode pengambilan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan memahami sistem dan peraturan perundang-undangan mengenai transshipment CPO sebagaimana merupakan bagian dari pengangkutan laut yang penting utnuk setiap pihak yang terlibat sebagai landasan pertanggungjawaban. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peraturan perundangundangan di Indonesia mengenai transshipment dengan metode ship-to-ship berlandaskan pada peraturan dasar seperti Undang-Undang Pelayaran dan KUHD dengan sistem yang masih belum memadai. Peningkatan kondisi tersebut dapat dilakukan dengan mengidentifikasi fakta kebutuhan di lapangan serta mempelajari dan melakukan analisis perbandingan sistem dan regulasi terkait transshipment di Singapura sebagai salah satu negara dengan pelabuhan tersibuk dan terbaik di dunia. Selain itu, ketelitian, kebijaksanaan, dan pengetahuan Hakim dari segi hukum dan teknis transshipment dalam memberi keputusan sangatlah penting untuk menjadi jembatan atas kepentingan hukum ini.
Crude Palm Oil (CPO) is one of the profitable commodities in trade for both Indonesia and the world. In the trade of CPO, the transportation process, specifically carried out via sea known as transshipment, is an essential activity. Typically, CPO that has entered the transshipment process will be transferred from one vessel to another using the ship-to-ship method with pipes or hoses. However, during the transshipment process, issues may arise, ranging from incomplete shipping documentation to the presence of foreign materials that could contaminate the CPO, as seen in the case of Decision Number 3311 K/Pdt/2019. The entry of foreign materials into the CPO can contaminate the product, resulting in losses for the sender, owner, or buyer of the CPO. This research uses doctrinal research, also known as normative legal research, with a secondary data collection method that includes primary, secondary, and tertiary legal materials. This study aims to identify, analyze, and understand the systems and regulations regarding CPO transshipment as part of maritime transportation, which is important for all parties involved as a basis for accountability. The findings of this study show that the legal regulations in Indonesia regarding transshipment using the ship-to-ship method are based on fundamental regulations such as the Shipping Law and the Commercial Code, but the system is still inadequate. Improvements can be made by identifying on-the-ground needs and studying and analyzing comparative systems and regulations regarding transshipment in Singapore, one of the busiest and best ports in the world. Furthermore, the accuracy, wisdom, and knowledge of judges regarding both legal and technical aspects of transshipment are crucial in making decisions, serving as a bridge for this legal interest.