Daerah “SP” merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi panas bumi di Indonesia. Daerah panas bumi “SP” terletak pada Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara. Pada wilayah panas bumi ini, terdapat manifestasi di permukaan yaitu mata air panas Ria-ria dan mata air panas Panabungan. Kedua mata air panas tersebut dilalui oleh sesar yang diduga merupakan jalur keluarnya manifestasi tersebut. Untuk dapat mengetahui keadaan sistem panas bumi di bawah permukaan diperlukan adanya penelitian lebih lanjut, salah satunya adalah penelitian magnetotellurik. Pada penelitian ini terdapat 3 lintasan yang terdiri dari 17 titik pengukuran magnetotellurik. Data yang diolah pada penelitian ini merupakan data time series. Kemudian data tersebut dikonversi menjadi data resistivitas dan fase terhadap frekuensi. Berikutnya dilakukan beberapa proses terhadap data tersebut yaitu seleksi crosspower, static shift, dan inversi. Hasilnya adalah model resistivitas 2D. Pada model 2D terdapat mode transverse electric (TE), transverse magnetic (TM), dan invariant. Berdasarkan hasil pengolahan pada ketiga lintasan, terlihat bahwa pada mode TE dapat menunjukkan keberadaan zona konduktif dengan jelas dan dapat menunjukkan variasi resistivitas yang baik secara vertikal dibandingkan mode lain, sementara pada mode TM dapat menunjukkan keberadaan zona resistif dengan jelas dan dapat menunjukkan variasi resistivitas yang baik secara lateral dibandingkan mode lain. Mode invariant merupakan gabungan mode TE dan TM. Perbadingan ketiga mode digunakan untuk mengetahui keberadaan zona yang mungkin terlihat pada satu mode tetapi tidak terlihat pada mode lainnya, seperti zona konduktif yang diduga clay cap, zona resistivitas sedang yang diduga reservoir, dan zona resistif yang diduga sumber panas. Berdasarkan analisis terintegrasi, sistem panas bumi di wilayah SP merupakan sistem hidrotermal suhu rendah (<120 °C) dengan zona clay cap (<20 Ωm) pada kedalaman 0–1500 m, zona reservoir (20–70 Ωm) pada kedalaman ±1000 m, dan zona sumber panas (>100 Ωm) pada kedalaman >2000 m berupa intrusi batuan beku. Fluida berasal dari permukaan terakumulasi di cekungan sebagai reservoir, terpanaskan oleh intrusi batuan beku, dan keluar sebagai mata air panas melalui sesar.
Area “SP” is one of Indonesia's geothermal potential regions, located in North Tapanuli Regency, North Sumatra. This geothermal area has surface manifestations, including the Ria-ria hot spring and Panabungan hot spring, both of which are traversed by faults suspected to serve as pathways for these manifestations. To understand the subsurface geothermal system, further research is necessary, one of which is a magnetotelluric (MT) study. This study includes three survey lines consisting of 17 MT measurement points. The data collected in this study are time-series data, which were then converted into resistivity and phase data as a function of frequency. The data underwent several processing steps, including cross-power selection, static shift correction, and inversion, resulting in 2D resistivity models. These 2D models consist of transverse electric (TE), transverse magnetic (TM), and invariant modes. The processing results show that the TE mode clearly delineates conductive zones and provides better vertical resistivity variations than the other modes. In contrast, the TM mode highlights resistive zones and captures better lateral resistivity variations. The invariant mode is a combination of TE and TM modes. Comparing the three modes helps identify zones that might be visible in one mode but not in the others, such as the conductive zone suspected to be the clay cap, the moderate resistivity zone interpreted as the reservoir, and the resistive zone presumed to be the heat source. Based on an integrated analysis, the SP geothermal system is identified as a low-temperature hydrothermal system (<120 °C) with a clay cap zone (<20 Ωm) at a depth of 0–1500 m, a reservoir zone (20–70 Ωm) at approximately 1000 m depth, and a heat source zone (>100 Ωm) at depths greater than 2000 m, interpreted as an igneous intrusion. Fluids originate from the surface, accumulate in a basin as a reservoir, are heated by the igneous intrusion, and emerge as hot springs through faults.