Treaty shopping adalah salah satu skema penghindaran pajak paling menguntungkan yang digunakan oleh perusahaan untuk mendapatkan manfaat Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan mengurangi beban pajak dari transaksi lintas batas. Sebagai salah satu penyebab utama pengikisan basis pajak, urgensi treaty shopping semakin jelas terlihat di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki tingkat kekalahan yang tinggi dalam menangani kasus-kasus terkait perjanjian pajak di pengadilan meskipun berbagai upaya unilateral telah dilakukan untuk mengatasi masalah penyalahgunaan P3B. Skripsi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang skema penghindaran pajak yang digunakan dalam praktik dan bagaimana sengketa diselesaikan di pengadilan. Skripsi ini menggunakan kasus PT X, yaitu pembayaran bunga atas pinjaman luar negeri kepada entitas yang berdomisili di Belanda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menganalisis fakta di persidangan dan diperkaya dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skema pembayaran bunga PT X merupakan bentuk penghindaran pajak dengan menggunakan skema treaty shopping untuk menyalahgunakan manfaat P3B Indonesia-Belanda. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bagaimana penyelesaian di pengadilan sangat menekankan pada definisi beneficial owner dari penghasilan bunga. Selain masalah beban pembuktian beneficial owner, terdapat faktor lain yang menyebabkan DJP kalah dalam kasus PT X, antara lain masalah terkait dasar hukum, interpretasi P3B, keterbatasan kapasitas hakim dan otoritas pajak, serta rezim tax haven dari negara mitra P3B. Apabila kasus PT X dianalisis menggunakan perspektif regulasi terbaru menggunakan instrumen Principal Purpose Test (PPT), tingkat kemenangan DJP menghadapi kasus serupa PT X semakin tinggi, namun akan menimbulkan ketidakpastian bagi Wajib Pajak di masa mendatang.
Treaty shopping is one of the most favorable schemes of tax avoidance used by corporations in order to gain tax treaty benefits and reduce tax burden from cross-border transactions. As one of the main reasons for the erosion of tax base, the urgency of treaty shopping is even more apparent in developing countries, including Indonesia. Moreover, the Directorate General of Taxes (DGT) has a very high rate of loss in handling tax treaty related cases at court despite all the unilateral measures taken to tackle treaty abuse issues. This study aims to provide deeper understanding of the tax avoidance scheme used in practice and how the dispute settled at court. This study uses PT X case of outgoing interest payment on foreign loans to an entity domiciled in the Netherlands. This study uses a qualitative approach to analyze the facts in trial and enriched with the data collected by means of in-depth interviews. The results of this study shows that PT X interest payment scheme is a form of tax avoidance using treaty shopping scheme to abuse the Indonesia-Netherland treaty benefits. The study also shows how the settlement in court was heavily revolved around the definition of beneficial owner of the interest income. Other than burden of proof of beneficial owner, there are other factors which caused DGT to lose in PT X case, including legal basis issue, treaty interpretation, limited capacity of judges and tax authorities, as well as treaty partner’s tax haven regime. If the case of PT X is analysed from the latest regulatory perspective using the Principal Purpose Test (PPT) instrument, the DGT's win rate in facing a similar case of PT X is getting higher, however it will create uncertainty for taxpayers in the future.