Makalah ini membahas penggambaran maskulinitas dalam serial televisi "Bridgerton," dengan fokus pada karakter Simon Basset, Duke of Hastings, dan Will Monrich, seorang petinju kelas pekerja. Studi ini melihat bagaimana Simon dan Will menavigasi dan melawan hegemoni maskulinitas dalam masyarakat era Regency, dengan mempertimbangkan kelas, ras, dan pengalaman pribadi. Hal ini dibingkai oleh teori hegemoni maskulinitas dan interseksionalitas R.W. Connell. Penelitian ini juga menyelidiki bagaimana citra mereka menopang atau menantang standar gender tradisional. Studi ini menunjukkan negosiasi rumit Simon mengenai cita-cita maskulin yang dominan, yang ditandai dengan kekuatan dan otoritas, dengan menggunakan studi tekstual. Will Monrich, di sisi lain, muncul dari strata sosial ekonomi yang unik dan menantang prasangka dengan menggunakan kekuasaan melalui kegigihan dan tekad. Temuan ini menambah pandangan yang lebih kompleks tentang maskulinitas, memperluas perdebatan mengenai multikulturalisme dan penggambaran gender dalam konteks "Bridgerton". Studi ini menambah diskusi yang lebih luas mengenai peran gender dan ekspektasi masyarakat dalam drama sejarah dengan memberikan wawasan tentang interaksi kompleks identitas yang membentuk maskulinitas sepanjang periode Regency.
This paper looks at the multifaceted portrayal of masculinity in the television series "Bridgerton," with a focus on the characters Simon Basset, Duke of Hastings, and Will Monrich, a working-class pugilist. The study looks at how Simon and Will navigate and resist hegemonic masculinity in Regency-era society, considering class, race, and personal experiences. It is framed by R.W. Connell's hegemonic masculinity theory and intersectionality. It also investigates how their images sustain or challenge traditional gender standards. The study demonstrates Simon's intricate negotiation of the dominant masculine ideal, characterised by strength and authority, using textual studies. Will Monrich, on the other hand, emerges from a unique socioeconomic stratum and challenges prejudices by wielding power via tenacity and determination. These findings add to a more complex view of masculinity, broadening debates on multiculturalism and gender portrayal in the context of "Bridgerton." The study adds to broader discussions on gender roles and societal expectations in historical dramas by providing insights into the complex interactions of identities that form masculinity throughout the Regency period.