ABSTRAKPelaksanaan program intensifikasi di bidang pertanian
sejalan dengan peningkatan permintaan produk pertanian
berdampak pada tingginya pemakaian pupuk dan pestisida,
khususnya pada tanaman hortikultura. Tanaman sayuran
yang merupakan salah satu tanaman hortikultura penting,
umumnya memerlukan pemeliharaan intensif, dan adanya
tuntutan konsumen terhadap kualitas produk sehingga
penggunaan pupuk dan pestisida pun sangat intensif.
Dengan kata lain, konsumen sayuran umumnya menginginkan
produk yang kualitasnya baik dan bebas dari serangan
atau bekas serangan hama dan penyakit.
PRT merupakan suatu konsep yang berusaha untuk mendorong
dan memadukan beberapa faktor pengendalian untuk
menekan populasi hama serta memperkecil kerusakan
tanaman dan hasil tanaman. Pada prinsipnya konsep PHT
berbeda dengan konsep pengendalian hama pada sistem
Konvensional yang sangat tergantung pada penggunaan pestisida. Walaupun demikian, PHT bukanlah suatu konsep yang anti penggunaan pestisida (Reddy dalam Sastrosiswojo, 1994:5). Pada sistem PHT, pestisida yang digunakan adalah pestisida yang selektif dan aman, serta digunakan apabila benar-benar diperlukan dan sepanjang tidak mengganggu faktor pengendalian lainnya atau interaksinya (Untung dalam Sastrosiswojo, 1994:5).
Penggunaan pestisida yang tidak selektif dapat mengakibatkan
penurunan populasi musuh alami hama serta serangga
berguna dan makhluk bukan sasaran (Oka, 1993:6).
Hal ini dapat mengakibatkan penurunan keragaman jenis
(diversitas spesies) dalam ekosistem pertanian tersebut
yang mempengaruhi kestabilan ekosistem dan berarti pula
telah terjadinya penurunan kualitas lingkungan.
Penurunan atau babkan punahnya musuh alami hama akibat
penggunaan pestisida yang tidak selektif, dapat menimbulkan
ketidakseimbangan antara populasi hama dengan
musuh alaminya sehingga apabila keadaan lingkungan
mendukung, dapat terjadi ledakan populasi hama (outbreak)
yang disebut resurgensi hama.
Residu pestisida di lingkungan merupakan akibat penggunaanpestisida yang ditujukan pada sasaran tertentuseperti tanaman dan tanah. Selain itu, pestisida dapatterbawa oleh gerakan air dan udara sehingga residupestisida dapat berada di berbagai unsur lingkungan dipermukaan bumi (Untung, 1993:229).Kubis merupakan salah satu tanaman sayuran datarantinggi yang penting di Indonesia. Pemakaian pestisidapada tanaman kubis sangat intensif, demikian pulapenggunaan lahan oleh petani. Hal ini menimbulkankekhawatiran adanya dampak negatif dari penggunaanpestisida terhadap unsur-unsur lingkungan yang ada padaekosistem pertanian tersebut.Penelitian ini dilaksanakan dengan metode percobaanberpasangan (Paired Treatment comparison) antara penerapansistem PBT (P) dengan sistem Konvensional (K),tanpa ulangan sebab luas lahan yang diamati yaitu 500 m2untuk setiap perlakuan dianggap cukup memadai sebagaisuatu model ekosistem pertanaman kubis di lapangan.Basil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem PHTlebih ramah lingkungan dibandingkan dengan sistemKonvensional. Hal ini terlihat dari keragaman jenis(diversitas spesies} fauna di atas tanah pada ekosistemkubis dengan penerapan sistem PHT yang berkisar antara1,664 sampai 2,021 lebih besar dibandingkan dengansistem Konvensional yang berkisar antara 1,606 sampai2,000.Dari penelitian ini juga terlihat adanya keseimbanganpopulasi hama dan musuh alami yang lebih baik padapenerapan sistem PBT dibandingkan dengan sistem Konvensional.Hal ini antara lain terlihat dari tingginyatingkat parasitasi larva P. Xylostella oleh D. semi-clausum danbesar populasi imago parasitoid D. Semiclausum dan inareolata sp.Selain itu, koloni cendawan antagonis patogen tanamanTrichoderma spp. pada tanah dengan penerapan sistem PHTjumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan sistemKonvensional.Dari beberapa jenis insektisida yang digunakan dandianalisis kadar residunya, hanya insektisida Asefatyang terdeteksi pada seluruh unsur lingkungan yangditeliti.Kadar residu insektisida Asefat pada tanah dan airlarian pada penerapan sistem PBT lebih rendah dibandingkandengan sistem Konvensional, tetapi tidak terdapatperbedaan residu insektisida Asefat pada kropkubis.Hasil penelitian juga menunjukkan adanyaBacillus tburingiensis Berliner pada tanahlabnya lebih besar pada penerapan sistempopulasi yang jumPHT akibatpenggunaan insektisida mikroba B. tburingiensis jikadibandingkan dengan sistem Konvensional.E. Daftar Kepustakaan 44 (1971 - 1995)
ABSTRACTAgriculture production should be increased due to theincreasing of market demand. Beside quantity, thequality products is important, especially for vegetablecrops. To meet this market demand, farmers usually usefertilizers and pesticides intensively.One of the important objectives of Integrated PestManagement (IPM) implementation is to reduce theamount of pesticide usage. In line with this objective,the use of natural enemies and selective pesticides isvery important.The impact of IPM implementation on cabbage against theenvironmental aspects such as species diversity offauna, insecticide residues on soil and water, insecticideresidues on cabbage crop was studied.The experiment used paired treatment comparison tocompare IPM system with Conventional system and conductedat Lembang Experimental Garden of Lembang HorticulturalInstitute from August 1994 to December 1994.Some important results of this study are as follows:1. Species diversity of fauna in the air (upper soil)at IPM plot (1. 66-2.02) was higher than Conventionalplot (1.61 - 2.00).2. The level of parasitism o f Plutella xylostella (L.)larvae by Diadegma semi clausum Hellen was higher inIPM system than in Conventional system.3. The colonies of mycoparasite T.ricooderma spp.in the soil was higher in IPM system compared with4.Conventional system.Insecticide residuesrun off showed(Acephate) in soil andlower in IPM systemwaterthanConventional system. However, no difference ofinsecticide residue on cabbage crop was found inIPM system and Conventional system.5. The colonies of Bacillus tburingiensis Berlinerin the soil was higher in IPM system compared withConventional system.E. Number references : 44 (1971 - 1995).