Studi tetang pengambilan keputusan hakim memperlihatkan bahwa keputusan hakim dipengaruhi oleh faktor legal, ekstra legal, dan kontekstual.Teori integrated complexity yang dicetuskan oleh Suedfeld dan Tetlock (1992) menjelaskan pentingnya kemampuan kognisi, konseptual atau integrated complexity pada pengambilan keputusan yang panting , yang bersifat segera atau siaga. Integrated Complexity diukur dari dua variabel kognisi yakni variabel d fferensiation dan integration.
Tingginya angka pemidanaan pada anak yang melanggar hukum pidana membuat peneliti berketetapan untuk menjadikan hakim anak sebagai subyek penelitian.Tesis ini berupaya menjelaskan bagaimana integrated complexity dan nilai yang dianut seorang hakim berperan dalam keputusan hakim pada perkara anak yang melanggar hukum pidana. Penelitian dilakukan terhadap delapan (8) hakim anak pada dua Pengadilan Negri (PN) di wilayah Jabotabek .HasiI wawancara kualitatif terhadap hakim diberikan skor dengan integrated complexity scoring system yang disusun oleh Brawn dan Ballard,dkk(1992) . Metode ini disebut sebagai mixed methode oleh Tashakori dan Ted ll ie (1989) atau tepatnya metode kualitatif yang dikuantifikasi. Kemudian, dilakukan perbandingan profit hakim antara kelompok hakim yang sangat direkomendasikan (SDR) dengan hakim yang direkomendasikan (DR).
Penelitian ini membuktikan tesis bahwa hakim dengan integrated complexity yang tinggi mempertimbangkan nilai-nilai universalism khususnya keadilan sosial, sehingga menghasilkan keputusan berupa tindakan mengembalikan anak ke orang tua (AKOT), atau lembaga sosial, Sedangkan tesis kedua bahwa hakim dengan tingkat integrated complexity rendah mengacu pada nilai-nilai security, khususnya aturan hukum yang menciptakan stabilitas di dalam masyarakat atau orderliness, akan menghasilkan keputusan pemidanaan (berupa penempatan Anak di Lembaga Pemasyarakatan atau Hukuman Percobaan) juga dapat dibuktikan.