ABSTRAKOrganisasi-organisasi pemuda yang mengadakan kongres pada tanggal 28 Oktober 1928 tidak hanya berkeinginan untuk mempunyai tanah air yang satu dan berbangsa yang satu, tetapi juga berkeinginan mempunyai bahasa persatuan. Mudah dipahami bahwa keinginan yang tersebut terakhir itu didasarkan pada kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari pelbagai suku bangsa; yang pada umumnya memiliki bahasa daerahnya sendiri. Keinginan para pemuda tersebut kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Bab XV, pasal 36, dengan perumusan " Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia" disertai penjelasan. "Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri yang dipelihara oleh rakyatnya baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura dsb.) bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara. Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup." Sebagai warga negara Indonesia, setiap orang berkewajiban untuk menyadari betapa panjangnya jalan yang harus ditempuh untuk kelahiran sebuah bahasa negara. Dalam kewajiban tersebut terkandung keharusan untuk menggunakannya secara baik dan benar dan lebih dari itu ialah kewajiban untuk mempertahankan dan mengembangkannya. Hal tersebut antara lain juga disebabkan fungsi bahasa Indonesia sebagai penghubung berbagai bahasa daerah Nusantara dalam membentuk satu masyarakat bahasa (Masinambow, 1985 : Kompas 18 Januari), atau seperti yang dikatakan Einar Haugen (1966:927),"A language is the medium of communication between speakers of different dialects."