Partisipasi perempuan sebagai pegawai negeri sipil tidak terlepas dari masalah kultural dan struktural. Kultural adalah menyangkut sistem ideologi yang memberi pengaruh dalam pembentukan cara pandang perempuan, laki-laki dan cara pandang masyarakat terhadap perempuan yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pada saat ideologi menjadi pembatas ruang gerak perempuan maka etos kerja perempuan tidak akan berkembang karena wilayah-wilayah ekspresi perempuan telah digariskan dalam benak setiap orang. Sedangkan struktural adalah dengan perubahan struktur ekonomi yang telah membuka peluang bagi perempuan dalam berbagai pekerjaan.
Partisipasi perempuan sebagai Pegawai Negeri Sipil dilatarbelakangi berbagai proses yang saling terkait, yang menyangkut pergeseran dalam diri sendiri, dalam sistem nilai dan normatif dan juga menyangkut perubahan kelembagaan. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil, perempuan dapat dipengaruhi oleh kesadaran diri mereka atau karena pergeseran sistem nilai yang memungkinkan mereka untuk meninggalkan rumah (utamanya kelas menengah keatas). Perubahan ini juga dapat dilihat sebagai tanda permintaan pasar tenaga kerjayang besar atau tanda dukungan kelembagaanyang memberikan jaminan (Undang-undang No.8 tahun 1974) bagi pegawai negeri sipil.
Keterlibatan perempuan sebagai pegawai negeri sipil tidak selancar yang dialami oleh laki-laki, karena fakta menunjukkan bahwa perempuan mengalami hambatan-hambatan tertentu dalam menjalankan tugasnya.
Hal ini dapat dilihat dari motivasi perempuan sebagai pegawai negeri sipil yang sangat bervariasi. Bervariasinya motivasi pegawai negeri sipil perempuan menandakan kemampuan dan kemauannya dalam menjalani kehidupannya secara realistis. Realistis dalam arti lebih fleksibel dalam meminimalkan konflik peran (kebutuhan keluarga dan kebutuhan kerja) dalam keluarga mereka masing-masing.
Pengembangan karier pegawai negeri sipil perempuan di Setwilda Tingkat I Sulawesi Tengah, pada dasarnya cukup menjajikan harapan, sejalan dengan laju kenaikan pangkat dan bertambahnya masa kerja mereka. Namun, dalam menduduki jabatan struktural tertentu, perempuan masih mengalami hambatan. Hambatan utama karena masih adanya ideologi gender, dimana lebih mengutamakan laki-laki untuk menduduki jabatan, dengan alasan keterbatasan waktu dan biologis bagi perempuan.