Bio-oil hasil produksi dari ko-pirolisis biomassa tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin karena sifat-sifatnya yang asam, korosif dan tidak stabil. Pada penelitian ini,
bio-oil fraksi non-oksigenat akan di-
upgrade untuk menghasilkan diesel menggunakan metode hidrogenasi untuk mengeliminasi ikatan rangkap pada
bio-oil untuk meningkatkan kestabilannya. Hidrogenasi
bio-oil dilakukan secara
semi-batch menggunakan
gas-entrainment impelleryang me-resirkulasi gas hidrogen pada reaktor untuk meningkatkan kontak antara hidrogen,
bio-oil dan katalis Ni/Al
2O
3serta menghemat kebutuhan hidrogen. Dengan begitu, transfer hidrogen ke
bio-oil terjadi secara konvektif akibat perbedaan tekanan dan dibawa oleh aliran
bio-oil. Hidrogenasi dilakukan pada suhu 184°C dengan kecepatan putar pengaduk 400 rpm. Penelitian ini mempelajari pengaruh dari tekanan pada reaksi hidrogenasi terhadap karakteristik
biofuel yang dihasilkan. Tekanan hidrogenasi divariasikan pada nilai 4, 6, 8, dan 10 barg. Peningkatan tekanan menyebabkan peningkatan transfer massa hidrogen secara konvektif sehingga tingkat hidrogenasi juga meningkat. Ikatan rangkap pada
biofuel pada tekanan 6 barg sudah hampir seluruhnya terhidrogenasi. Peningkatan tekanan lebih lanjut tidak akan menurunkan jumlah alkena secara signifikan dan akan mengurangi jumlah sikloalkana. Hidrogenasi
bio-oil juga berakibat pada peningkatan
branching index (BI), HHV dan viskositas kinematik. Peningkatan tekanan hidrogenasi meningkatkan
branching index dari biofuel dan berada di rentang 0.78 sampai 0.98. Nilai ini jauh dari BI dari bahan bakar diesel komersial (0.40). Nilai HHV dari
biofuel mendekati nilai HHV dari bahan bakar komersial. Peningkatan tekanan hidrogenasi sampai 6 barg akan menurunkan viskositas kinematik
biofuel, dan peningkatan lebih lanjut akan meningkatkan viskositasnya. Pada tekanan hidrogenasi 6 barg, viskositas kinematik dari
biofuelnya adalah 3.02 cSt.
Bio-oil produced from the co-pyrolysis of biomass cannot be used directly as an engine fuel due to its acidic, corrosive and unstable nature. In this research, non-oxygenate bio-oil will be upgraded to produce diesel using hydrogenation to eliminate double bonds which will stabilize the fuel. Hydrogenation is done by semi-batch using gas-entrainment impeller to recirculate hydrogen gas to improve contact of hydrogen, bio-oil, and Ni/Al
2O
3 catalyst, as well as reducing the hydrogen consumption. Hydrogenation is done at a temperature of 184°C with an impeller speed of 600 rpm. It allows the convection of hydrogen due to pressure difference and is brought by the flow of
bio-oil. Hydrogenation is conducted at 184°C with a stirring speed of 400 rpm. This research studies the effect of pressure of the hydrogenation reaction on the biofuel characteristics. Pressure will be varied at 4, 6, 8, and 10 barg. Increase in pressure causes the increase of hydrogen transfer through convection and hence the hydrogenation degree also increases. Double bonds in biofuel are mostly eliminated at hydrogenation pressure of 6 barg. Further increase in pressure does not significantly decrease the double bonds and will decrease the cycloalkane. Hydrogenation of bio-oil also increases the branching index (BI), HHV and kinematic viscosity. Increase in hydrogenation pressure increases the branching index to 0.78 to 0.98, significantly higher than commercial diesel (0.40). The HHV values of the biofuel are similar to the commercial fuel. Increase in hydrogenation pressure up to 6 barg decreases the kinematic viscosity of biofuel, while further increase of pressure will increase its kinematic viscosity. At 6 barg hydrogenation pressure, the kinematic viscosity of biofuel is 3.02 cSt.