ABSTRAKPENDIRI bangsa Indonesia telah mengamanatkan tujuan pendidikan sebagaimana tertuang dalam Pembukan UUD NRI Tahun 1945 pada alinea ke empat. Yang selanjutnya dijabarkan dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 31 Ayat (3) yang berbunyi Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang undang. Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa telah dijelaskan begitu rinci dalam konstitusi ini yaitu melalui proses pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia. Tujuan dari penulisan ini adalah memperkuat gagasan tentang kelaziman penanaman nilai nilai keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia ke dalam proses pendidikan nasional, sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945. Pada tataran filosofi dan tujuan umum pendidikan Nasional, ketiga tujuan tersebut telah terkonsep dengan baik, namun realitasnya masih amat jauh dari yang dikehendaki. Bahkan terjadi simplifikasi artikulasi dalam praktek pengajaran tentang meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlakmulia yaitu dengan mencukupkan mata pelajaran agama yang bersifat kognitif. Padahal ketiga tujuan tersebut sedianya harus menjiwai seluruh mata pelajaran dan prilaku kehidupan, sehingga tidak mengenaldikotomi antara ilmu dan akhlak, antara ilmu dan ketakwaan, antara ilmu dan keimanan. Pada tataran inilah penulis mencoba menuangkan gagasan integrasi nilai nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia ke dalam proses pendidikan nasional. Selain itu penegasan kata akhlak bukan karakter sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional sebagaimana dalam UUD NRI Tahun 1945 menjadi amat penting mengingat pembentukan akhlak mulia berbeda dengan pembentukan karakter terutama dari sumber atau rujukan nilainya. Akhlak merujuk kepada wahyu Tuhan (agama) yangmerupakan nilai absolut. Sedangkan karakter merujuk pada lingkungan sosial dan pengalaman hidup yang memiliki nilai relatif. Sehingga akhlak mulia selalu membawa pelakunya kepada katauhidan (berkeTuhanan), sedangkan karaktek tidak selalu membawa pelakunyakepada sikap berkeTuhanan karena sifat sumbernya yang tidak terikat dengan ketauhidan. Dalam hal ini pilihan para The Founding Fathersakan kata akhlaksebagai salah satu tujuan nasional sudah tepat karena sesuai dengan sila petama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian seluruh proses pendidikan baik formal maupun non formal harus melahirkan manusia yang berketuhanan.