Background: a patient with a history of tuberculosis (TB) has a risk up to 27% to develop recurrence within 2 years after being cured. Indonesia itself has more than 7,500 recurrent cases annually, regardless of reinfection or relapse. This is an important problem, as recurrent TB is associated with lower cure rates with the anti-TB therapy and higher risk of developing drug resistance. Some risk factors for this recurrence are smoking, poor treatment adherence, low economic status, and weak immune status. This study is aimed to identify whether the use of fixed-dose combination (FDC) anti-tuberculosis therapy increases the risk for tuberculosis recurrence compared with using separate drug formulation.
Methods: the search was conducted on MEDLINE, ProQuest, EBSCO, ScienceDirect, and Cochrane according to clinical question. The studies were selected based on inclusion and exclusion criteria and led to five useful articles. The selected studies were critically appraised for their validity, importance, and applicability.
Results: five cohort studies were found with comparable validity. Only 1 study has accurate relative risk (RR) with 3.97 (1.14-13.80) and number needed to harm of 18. Other four studies fulfilled the applicability criteria for our case.
Conclusion: the use of FDC anti-tuberculosis therapy increases the risk for tuberculosis recurrence compared with using separate drug formulation.
Latar belakang: seorang pasien dengan riwayat tuberkulosis (TBC) memiliki risiko hingga 27% untuk mengalami kekambuhan dalam 2 tahun setelah disembuhkan. Indonesia sendiri memiliki lebih dari 7.500 kasus berulang setiap tahun, terlepas dari reinfeksi atau kambuh. Ini adalah masalah penting, karena TB berulang dikaitkan dengan tingkat kesembuhan yang lebih rendah dengan terapi anti-TB dan risiko pengembangan resistansi obat yang lebih tinggi. Beberapa faktor risiko kekambuhan ini adalah merokok, kepatuhan pengobatan yang buruk, status ekonomi rendah, dan status kekebalan tubuh lemah. Laporan ini bertujuan mengidentifikasi apakah pasien dengan obat anti tuberkulosis (OAT) kombinasi dosis tetap (KDT) dalam pengobatan TBC lebih berisiko untuk kambuh dibandingkan pasien dengan pengobatan OAT dosis terpisah. Metode: pencarian literatur dilakukan di MEDLINE, ProQuest, EBSCO, ScienceDirect, dan Cochrane berdasarkan pertanyaan klinis dan pemilihan artikel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Artikel yang terpilih dilakukan telaah kritis untuk menilai validitas, kepentingan, dan penerapannya. Hasil: hasil pencarian literatur didapatkan 5 studi kohort dengan validitas yang sama. Hanya satu studi yang memiliki nilai RR akurat sebesar 3,97 (1,14 – 13,80) dan NNH 18. Empat studi dapat diterapkan pada pasien kami. Kesimpulan: penggunaan OAT KDT dalam pengobatan TB meningkatkan risiko kekambuhan dibandingkan OAT dosis terpisah.