ABSTRAKAnak Tuli adalah anak penyandang tuna rungu dengan tingkat kerusakan dengar yang parah, sehingga ia memerlukan alat bantu dengar. Anak tuli cenderung menekankan pada sensori visual dalam belajar. Hal ini menyebabkan adanya keterlambatan akuisisi bahasa, yang selanjutnya terus menjadi masalah utama bagi para anak tuli.
Keterlambatan akusisi bahasa ini tidak saja memperlambat kemampuan anak Tuli untuk menyerap informasi, tetapi juga membuat mereka sulit berekspresi dan memperoleh umpan balik dari lingkungan sekelilingnya, termasuk di dalamnya hubungan dengan orang tua. Hal ini kemudian mempengaruhi
pembentukan konsep diri anak, mengingat pengalaman dan hubungan dengan orangtua menjadi salah Satu faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri.
Salah satu tes psikologi yang dapat digunakan untuk mengetahui konsep diri adalah dengan tehnik proyeksi menggamban Menurut Mamat (1984), menggambar merupakan metode ekspresi yang lebih akurat untuk dapat mengetahui perasaan seorang individu serta struktur kepribadiannya. Sehingga metode ini menjadi alat yang berharga untuk dapat memahami dan mengetahui karakteristik kepribadian seorang individu.
Salah satu tes gambar yang digunakan adalah Human Figure Drawings (HFDs), dimana seorang individu diminta untuk menggambarkan orang lengkap. Menurut Koppitz (1968), tcs HFDs dapat diintepretasikan sebagai refleksi individu akan sikap atau perasaannya terhadap orang yang signifikan dalam hidupnya; atau perasaan yang ditujukan terhadap dirinya. Kelebihan dari teknik proyeksi adalah responden tidak terbatas dalam mengekspresikan dirinya., artinya
ia akan mengekspresikan diri sesuai dengan apa yang penting untuk dirinya, bukan menurut peneliti.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa secara umum, konsep diri anak-anak Tuli berat dalam penelitian ini cenderung negatif Dari sepuluh orang responden, hanya dua orang yang mempunyai konsep diri yang positif. Komponen
konsep diri yang muncul dan terefleksikan cukup jelas pada seluruh hasil HFDs anak tuli dalam penelitian ini adalah komponen spiritual self social self dan self feeling. Enam responden merefleksikan material self yang berkaitan dengan ketubuhan dan hanya satu orang responden yang merefleksikan social self yang berkaitan dengan aspek akademis, walaupun tidak secara kuat, karena tidak
didukung oleh kehadiran indikator lainnya.
Keterbatasan penelitian ini terletak pada sdminsitrasi tes pada penelitian ini dilakukan secara klasikal, atau berkelompok, dengan perbandingan satu pemeriksa dengan sepuluh responden. Menurut Koppitz (1968) hal ini dibolehkan untuk alasan praktis dan keperluan penelitian Namun, menurut Malchiodi (1999), tingkat kedalaman emosional yang terproyeksikan oleh gambar-gambar (Salah
satunya HFDs) sangat dipengaruhi oleh hubungan personal, antara pemeriksa dengan kliennya Pemeriksa yang berhasil mendapatkan kepercayaan dari klien cenderung mendapatkan gambar yang sangat akurat mengenai kondisi emosional
klien saat itu. Selain itu , persepsi individu yang terekspresi kemungkinan sifatnya temporer dan tidak stabil Hal ini juga disebutkan oleh Koppitz (1968) bahwa
teknik HFDS merefleksikan sikap-sikap dan kekhawatiran anak pada saat tertentu, yang keseluruhannya dapat berubah karena kematangan dan pengalaman. Kedua, teknik ini memerlukan seorang interpreter. Smith (1992) menyalakan bahwa subyektifitas respon-respon membutuhkan kemampuan interpretatif yang baik. Oleh karena itu, sebaiknya penelitian yang menggunakan teknik proyeksi juga
didukung oleh data-data dari tes-tes non-proyeksi, seperti data dari tes-tes self report.